Tujuan Pendidikan Lengkap
Pendidikan
merupakan suatu proses yang panjang dan berlangsung terus menerus dan merupakan kegiatan
yang universal dalam kegiatan masyarakat. Meskipun pendidikan merupakan suatu gejala yang umum dalam setiap
kehidupan masyarakat, namum perbedaan filsafat dan pandangan hidup yang dianut
oleh masing-masing bangsa atau masyarakat menyebabkan adanya perbedaan
penyelenggaraan termasuk perbedaan sistem pendidikan tersebut.
Penyelenggaraan pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang berfungsi sebagai pemberi arah bagi semua
kegiatan pendidikan, namun dari pada itu
rumusan tujuan pendidikan selalu mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan
pembangunan dan perkembangan kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Secara
sederhana Tujuan pendidikan adalah kualifikasi yang diharapkan dimiliki murid
setelah dia menerima atau menyelesaikan program pendidikan pada lembaga
pendidikan tertentu.
A.
Pengertian
Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah salah satu unsur
pendidikan berupa rumusan tentang apa yang harus dicapai oleh anak didik, yang
berfungsi sebagai pemberi arah bagi semua kegiatan pendidikan. Tujuan
pendidikan menjadi pedoman dalam rangka menetapkan isi pendidikan, cara-cara
mendidik atau metode pendidikan, alat pendidikan, dan menjadi tolak ukur dalam
rangka melakukan evaluasi terhadap hasil pendidikan.
Tujuan pendidikan dirumuskan berdasarkan
pemahaman tentang manusia serta nilai-nilai atau sesuatu yang diyakini berharga
untuk dicapai oleh manusia sebagai tujuan hidupnya. Jadi terhadap hubungan
antara tujuan pendidikan dengan konsep tentang manusia dan tujuan hidup
manusia.
Menurut M.J. Langeveld (1980), tujuan umum
pendidikan adalah kedewasaan atau manusia
biasa, yaitu manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri secara mandiri
atas tanggung jawab sendiri. Sejalan dengan pendapat itu, Hoogveld mengartikan
kedewasaan sebagai manusia yang dapat melaksanakan tugas hidupnya secara
mandiri. Dengan kata lain, tujuan umum pendidikan itu adalah agar “manusia” (anak
didik) mampu menjadi manusia, artinya mampu mewujudkan diri sesuai kodrat dan
martabat kemanusiaannya, atau mampu melaksanakan berbagai peranan sesuai dengan
statusnya dan nilai-nilai yang diakui. Sehubungan dengan itu rumusan tujuan
umum pendidikan hendaknya meliputi dimensi wujud manusia (sebagai kesatuan
badani-rohani) serta dimensi-dimensi kehidupannya. Hal ini mengimplikasikan
bahwa pengembangan manusia melalui pendidikan diharapkan meliputi potensi:
keimanan dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, potensi untuk mampu
berbuat baik, potensi untuk hidup sehat, potensi cipta, potensi rasa, potensi
karsa, dan potensi karyanya. Semua potensi itu harus dikembangkan dalam konteks
pengembangan dimensi kehidupan keberagamaan, individualitas, sosialitas,
moralitas, dan keberbudayaan. Adapun pengembangan semua potensi itu hendaknya
dilaksanakan secara menyeluruh dan terintegrasi.
Pemahaman tentang manusia dan nilai-nilai atau
sesuatu yang dianggap berharga untuk dicapai oleh manusia pada dasarnya
bersumber dari pandangan hidup. Karena itu adanya perbedaan pandangan hidup
yang dianut oleh seseorang, oleh suatu masyarakat atau bangsa dengan pandangan
hidup yang dianut oleh seseorang lainnya, masyarakat atau bangsa yang lainnya
akan mengakibatkan adanya perbedaan tentang rumusan isi tujuan pendidikan, istilah “menjadi
manusia” atau “kedewasaan”
sebagai tujuan umum pendidikan mungkin berbeda makna atau isinya pada suatu
masyarakat tertentu dengan masyarakat lainnya.
