Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Landasan Filsafat Pendidikan

 


LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN

 

1.1. Latar Belakang

Pada hakikatnya, manusia sebagai makhluk hidup itu selalu berpikir dan berusaha untuk mengetahui sesuatu dan selalu ingin mengetahui apa yang ada dibalik dari yang dilihat dan diamati. Berfilsafat sering kali didorong untuk mengetahui apa yang sudah tahu dan belum tahu dan berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah diketahui dalam kesemestaan yang sekan tidak terbatas (Sihombing, 2015).

 

Filsafat memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Setidaknya terdapat tiga peran yang dimliki yaitu pendobrak, pembebas dan pembimbing. Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik, potensi cipta, potensi rasa ataupun potensi karsanya untuk menjadi nyata dan dapat bermanfaat dalam kehidupannya. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan, organis, harmonis, dinamis, untuk mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan juga merupakan filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah pendidikan (Sihombing, 2015).

 

Di dalam khazanah teori pendidikan terdapat beberapa aliran filsafat pendidikan, diantaranya yakni filsafat pragmatisme. Namun, sejalan dengan hal tersebut, Indonesia memiliki filsafat pendidikan nasionalnya sendiri, yakni Pancasila. Beberapa aliran filsafat pendidikan yang telah disebutkan perlu dipelajari supaya tidak terjerumus ke dalam aliran filsafat lain. Di samping itu, sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, maka diambil hikmah dari berbagai aliran filsafat pendidikan lain, dalam rangka memperkokoh landasan filsafat yang digunakan. Dengan demikian, diharapkan tidak terjadi kesalahan konsep tentang pendidikan yang mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam praktek pendidikan (Rasyidin dkk., 2020).

 

1.2.Rumusan Masalah

Makalah yang berjudul “Landasan Filsafat Pendidikan” mengangkat beberapa rumusan masalah, di antaranya:

1.2.1. Apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan pragmatisme?

1.2.2. Bagaimana implikasi konsep filsafat umum pragmatisme terhadap konsep pendidikan?

1.2.3. Apa yang dimaksud filsafat pendidikan berdasarkan Pancasila?

1.2.4. Bagaimana implikasi konsep filsafat umum berdasarkan Pancasila terhadap konsep pendidikan?

 

1.3.Tujuan

Makalah yang berjudul “Landasan Filsafat Pendidikan” mengangkat beberapa memiliki beberapa tujuan, di antaranya:

1.3.1. Mengetahui pengertian filsafat pendidikan pragmatisme.

1.3.2. Mengetahui implikasi konsep filsafat umum pragmatisme terhadap konsep pendidikan.

1.3.3. Mengetahui pengertian filsafat pendidikan berdasarkan Pancasila.

1.3.4. Mengetahui implikasi konsep filsafat umum berdasarkan Pancasila terhadap konsep pendidikan.

 

Pembahasan

2.1. Pengertian Filsafat Pendidikan Pragmatisme

Pragmatisme berasal dari dua kata dari bahasa Yunani, yakni pragma yang berarti perbuatan atau tindakan dan isme yang berarti cara berpikir. Sehingga, filsafat pragmatisme ini memandang bahwa suatu tindakan pasti diikuti oleh pikiran. Istilah lain dari filsafat pragmatisme yakni instrumentalisme dan eksperimentalisme. Dikatakan sebagai instrumentalisme karena dalam filsafat ini memandang bahwa hidup itu tidak mengenal tujuan akhir, tetapi hidup itu sebagai perantara ataupun alat untuk mencapai tujuan selanjutnya, hal tersebut juga berlaku dalam dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan, tidak ada kata tujuan akhir, jika sesuatu telah mencapai tujuannya, maka tujuan tersebut akan menjadi perantara untuk mencapai tujuan selanjutnya. Sejalan dengan hal tersebut, dikatakan eksperimentalisme karena dalam memastikan suatu kebenaran dalam filsafat ini menggunakan metode eksperimen dan pengalaman (Cholid, 2018).

 

Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa sesuatu yang benar yakni sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan memandang terhadap dampak atau hasil yang bermanfaat secara praktis. Dengan kata lain, pengetahuan yang penting bukanlah kebenaran objektif, tetapi bagaimana manfaat praktis dari pengetahuan yang dimiliki oleh individu (Kristiawan, 2016).

