Faktor Penghambat Inovasi Pendidikan di Indonesia
Faktor Penghambat Inovasi Pendidikan Indonesia
Faktor yang Menghambat Inovasi Pendidikan di Indonesia
Pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan
potensi suatu bangsa agar mampu berbicara banyak pada tataran global. Hanson
dan Brembeck (dalam Hafi Anshari, 1983, hlm. 29) menyatakan bahwa
“pendidikan perlu dimantapkan sehingga dapat difungsikan
sebagai penelitian, menemukan dan memupuk bakat, meningkatkan kemampuan manusia
untuk menyesuaikan dan mengubah kesempatan kerja dalam rangka pertumbuhan
ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keterampilan dan ilmu pengetahuan yang
diperlukan untuk masa yang akan datang”.
Berdasarkan kajian peranan strategis pendidikan bagi
suatu bangsa, maka tidak ada pilihan lain bagi bangsa Indonesia untuk
senantiasa meningkatkan kualitas pendidikan. Perbaikan kualitas pendidikan
tidak hanya berbicara tentang peningkatan sarana dan prasarana, perubahan
kurikulum atau meningkatkan kualifikasi masukan dari sistem pendidikan tanpa
memperhatikan kualitas dan nasib atau kesejahteraan guru. “Perbaikan sarana dan
prasarana, kurikulum telah banyak dilakukan, namun demikian, masih sedikit yang
dilakukan dengan menyentuh kebutuhan atau nasib guru secara utuh” (E. Mulyasa,
2002, hlm. 21). Maka, sebagai salah satu sub komponen penting dalam sistem
pendidikan nasional, perbaikan kebutuhan dan nasib guru untuk dewasa ini perlu
diintensifkan.
Di samping itu, perlu adanya inovasi pendidikan pada
segala komponen pendidikan. Suatu perbaikan kualitas, diawali oleh suatu
perubahan. Perubahan dalam konteks ini, yakni suatu inovasi pendidikan. Namun,
suatu inovasi pendidikan tentunya tidak selalu berjalan dengan lancar. Untuk
itu, terdapat faktor-faktor penghambat inovasi pendidikan yang perlu kita
pahami.
Setidaknya terdapat enam faktor penghambat inovasi
pendidikan, dijabarkan sebagai berikut:
1. Perkiraan yang tidak tepat mengenai inovasi
Faktor ini merupakan faktor yang peling penting dan
kompleks sebagai hambatan bagi inovasi pendidikan. Hambatan yang disebabkan
kurang tepatnya perencanaan atau estimasi (under estimate)
dalam inovasi pendidikan yakni tidak tepatnya peritmbangan tentang implementasi
inovasi, kurang adanya hubungan antar anggota kelompok pelaksana inovasi, dan
kurang adanya kesamaan pendapat tentang tujuan yang akan dicapai atau kurang
adanya kerjasama yang baik.
Hal ini terjadi pada pelaksanaan inovasi pendidikan di
Indonesia. Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan ketidaktepatan
estimasi inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) tidak adanya
koordinasi antar petugas yang berlainan di bidang garapan, (2) tidak jelas
struktur pengambilan keputusan, (3) kurang adanya komunikasi yang baik dengan
pimpinan struktural, (4) perlu sentralisasi data penentuan kebijakan, (5)
terlalu banyak undang-undang dan peraturan yang harus diikuti, (6) keputusan
formal untuk memulai kegiatan inovasi terhambat, (7) tidak tepatnya pertimbangan
untuk menghadapi masalah penerapan inovasi, dan (8) tekanan dari pimpinan untuk
mempercepat inovasi dalam waktu yang singkat.
2. Konflik dan motivasi
Hambatan ini muncul karena adanya masalah-masalah pribadi
seperti pertentangan anggota kelompok pelaksana, kurang motivasi untuk bekerja,
dan berbagai macam sikap pribadi yang dapat mengganggu proses inovasi.
Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan
konflik dan motifasi pada penerapan inovasi pendidikan di Indonesia, antara
lain: (1) adanya pertentangan antar anggota kelompok, (2) antara beberapa
anggota kurang adanya saling pengertian serta saling merasa iri antara satu
dengan yang lain, (3) orang yang memiliki peranan penting dalam proyek justru
tidak menunjukkan semangat dan ketekunan kerja, (4) beberapa orang penting
dalam proyek terlalu kaku dan berpandangan sempit tentang proyek, (5) orang
yang memegang jabatan penting dalam proyek tidak bersikap terbuka untuk
menerima inovasi, dan (6) kurang adanya penghargaan terhadap orang yang telah
menerima atau menerapkan inovasi.