B.
Jenis Tujuan
Pendidikan
Menurut M.J. Langeveld (1980) terdapat enam jenis
tujuan pendidikan yaitu :
1.
Tujuan Umum
(tujuan lengkap, tujuan total atau tujuan akhir)
Merupakan tujuan yang menjadi sumber bagi tujuan
lainnya. Semua manusia ingin mencapai tujuan tersebut yakni manusia
dewasa/kedewasaan atau menjadi manusia. Tujuan umum ini dapat dijabarkan
menjadi tujuan-tujuan khusus.
2.
Tujuan
khusus (pengkhususan dari tujuan umum)
Merupakan penjabaran /pengkhususan dari tujuan
umum yang dirumuskan berdasarkan asas atau prinsip sebagai berikut:
v Usia, bakat, dan jenis kelamin anak didik.
v Kemungkinan-kemungkinan yang ada pada keluarga
dan alam sekitar anak didik.
v Tujuan kemasyarakatan bagi si anak.
v Kesanggupan-kesanggupan yang ada pada pendidik.
v Tugas lembaga pendidikan.
v Tugas bangsa dan manusia pada waktu dan tempat
ter-tentu.
Sehubungan dengan prinsip atau asas pengkhususan
tujuan umum di atas, maka tujuan umum pendidikan yang sama bagi semua orang
(yaitu kedewasaan) akan mempunyai isi tujuan khusus yang bervariasi. Contoh:
tujuan pendidikan nasional suatu bangsa berbeda dengan tujuan pendidikan
nasional bangsa lainnya. Tujuan pendidikan bagi anak laki-laki mungkin berbeda
dengan tujuan bagi anak perempuan. Tujuan pendidikan Sekolah Dasar akan berbeda
dengan tujuan pendidikan Taman Kanak-kanak, dsb.
3.
Tujuan Insidental
Tujuan Insidental adalah tujuan yang menyangkut
suatu peristiwa khusus. Tujuan insidental jauh hubungannya dengan tujuan umum,
namun demikian tujuan insidental tetap terarah juga kepada pencapaian tujuan
umum. Contoh: sebelum jam belajar dimulai, anak-anak bermain dipintu gerbang
SD. Dengan tujuan agar anak-anak tersebut tidak menghalangi atau tidak
mengganggu orang lain yang akan melewati pintu gerbang, maka guru melarang
anak-anak tersebut bermain di pintu gerbang. Agar tidak masuk angin, anak-anak
dilarang berlama-lama bermain air, dsb.
4.
Tujuan Sementara
atau Tentatif
Merupakan tujuan yang terdapat pada
langkah-langkah pencapaian tujuan umum, atau yang merupakan “tempat berhenti
dalam perjalanan” dalam rangka mencapai tujuan umum. Setiap tujuan sementara ini
erat hubungannya dengan masa perkembangan anak. Contoh: dalam rangka mencapai
tujuan umum pendidikan, maka akan terdapat tujuan sementara seperti: agar anak
dapat berjalan, agar anak dapat berbicara, agar anak biasa hidup bersih, dll.
5.
Tujuan Tak Lengkap
Merupakan tujuan pendidikan yang hanya berkenaan
dengan salah satu aspek kemampuan atau dimensi kehidupan. Contoh: agar anak
mampu menyebutkan urutan bilangan; agar anak hapal membaca do’a sebelum makan;
tujuan mata pelajaran matematika, tujuan mata pelajaran bahasa Inggris, dll.
Masing-masing contoh tujuan tersebut tidaklah lengkap dalam arti tidak mencakup
keseluruhan aspek yang harus dikembangkan pada diri anak didik.
6.
