Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pendidikan Karakter

 


Pendidikan Karakter

Menurut Wyne (dalam Mulyasa, 2016, hlm. 3) mengemukakan bahwa karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Menurut Hermawan Kertajaya (dalam Majid dan Andayani, 2012, hlm. 11) mendefinisikan karakter adalah ‘ciri khas’ yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut ‘asli’ dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan merupakan ‘mesin’ pendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berujar, dan merespons sesuatu.

 

Dirjen Pendidikan Agama Islam, Kementrian Agama Republik Indonesia mengemukakan bahwa karakter dapat diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat diidentifikasi pada perilaku individu yang bersifat unik, dalam arti secara khusus ciri-ciri ini membedakan antara satu individu dengan yang lainnya. Dengan demikian istilah-istilah karakter berkaitan erat dengan personality (kepribadian) seseorang, sehingga ia bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) jika perilakunya sesuai dengan etika atau kaidah moral. Hal tersebut senada dengan pernyataan dari Depdiknas (dalam Dianti, 2014) menguraikan bahwa

 

Istilah berkarakter artinya memiliki karakter, memiliki kepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-halyang baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara, serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi(pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasinya(perasaannya). (hlm.62)

 

Menurut Lickona (2013, hlm. 82) menyatakan bahwa “karakter yang baik terdiri dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik, dan melakukan yang baik. Ketiga hal ini diperlukan untuk mengarahkan suatu kehidupan moral; ketiganya ini membentuk kedewasaan moral”.

 

Karakter akan terbentuk melalui perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang. Menurut James Stenson (dalam Ardianti dkk, 2017) menyatakan bahwa

Anak-anak mengembangkan karakter melalui apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar, dan apa yang mereka lakukan berulang kali. Lingkungan yang mendukung untuk anak berperilaku baik secara terus menerus akan membentuk karakter yang baik pada diri anak. Kebiasaan berperilaku baik perlu ditanamkan pada generasi muda bangsa. (hlm.1)

 

Menurut Aqib (dalam Dianti, 2014, hlm. 62) menyebutkan bahwa “berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi nilai utama, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan serta kebangsaan”. Adapun secara rinci nilai-nilai tersebut adalah:

1)        Hubungannya dengan Tuhan, yaitu religius. Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan padanilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.

2)        Hubungannya dengan diri sendiri, yaitu jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, ingin tahu, cinta ilmu.

3)        Hubungannya dengan sesama, yaitu sadarakan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturan-aturan sosial, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun, demokratis.

4)        Hubungan dengan lingkungan, yaitu peduli akan sosial dan lingkungan ditunjukkan dengan sikap dan tindakan selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

5)        Nilai kebangsaan, yaitu nasionalis dan menghargai keberagaman.

 

Proses pendidikan dikatakan berhasil tidak hanya dilihat dari keberhasilan segi kognitif saja. Tujuan utama dalam pendidikan adalah untuk membantu siswa menjadi pintar dan untuk membatu siswa menjadi baik (Lickona, 2012, hlm. 5). Pernyataan tersebut senada dengan pernyataan Majid dan Dian (2012, hlm. 30), tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat sesorang menjadi good and smart. Adapun pernyataan Kristiawan (dalam Ilhamiah, 2017) mengatakan bahwa

 

Pendidikan karakter merupakan salah satu alat untuk membimbing peserta didik menjadi generasi yang baik di masa yang akan datang. Pada dasarnya karakter peserta didik tidak dapat kita bentuk, namun ia bisa dikembangkan. Peserta didik harus dibimbing untuk memiliki kesadaran menjalin hubungan sosial secara harmonis melalui tingkah laku yang baik, berfikir positif kepada orang lain, memiliki rasa empati, suka menolong dan bertangung jawab, dan menghargai berbagai macam pendapat. Jadi pendidikan karakter erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus menerus di praktikkan atau dilakukan, dalam arti pendidikan karakter diharapkan dapat menyentuh ketiga domain(kognitif, afektif, dan psikomotorik) siswa sehingga siswa tidak sekadar tahu akan tetapi juga mau dan mampu melaksanakan apa yang mereka ketahui kebenarannya. (hlm. 131)

 

Melengkapi uraian diatas, Megawangi (dalam Mulyasa, 2016, hlm. 5) sebagai pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah menyusun 9 pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam pendidikan karakter, baik di sekolah maupun di luar sekolah, yaitu sebagai berikut:

1)        Cinta Allah dan kebenaran

2)        Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri

3)        Amanah

4)        Hormat dan santun

5)        Kasih sayang, peduli, dan kerja sama

6)        Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah

7)        Adil dan berjiwa kepemimpinan

8)        Baik dan rendah hati

9)        Toleran dan cinta damai

 

Dalam perspektif Islam, pendidikan karakter secara teoretik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia; seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak (karakter) manusia.

 

Adapun tujuan pendidikan karakter menurut Mulyasa (2016, hlm. 9), untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

 

Jadi melalui pendidikan karakter peserta didik bukan hanya sekedar belajar mengasah kemampuan potensi otaknya saja namun juga membentuk karakter agar pserta didik dapat menggunakan pengetahuannya serta menanamkan nilai-nilai karakter tersebut dalam perilaku sehari-hari dalam kehidupannya.