 

Asas dari pragmatisme yakni logika pengamatan, di mana apa yang tampak pada manusia di dunia nyata merupakan fakta individual, konkret, dan terpisah satu sama lain. Dalam pragmatisme, ide menjadi benar ketika memiliki fungsi dan manfaat (Kristiawan, 2016).

 

Sejalan dengan hal tersebut, dunia juga akan menjadi bermakna hanya jika manusia mempelajari makna yang terkandung di dalamnya, dan perubahan merupakan kepastian dari sebuah realitas. Manusia pun merupakan makhluk yang dinamis dan plastis. Dalam sepanjang hidup, manusia akan terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya (Kristiawan, 2016).

 

Sehingga dari pernyataan-pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan pragmatisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang memandang bahwa tolak ukur dari suatu kebenaran yakni bergantung pada dampak atau manfaatnya.

 

2.2. Implikasi Konsep Filsafat Umum Pragmatisme terhadap Konsep Pendidikan

Diketahui bahwa dalam konsep filsafat umum terdapat hakikat realitas/metafisika, hakikat manusia, hakikat pengetahuan/epistemologi, dan hakikat nilai/aksiologi.

2.2.1. Hakikat Realitas/Metafisika

Hakikat realitas dalam filsafat pragmatisme yakni kenyataan yang tidak tetap dan terus berubah. Perubahan dalam realitas juga menuntut perubahan pada pemahaman tentang realitas. Jika realitas berubah secara berkelanjutan, maka yang diperlukan yakni perubahan dalam memahami realitas (Anamofa, 2018).

2.2.2. Hakikat Manusia

Hakikat manusia dalam filsafat pragmatisme yakni manusia merupakan hasil evolusi bilogis, psikologis dan sosial. Sehingga, manusia itu lahir dari tidak berkemampuan, tidak dewasa, tidak dibekali dengan bahasa, keyakinan, gagasan atau bahkan norma sosial (Rasyidin

dkk., 2020).

2.2.3. Hakikat Pengetahuan/Epistemologi

Hakikat pengetahuan dalam filsafat pragmatisme yakni pengetahuan merupakan pembicaraan antara individu sebagai orang yang belajar dengan suatu lingkungan dengan berdasarkan pada pikiran dan pengalamannya. Sejalan dengan hal tersebut, pengetahuan yang benar menurut filsafat pragmatisme yakni pengetahuan yang mempunyai manfaat dalam kehidupan (Anamofa, 2018).

 

2.2.4. Hakikat Nilai/Aksiologi

Hakikat nilai dalam filsafat pragmatisme yakni nilai itu merupakan relatif dan situasional. Kaidah moral dan etikanya tidak konsisten, selalu berubah sesuai dengan waktu, tempat, situasi, persepsi5 masyarakat dan juga kemajuan teknologi. Sehingga, hakikat nilai dalam

filsafat pragmatisme juga merupakan tolak ukur mengenai baik-buruk dan benar-salah yang didasarkan pada manfaat dalam kehidupan (Henri, 2018).

 

Dengan demikian, impikasi dari konsep filsafat umum pragmatsime terhadap konsep pendidikan meliputi tujuan pendidikan, kurikulum/isi pendidikan, metode pendidikan dan peranan pendidik beserta peserta didik.

 

2.2.1. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan dalam filsafat pragmatisme yakni untuk memperoleh pengalaman yang bermanfaat dalam kehidupan individual maupun sosial. Karena pada dasarnya, pendidikan itu merupakan pertumbuhan sepanjang hidup, proses rekonstruksi yang berlangsung

secara berkelanjutan dari pengalaman yang terhimpun dari sebuah proses sosial (Rasyidin dkk., 2020).

 

2.2.2. Kurikulum/Isi Pendidikan

Kurikulum/isi pendidikan dalam filsafat pragmatisme yakni pengalaman-pengalaman yang telah terbukti, yang sesaui dengan minat dan kebutuhan siswa, tidak memisahkan dari pendidikan liberal dan merupakan pendidikan praktis (Rasyidin dkk., 2020).

 

2.2.3. Metode Pendidikan

Metode pendidikan dalam filsafat pragmatisme yakni metode yang mengutamakan metode pemecahan masalah, penyelidikan dan penemuan (Rasyidin dkk., 2020).