Tujuan
intermedier
Merupakan tujuan pendidikan yang apabila dapat
dicapai menjadi alat atau menjadi jembatan untuk mencapai tujuan pendidikan
lainnya yang lebih luas atau lebih tinggi tingkatannya. Contoh: Di TK, anak
diharapkan mampu menyebutkan urutan bilangan dan menuliskan angka. Tujuan ini
akan menjadi perantara untuk kemudian anak mampu berhitung. Belajar berhitung
biasanya dilakukan di SD. Tujuan ini juga akan menjadi perantara agar anak
nantinya diharapkan mampu memecahkan berbagai permasalahan yang berkenaan
dengan perhitungan atau matematika, statistika, dsb. Yang pada akhirnya diharapkan
secara mandiri anak mampu memecahkan persoalan perhitungan dalam kehidupannya.
Demikian halnya, tujuan pendidikan Taman Kanak-kanak merupakan
perantara/jembatan bagi tujuan pendidikan Sekolah Dasar, tujuan pendidikan
Sekolah Dasar merupakan perantara bagi tujuan pendidikan Sekolah Menengah
Pertama, dan seterusnya.
C.
Hierarkhi
Tujuan Pendidikan
Pengkhususan dari tujuan umum pendidikan antara
lain akan menghasilkan rumusan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan
nasional ini bersifat ideal dan belum
operasional. Dalam upaya pencapaiannya, tujuan pendidikan nasional perlu
dijabarkan lebih lanjut sehingga bersifat operasional dan mudah dievaluasi.
Penjabaran tujuan pendidikan nasional menghasilkan hierarkhi tujuan pendidikan
sbb :
1.
Tujuan Pendidikan
Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional yaitu tujuan dari
keseluruhan satuan, jenis dan kegiatan pendidikan, baik pada jalur pendidikan
formal, informal dan nonformal dalam konteks pembangunan nasional. Tujuan
Pendidikan Nasional Indonesia adalah untuk “berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Bab II Pasal 3 UU RI No. 20
Tahun 2003).
2.
Tujuan
Institusional
Tujuan Institusional yaitu tujuan yang seharusnya
dicapai oleh lembaga pendidikan tertentu. Contoh: tujuan pendidikan Sekolah
Dasar adalah “untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa dalam
mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara,
serta mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama” (Pasal 2 Kep. Mendikbud No. 0487/U/1992). Contoh lainnya adalah tujuan
pendidikan SMU, tujuan kursus, dsb. Semua tujuan institusional yang ada dalam
sistem pendidikan nasional, baik yang ada di jalur pendidikan formal maupun
jalur pendidikan nonformal dijabarkan dan diarahkan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional.
3.
Tujuan
Kurikuler
Tujuan Kurikuler yaitu tujuan suatu bidang studi
atau mata pelajaran. Misalnya tujuan mata pelajaran IPA, IPS, matematika,
bahasa Indonesia, dan sebagainya. Semua tujuan
kurikuler yang ada pada suatu lembaga pendidikan diarahkan untuk
mencapai tujuan institusional yang bersangkutan.
4.
Tujuan
Instruksional atau pengajaran, yang meliputi:
a. Tujuan Pengajaran Umum, dan
b. Tujuan Pengajaran Khusus.
Dewasa ini, setelah diberlakukannya UU RI No. 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, istilah dan makna tujuan
instruksional atau tujuan pengajaran lebih tepat diubah menjadi tujuan pembelajaran. Karena itu,
sebagaimana tujuan pengajaran, tujuan pembelajaran meliputi:
1. Tujuan Pembelajaran Umum
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) yaitu tujuan suatu pokok bahasan dari suatu bidang studi atau mata
pelajaran yang diajarkan di suatu lembaga pendidikan (seperti di sekolah Dasar,
maupun di sekolah lanjutan (SMP, SMU, SMK). Tujuan ini masih bersifat umum yang
perlu di jabarkan menjadi sejumlah Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
yang bersifat spesifik, operasional,
dan terukur yang harus dicapai pada
setiap satuan/pertemuan pembelajaran.