3. Lemahnya berbagai faktor penunjang inovasi
Hal-hal berkaitan dengan lemahnya faktor penunjang
inovasi, seperti rendahnya penghasilan per kapita, kurang adanya pertukaran
inovasi, tidak mengetahui adanya potensi alam, jarak yang terlalu jauh, iklim
yang tidak menunjang, kurang sarana komunikasi, kurang perhatian dari
pemerintah, dan sistem pendidikan yang kurang sesuai dengan kebutuhan.
Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan
lemahnya berbagai faktor penunjang inovasi pendidikan di Indonesia, antara
lain: (1) lambatnya pengiriman material yang diperlukan, (2) material tidak
siap tepat waktu, (3) perencanaan dana tidak tepat, (4) sistem pendidikan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, (5) orang yang telah dilatih untuk
menangani proyek tidak mau ditempatkan sesuai kebutuhan proyek, (6) terjadi
inflasi, (7) peraturan yang tidak sesuai, (8) jauhnya jarak antar tempat, (9)
tenaga pelaksana kurang mampu menangani proyek sesuai dengan perencanaan, dan
(10) terlalu cepat terjadi perubahan penempatan orang-orang penting dalam
proyek sehingga dapat mengganggu kontinuitas.
4. Keuangan (financial) yang
tidak terpenuhi
Tentang bantuan dana untuk suatu proyek inovasi sering
terjadi adanya peraturan bahwa pemerintah akan memberikan bantuan bila
masyarakat setempat (daerah) memiliki dana sendiri (swasembada). Daerah tidak
memiliki dana, maka pemerintah tidak membantu atau masyarakat tidak mau
mengusahakan dana karena tidak ada bantuan dari pemerintah.
Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan
keuangan pada penerapan inovasi pendidikan di Indonesia, antara lain: (1) tidak
memadainya bantuan finansial dari daerah, (2) tidak memadainya bantuan
finansial dari luar daerah, (3) kondisi ekonomi daerah secara keseluruhan, (4)
prioritas ekonomi secara nasional lebih banyak pada bidang lain daripada bidan
pendidikan, dan (5) ada penundaan dalam penyampaian dana.
5. Penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi
Faktor ini berupa penolakan dari kelompok inovasi penentu
atau kelompok elit dalam suatu sistem sosial. Penolakan ini berbeda dengan
keberatan karena kurang dana atau masalah personal. Namun, penolakan ini memang
ada kecenderungan muncul dari kelompok penentu.
Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan
penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi pendidikan di Indonesia,
antara lain: (1) kelompok elit yang memiliki kewenangan dalam masyarakat
tradisional menentang inovasi atau perluasan inovasi, (2) terdapat pertentangan
ideologi mengenai inovasi, (3) proyek inovasi dilaksanakan sangat lambat, dan
(4) keberatan terhadap inovasi karena sebab kepentingan kelompok.
6. Kurang adanya hubungan sosial dan publikasi
Faktor ini berkaitan dengan hubungan antar kelompok dan
hubungan dengan orang di luar kelompok.
Secara terperinci beberapa hal yang berkenaan dengan
kurang adanya hubungan sosial dan publikasi pada penerapan inovasi pendidikan
di Indonesia, antara lain: (1) ada masalah dalam hubungan sosial antar
kelompok, (2) ada ketidakharmonisan antar anggota kelompok proyek, dan (3)
kurangnya suasana yang memungkinkan terjadi pertukaran pikiran yang terbuka.
Apabila disimpulkan, ada beberapa hal mengapa inovasi
sering ditolak atau tidak dapat diterima oleh para pelaksana inovasi di
lapangan atau sekolah, sebagai berikut:
1. Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses
perencanaan, penciptaan, dan bahkan pelaksanaan inovasi tersebut. Sehingga ide
baru atau inovasi tersebut dianggap oleh guru atau sekolah bukan miliknya dan
merupakan kepunyaan orang lain yang tidak perlu dilaksanakan, karena tidak
sesuai dengan keinginan atau kondisi sekolah yang berkaitan.
2. Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang
mereka lakukan saat ini, karena sistem atau metode tersebut sudan mereka
laksanakan bertahun-tahun dan tidak ingin diubah. Di samping itu, sistem yang
mereka miliki dianggap memberikan rasa aman atau kepuasan serta sudah baik
sesuai dengan pikiran mereka.