 

2.2.4 Peranan Pendidik beserta Peserta Didik

Peranan pendidik dalam filsafat pragmatisme yakni memimpin dan membimbing peserta didik untuk belajar tanpa terlalu ikut campur terhadap minat dan kebutuhan siswa. Sedangkan peran peserta didik dalam filsafat pragmatisme yakni sebagai makhluk hidup rumit yang dapat tumbuh (Rasyidin dkk., 2020).

 

2.3. Pengertian Filsafat Pendidikan Berdasarkan Pancasila

Filsafat pendidikan berdasarkan Pancasila merupakan filsafat yang berpusat pada nilai-nilai kebudayaan yang terkandung dalam Pancasila. Nilai Pancasila tersebut harus ditanamkan serta diwujudkan oleh peserta didik melalui pelaksanaan pendidikan. Ada dua pandangan yang menurut Jumali (dalam Semadi, 2019), perlu dipertimbangkan lagi dalam menetukan landasan filsafat dalam pendidikan di Indonesia, yakni :

 

2.3.1. Pandangan tentang manusia Indonesia

Filosofis pendidikan Indonesia memandang bahwa manusia sebagai :

2.3.1.1. Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya;

2.3.1.2. Makhluk individu dengan segala hak dan kewajibannya;

2.3.1.3. Makhluk sosial dengan segala tanggung jawab hidup dalam masyarakat yang pluralistik, baik dari segi lingkungan sosial budaya, lingkungan hidup, dan segi kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia di tengah-tengah masyarakat global yang senantiasa berkembang dengan segala tantangannya.

 

2.3.2. Pandangan tentang pendidikan nasional itu sendiri

Dalam pandangan filosofis pendidikan Indonesia dipandang sebagai pranata sosial yang selalu berinteraksi dengan kelembagaan sosial lainnya dalam masyarakat. John Dewey (dalam Semadi, 2019) memandang bahwa filsafat Pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju ke arah tabiat manusia, maka filsafat juga diartikan sebagai teori umum pendidikan. Brubachen (dalam Semadi,

2019) berpendapat bahwa filsafat pendidikan adalah seperti menaruh sebuah kereta di depan seekor kuda dan filsafat dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggal pendidikan. Arifin (dalam Semadi, Y. P,2019) menjelaskan bahwa filsafat pendidikan itu berdiri secara bebas dengan memperoleh keuntungan karena memiliki kaitan dengan filsafat umum, meskipun kaitan tersebut tidak penting, yang terjadi adalah suatu keterpaduan antara pandangan filosofi dengan filsafat pendidikan karena filsafat sering diartikan sebagai teori pendidikan secara umum.

 

2.4. Implikasi Konsep Filsafat Umum Berdasarkan Pancasila terhadap Konsep Pendidikan

Diketahui bahwa dalam konsep filsafat umum terdapat hakikat realitas/metafisika, hakikat manusia, hakikat pengetahuan/epistemologi, dan hakikat nilai/aksiologi.

2.4.1 Hakikat Realitas/Metafisika

Hakikat realitas dalam filsafat pendidikan berdasarkan Pancasila yakni bangsa Indonesia meyakini bahwa realitas atau alam semesta merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa (Rasyidin dkk., 2020).

 

Di alam semesta terdapat alam fana dan alam abadi. Alam fana merupakan alam dengan segala isi, nilai atau norma di dalamnya. Sedangkan alam abadi merupakan alam dimana manusia telah mati dan akan dimintai pertanggungjawaban dan menerima balasan atas setiap perbuatan. Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat makna dari adanya relatif yang bersifat fana dan relatif yang bersifat abadi (Rasyidin dkk., 2020).

 

Tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa hakikat hidup bangsa Indonesia adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan perjuangan yang didorong oleh keinginan luhur untuk mencapai dan mengisi kemerdekaan.

Adapun yang menjadi keinginan luhur tersebut yakni : (1) neagara Indonesia yang merdeka, (2) bersatu, berdaulat, adil dan makmur, (3) memajukan kesejahteraa umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadai dan keadilan sosial. Sehingga, dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa realitas juga tidak bersifat diberi, tetapi juga “mewujud” sebagaimana manusia dan alam semesta “mewujudkannya” (Rasyidin dkk., 2020).