D.
Taksonomi
Tujuan Pendidikan
Benjamin Bloom dkk. Telah mengembangkan
klasifikasi atau taksonomi tujuan-tujuan pendidikan. Keseluruhan tujuan
pendidikan dibagi menjadi tiga kawasan (domain), yaitu kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Kawasan kognitif mencakup kemampuan-kemampuan intelektual
mengenai lingkungan. Kawasan afektif mencakup kemampuan-kemampuan emosional
dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal. Sedangkan kawasan psikomotor
mencakup kemampuan-kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasi gerakan.
Kawasan kognitif terdiri atas enam macam
kemampuan, yang secara hierarkhis dari yang paling sederhana sampai kepada yang
paling kompleks adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan, yaitu kemampuan mengingat kembali
hal-hal yang telah dipelajari.
2. Pemahaman, yaitu kemampuan menangkap makna atau
arti sesuatu hal.
3. Penerapan, yaitu kemampuan mempergunakan hal-hal
yang telah dipelajari untuk menghadapi situasi-situasi baru dan nyata.
4. Analisis, yaitu kemampuan menjabarkan sesuatu
menjadi bagian-bagian sehingga struktur organisasinya dapat dipahami.
5. Sintesis, yaitu kemampuan memadukan bagian-bagian
menjadi satu keseluruhan yang berarti.
6. Penilaian, yaitu kemampuan memberikan harga
sesuatu hal berdasarkan criteria intern atau kelompok atau criteria ekstern
atau yang ditetapkan terlebih dahulu.
Kawasan afektif mencakup lima macam kemampuan
emosional yang disusun secara hierarkis dari yang paling tidak mengikat diri
pribadinya sampai kepada yang sangat mengikat diri pribadinya, sebagai berikut:
1. Kesadaran, yaitu kemampuan untuk ingin memperlihatkan
sesuatu hal.
2. Partisipasi, yaitu kemampuan untuk turut serta
terlibat dalam sesuatu hal.
3. Penghayatan nilai, yaitu kemampuan untuk menerima
nilai dan terikat kepadanya.
4. Pengorganisasian nilai, yaitu kemampuan untuk
memiliki system nilai dalam dirinya.
5. Karakterisasi diri, yaitu kemampuan untuk
memiliki pola hidup (life style), di
mana system nilai yang terbentuk dalam dirinya mampu mengawasi tingkah lakunya.
Kawasan psikomotorik belum sempat dikembangkan
oleh B. Bloom dkk, dan baru kemudian antara lain dikembangkan oleh Kibler,
Baher, dan Mills (1972), dan Simmon (1972). Di bawah ini hanya akan disajikan
kawasan psikomotor yang dikembangkan oleh Harrow:
1. Gerakan refleks, yaitu kemampuan
tindakan-tindakan yang terjadi secara tak sengaja dalam merespons sesuatu
perangsang.
2. Gerakan dasar, yaitu kemampuan melakukan
pola-pola gerakan yang bersifat pembawaan dan terbentuk dari kombinasi
gerakan-gerakan refleks.
3. Kemampuan perseptual, yaitu kemampuan
menterjemahkan perangsang yang diterima melalui alat dria menjadi
gerakan-gerakan yang tepat.
4. Kemampuan jasmani, yaitu kemampuan dan
gerakan-gerakan dasar yang merupakan inti untuk memperkembangkan gerakan-gerakan
yang terlatih.
5. Gerakan-gerakan terlatih, yaitu gerakan-gerakan
yang canggih dengan tingkat efisiensi tertentu.
6. Komunikasi nondiskursif, yaitu kemampuan
melakukan komunikasi dengan melalui isyarat gerakan badan. Berdasarkan uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa hasil pendidikan adalah orang yang telah
mengalami peningkatan kualitas kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotornya
(Redja Mudyahardjo, 1991).