3. Inovasi baru yang dibuat oleh orang lain terutama dari
pusat belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi yang dialami oleh guru dan
siswa.
4. Inovasi yang diperkenalkan dan dilaksanakan yang
berasal dari pusat merupakan kecenderungan sebuah proyek dimana segala
sesuatunya ditentukan oleh pencipta inovasi dari pusat. Inovasi ini bisa
terhenti kalau proyek itu selesai atau kalau finansial sudah tidak ada lagi.
Dengan demikian, pihak sekolah atau guru hanya terpaksa melakukan perubahan sesuai
dengan kehendak para inovator di pusat dan tidak punya wewenang untuk
merubahnya.
5. Kekuatan dan kekuasaan pusat yang sangat besar
sehingga dapat menekan sekolah atau guru untuk melaksanakan keinginan pusat
yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan dan situasi sekolah.
Upaya menghindari penolakan seperti yang disebutkan di
atas, memunculkan faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi
pendidikan, antara lain:
1. Guru
Guru merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan.
Dengan kata lain, guru adalah stakeholder yang
sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan
guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar. Guru harus pandai
membawa siswa kepada tujuan yang hendak dicapai.
Begitu pula dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan
guru mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan
evaluasi terhadap inovasi, guru memainkan peran yang sangat besar bagi
keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa melibatkan guru, maka sangat
mungkin guru akan menolak inovasi yang diperkenalkan kepada mereka. Hal ini
telah diuraikan sebelumnya, karena mereka menganggap inovasi yang tidak
melibatkan mereka adalah bukan miliknya yang harus dilaksanakan. Dengan
demikian, dalam suatu inovasi pendidikan, guru memiliki peran yang utama dan
pertama terlibat karena memiliki peran yang luas di dunia pendidikan.
2. Siswa
Sebagai obyek sekaligus subyek utama dalam pendidikan
terutama pada proses belajar mengajar, siswa memegang peran yang dominan. Dalam
proses belajar mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui
penggunaan intelegensi, daya motorik, pengalaman, kemauan, dan komitmen yang
timbul dari dalam diri tanpa ada paksaan. Hal ini dapat terjadi apabila siswa
dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan, walaupun hanya dengan mengenalkan
kepada mereka tujuan dari inovasi, mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan.
Sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus
dilaksanakan dengan konsekwen.
Peran siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah penting,
karena siswa bisa berperan sebagai penerima pelajaran, pemberi materi
pelajaran, petunjuk, dan bahkan sebagai guru bagi sesamanya. Oleh karena itu,
siswa perlu diajak atau dilabatkan dalam proses inovasi pendidikan, sehingga
mereka tidak saja menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, melainkan
mengurangi penolakan terhadap inovasi.
3. Kurikulum
Kurikulum pendidikan merupakan pedoman dalam pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Untuk itu, kurikulum dianggap sebagai
bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam proses belajar mengajar. Sehingga
dalam pelaksanaan inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama
dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa sejalannya inovasi pendidikan
terhadap kurikulum, maka inovasi tersebut tidak akan berjalan optimal. Oleh
karena itu, dalam pembaharuan pendidikan, inovasi hendaknya sesuai dengan
perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti dengan adanya inovasi,
sehingga kedua hal tersebut berjalan secara beriringan.
4. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana merupakan indikator yang tidak dapat
diabaikan dalam keberlansungan proses belajar mengajar. Dalam pembaharuan
pendidikan, tentu saja sarana dan prasarana merupakan hal yang ikut
mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan. Tanpa adanya sarana dan
prasarana, maka pelaksanaan inovasi pendidikan tidak dapat berjalan dengan
optimal.
5. Lingkup sosial masyarakat
Dalam penerapan inovasi pendidikan, terhadap hal yang secara tidak langsung terlibat dalam perubahan. Peran tersebut ada pada lingkungan masyarakat. Masyarakat secara langsung atau tidak langsung, sengaja atau tidak disengaja akan terlibat dalam pendidikan. Sebab, pada dasarnya apa yang ingin dilakukan dalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baik terutama masyarakat dimana peserta didik itu berada. Tanpa melibatkan masyarakat sekitar, inovasi pendidikan tentu akan terganggu, bahkan akan ditolak apabila masyarakat tidak diberitahu atau dilibatkan.
Referensi
Anshari, H. (1983). Pengantar Ilmu Pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional.
Mulyasa, E. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah,
Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.