 

2.4.2 Hakikat Manusia

Hakikat manusia dalam filsafat pendidikan berdasarkan Pancasila yakni manusia merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusia adalah kesatuan jasmani-rohani yang hidup dalam ruang dan waktu, memiliki kesadaran dan penyadaran diri, mempunyai berbagai kebutuhan, dibekali naluri dan nafsu, serta memiliki tujuan hidup. Sejalan dengan hal tersebut, manusia juga memiliki potensi untuk mampu berpikir (cipta), berperasaan (rasa), berkemauan (karsa), dan berkarya. Adapun dalam eksistensinya manusia berdimensi individualistis/personalitas, sosialitas, kultural, moralitas dan religious. Semua itu menunjukkan dimensi interaksi atau komunikasi (vertical atau horizontal), historis dan dinamika (Rasyidin dkk., 2020).

 

Pancasila mengajarkan bahwa eksistensi manusia bersifat monopluralis tetapi bersifat integral, artinya bahwa manusia serba dimensi itu hakikatnya adalah satu kesatuan utuh. Pancasila menganut asas Ketuhanan Yang Maha esa; manusia diyakini sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, mendapat panggilan tugas dari-Nya, dan harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa (aspek religius); asas mono-dualisme; manusia adalah kesatuan jasmani-rohani, pribadi atau individual serta insan sosial; asas mono-plurarisme; meyakini keragaman manusia, tetapi tetap satu kesatuan yakni bangsa Indonesia (Bhineka Tunggal Ika); asas nasionalisme; ungkapan dari cinta terjadap tanah air; asas internasionalisme; manusia Indonesia tidak menghapuskan keberadaan manusia lain baik sebagai pribadi, kelompok atau bangsa lain; asas demokrasi; kesamaan hak dan kewajiban menjadi dasar hubungan antara warga negara untuk mencapai tujuan bersama; asas keadilan sosial; manusia harus senantiasa menjungjung tinggi tujuan kepentingan bersama dalam membagi hasil pembudayaannya (Rasyidin dkk., 2020).

 

2.4.3 Hakikat Pengetahuan/Epistomologi

Hakikat pengetahuan dalam filsafat pendidikan berdasarkan Pancasila yakni segala pengetahuan pada hakikatnya bersumber dari sumber pertama yakni Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan menurunkan pengetahuan melalui wahyu atau berbagai hal yang ada di alam semsta termasuk hukum yang ada di dalamnya. Manusia dapat memperoleh pengetahuan dengan cara kepercayaan, berpikir, pengalaman, empiris, penghayatan dan intuisi (Rasyidin dkk., 2020).

Kebenaran pengetahuan ada yang bersifat mutlak dan ada yang bersifat relatif. Pengetahuan yang bersifat mutlak diyakini mutlak kebenarannya atas dasar keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan, kebenaran yang bersifat relatif diuji kebenarannya melalui uji konsisitensi logis dalam ide, kesesuaian dengan data atau fakta empiris, dan nilai manfaat praktisnya bagi kesejahteraan manusia dengan mengacu kepada kebenaran dan nilai yang bersifat mutlak (Rasyidin dkk., 2020).

 

2.4.4 Hakikat Nilai/Aksiologi

Hakikat nilai dalam filsafat pendidikan berdasarkan Pancasila yakni sumber pertama segala nilai hakikatnya adalah dari Tuhan Yang Maha Esa. Karena manusia adalah makhluk Tuhan, individual dan insanm sosial, maka hakikat nilai diturunkan dari Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat dan individu (Rasyidin dkk., 2020).

 

Dengan demikian, implikasi dari konsep filsafat umum berdasarkan Pancasila terhadap konsep pendidikan meliputi tujuan pendidikan, kurikulum/isi pendidikan, metode pendidikan dan peranan pendidik beserta peserta didik. Sejalan dengan hal tersebut, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukann dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

 

2.4.1 Tujuan Pendidikan

Pandangan Pancasila tentang hakikat realitas, manusia, pengetahuan dan hakikat nilai mengimplikasikan bahwa Pendidikan sebaiknya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik supaya menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Rasyidin dkk.,2020).

 

2.4.2 Kurikulum/Isi Pendidikan

Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan : (1) peningkatan iman dan takwa, (2) peningkatan akhlak mulia, (3) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat pesera didik, (4)

keragaman potensi daerah dan lingkungan, (5) tuntutan pembangunan daerah dan nasional, (6) tuntutan dunia kerja, (7) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (8) agama, (9) dinamika perkembangan global, dan (10) persatuan nasioanl dan nilai-nilai

kebangsaan. Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud di atas diatur lebih lanjut dalam dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 36 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional) (Rasyidin dkk., 2020).

 

2.4.3 Metode Pendidikan

Berbagai metode pendidikan yang ada di Indonesia merupakan alternatif untuk diaplikasikan. Karena, tidak ada satu metode mengajar pun yang terbaik dibanding metode lainnya dalam segala konteks praktek pendidikan. Pemilihan dan aplikasi metode pendidikan sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan yang hendak dicapai hakikat manusia atau peserta didik, karakteristik isi/materi pendidkan, dan fasilitas alat bantu pendidikan yang tersedia. Penggunaan metode pendidikan diharapkan mengacu kepada prinsip cara belajar siswa aktif (CBSA) dan sebaiknya bersifat multi metode (Rasyidin dkk., 2020).

 

2.4.4 Peranan Pendidik beserta Peserta Didik

Peranan pendidik beserta peserta didik dalam filsafat pendidikan beradasarkan Pancasila yakni sesuai dengan semboyan Tut Wuri Handayani yakni “ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso,tut wuri handayani” yang artinya pendidik harus memberikan atau menjadi teladan bagi peserta didiknya, pendidik harus mampu membangun karsa pada diri peserta didiknya dan pendidik harus memberi kebebasan atau kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri (Rasyidin dkk., 2020).

 

3.1. Simpulan

Terdapat beberapa aliran filsafat pendidikan, diantaranya yakni filsafat pragmatisme. Filsafat pendidikan pragmatisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang memandang bahwa tolak ukur dari suatu kebenaran yakni bergantung pada dampak atau manfaatnya. Sedangkan, sejalan dengan hal tersebut, Indonesia memiliki filsafat pendidikan nasionalnya sendiri, yakni Pancasila. Filsafat pendidikan berdasarkan Pancasila merupakan filsafat yang

berpusat pada nilai-nilai kebudayaan yang terkandung dalam Pancasila. Kedua filsafat ini memiliki implikasinya masing-masing terhadap konsep pendidikan. Implikasi filsafat pendidikan pragmatisme lebih berfokus terhadap manfaat yang terdapat dalam kehidupan. Sedangkan, implikasi filsafat pendidikan berdasarkan Pancasila lebih berfokus terhadap pengembangan potensi peserta didik dengan disesuaikan terhadap nilai-nilai Pancasila.

 

3.2. Saran

Setiap aliran filsafat pendidikan pastinya mempunyai ciri khasnya masinmasing. Oleh karena itu, sebaiknya sebagai calon pendidik kita harus mempelajari setiap aliran filsafat pendidikan, meskipun pada dasarnya filsafat pendidikan di negara Indonesia sudah jelas yakni Pancasila. Namun, untuk memperkokoh filsafat pendidikan yang digunakan pun supaya tidak terjerumus terhadap filsafat pendidikan lain, hendaknya kita mempelajari aliran-aliran dalam filsafat pendidikan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Anamofa, J. N. (2018). Pragmatisme Pendidikan: Belajar dari John Dewey. 39–40.

Cholid, N. (2018). Kontribusi Filsafat Pragmatisme Terhadap Pendidikan.

MAGISTRA: Media Pengembangan Ilmu Pendidikan Dasar Dan Keislaman, 4(1), 51–66. https://doi.org/10.31942/mgs.v4i1.948

Henri. (2018). Makalah filsafat pragmatisme. Angewandte Chemie Internasional Edition, 6(11), 951–952

Kristiawan, M. (2016). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Valia Pustaka.

Rasyidin, W, dkk. (2020). Landasan Pendidikan. Bandung: UPI Press Anggota

APPTI (Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia).

Semadi, Y. P. (2019). Filsafat Pancasila Dalam Pendidikan Di Indonesia Menuju Bangsa Berkarakter. Jurnal Filsafat Indonesia, 2(2), 82. https://doi.org/10.23887/jfi.v2i2.21286

Sihombing, E. A. (2015). Filsafat Pendidikan. [Online]. Diakses dari https://www.academia.edu/18954179/Makalah_Filsafat_Pendidikan