Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bentuk Soal Tes

 


Macam-macam Bentuk Soal Tes

Arikunto (2013, hal. 67) mengungkapkan bahwa “tes merupakan alat atau prosedur yang dugunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan aturan yang telah disediakan”. Terdapat dua bentuk tes yaitu tes subjektif dan tes objektif. Dengan tes guru dapat mengetahui dan mengukur bagaimana pencapaian siswa terhadap tujuan pembelajaran. Basuki (2015, hal. 31) mengungkapkan macam-macam tes menurut pembuatannya, diantranya :

 

a.      Tes baku (standardizet test), yaitu tes yang pembuatannya telah melalui standarisasi, baik mengenai reliabilitas maupun validitasnya. Contohnya: tes kecakapan, tes inteligensi.

b.      Tes buatan guru (teacher-made test), yaitu tes yang dibuat guru, misalnya berupa ulangan ulangan, baik formatif  maupun sumatif.tes buatan guru dapat berupa tes subjektif maupun tes objektif. Tes objektif disebut pula tes kertas atau pena (paper and pncil test), yang jawabannya berujung tertutup (closed-ended) atau sudah tertentu, sedangkan tes uraian yang bersifat subjektif berujung terbuka (opened-ended) yang jawabannya dapat bervariasi.

 

Chiu M.-H. and Chang S.-N. (2005, hal. 121-122) menggambarkan tiga bentuk asesmen otentik dalam soal tes, yaitu plihan ganda, soal essay, dan soal keterampilan. Dalam tes buatan guru dapat berupa tes subjektif atau tes objetif. Tes subjektif pada umumnya berbentuk essay (uraian) atau soal keterampilan dengan jawaban terbuka sehingga siswa bisa menulis jawaban sesuai dengan pemahamannya masing-masing. Tentunya jawaban siswa a dengan siswa b akan berbeda meskipun makna yang terkandung dalam jawaban sama. Arikunto (2013, hal. 177) mengungkapkan “tes bentuk essay adalah sejenis tes kemajuan belajar ang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata”.

 

Soal objektif pada umumnya berbenuk pertanyaan dengan jawaban tertutup seperti tes pilihan ganda, tes menjodohkan, isian pendek dan tes benar-salah.  Basuki (2015, hal 39) mengungkapkan bahwa “tes objektif adalah suatu bentuk tes yang dalam penilaiannya tidak dipengaruhi oleh pribadi pemeriksa. Dalam tes objektif jika jawaban diperksa oleh siapapun tidak akan merubah skor yang diperoleh”.

Suryabrata (1987 dalam Purwanto 2011, hal. 92) memberikan pedoman penulisan butir soal sebagai berikut.

1.      Nyatakan soal sejelas mungkin.

2.      Pilihlah kata-kata yang mempunyai arti tepat.

3.      Hindari pengaturan kata yang kompleks dan janggal.

4.      Masukkan semua keterangan yang diperlukan untuk membuat jawaban.

5.      Hindarilah memasukan kata-kata yang tidak berfungsi.

6.      Rumuskan soal setepat mungkin.

7.      Sesuaikan taraf kesukaran soal dengan kelompok dan tujuan yang dimasukan.

8.      Hindarilah isyarat ke rah jawaban benar yang tidak perlu.

 

Dalam membuat soal tes perlu dipertimbangkan beberapa hal yaitu validitas atau keabsahan soal tes dan reliabilitas atau keajegan soal tes. Data dikatakan valid apabila dapat menggambarkan situasi nyata atau sesuai dengan keadaan. Untuk memproleh data yang valid maka diperlukan instrument atau alat untuk mengumpulkan data yang valid. Arikunto (2013, hal, 79) mengungkapkan bahwa “agar dapat diperoleh data yang valid, instrument atau alat untuk mengevaluasinya harus valid”. Instrument yang digunkan dalam evaluasi berupa tes. Dan tes yang valid merupakan tes yang dapat mengukur apa yang ingin diukur. Arikunto (2013, hal 80) “sebuah tes dikatakan valid apabila test tersebut mengukur apa yang hendak diukur”.

 

Dalam menyusun instrument berupa soal tes ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu taraf kesukaran, daya pembeda, dan pola jawaban soal. Arikunto (2013, hal. 222) mengkapkan kapan sebuah soal dikatakan baik? Untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan ini, perlu diterangkan tiga masalah yang berhubungan dengaan analisis soal, yaitu taraf kesukaran, daya pembeda, dan pola jawaban soal.

 

a.      Taraf Kesukaran

Saat soal terlalu mudah atau terlalu sulit itu menunjukan bahwa soal memiliki taraf kesukaran yan buruk. Karena soal yang terlalu mudah akan membuat semua siswa bisa menjawab. Dan soal yang terlalu sulit akan membuat siswa tidak bisa menjawab bahkan membuat siswa menjadi putus asa. Arikunto (2013, hal. 222) mengkapkan “bilangan yang menunjuka sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index)”.

 

b.      Daya Pembeda

Soal yang bisa membedakan antara siswa pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa bodoh (berkemampuan rendah) adalah soal yang memiliki daya pembeda baik. Arikunto (2013, hal. 222) Seperti halnya indeks kesukaran, indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Dalam indeks diskriminasi tidak mengenal tanda negatif (-).  Seluruh siswa pengikut tes akan dikelompokan menjadi dua kelompk, yaitu kelompok unggul dan kelompok asor”

Seluruh pengikut tes dikelompokan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok pandai atau kelompok atas (upper group) dan kelompok bodoh atau kelompok bawah (lower group).

 

c.       Pola Jawaban Soal

Yang dimaksud pola jawaban disini adalah distribusi testee dalam hal menentukan pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan ganda. Arikunto (2013, hal. 222) Pola jawaban soal diperoleh dengan menghitung banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban a,b,c, atau d atau yang tidak memilih pilihan manapun (blangko). Dalam istilah evaluasi disebut omit, disingkat O.

 

Pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh (distractor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti bahwa pengecoh itu jelek, terlalu menyolok menyesatkan. Sebaliknya sebuah distraktor (pengecoh) dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut-pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan.