Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Legenda Pulo Majeti

 


LEGENDA PULO MAJETI

(Cerita Rakyat dari Kota Banjar)


Diceritakan pada zaman dahulu terdapat sebuah kerajaan bernama Pulo Majeti yang letaknya dikelilingi oleh pesawahan yang hijau dan indah, dekat dengan sebuah rawa dangkal yang disebut dengan Rawa Onom. Kerajaan Pulo Majeti pada zaman itu dipimpin oleh seorang raja yang gagah perkasa dan memiliki kesaktian yang tinggi bernama Prabu Selang Kuning Sulaeman Anom dan ratunya bernama Ibu Gandawati Ingkang Garwa. Ratu Gandawati merupakan putri dari Jin Kuraesin dari Negeri Ajrak.


Pertemuan Prabu Selang Kuning dengan Ratu Gandawati bermula ketika Prabu Selang kuning sedang berkeliling menunggangi Kuda Sembrani untuk memeriksa wilayah kerajaan dan rakyatnya. Dilihatnya sebuah cahaya terang yang ketika didekati ternyata cahaya itu berasal dari seorang wanita yang cantik jelita. Dalam benak Prabu Selang Kuning bertanya- tanya,


"Siapakah wanita yang cantik jelita itu?"


Karena rasa penasaran yang begitu besar, Prabu Selang Kuning kemudian mencari tahu siapakah sosok wanita yang cantik jelita itu. Akhirnya diketahuilah bahwa wanita cantik itu adalah Ratu Gandawati.


"Akhirnya aku mengetahui sosok wanita yang cantik jelita itu. Tidak lama setelah ini, akan aku lamar dan aku jadikan engkau permaisuriku." Kata Sang Prabu berkata kepada dirinya sendiri.


Keindahan dan kecantikan rupa yang dimiliki Ratu Gandawati membuat Prabu Selang Kuning tertarik untuk melamar dan menjadikannya permaisuri. Maka ditulislah surat lamaran dari Prabu Selang kuning untuk Ratu Gandawati melalui seekor Burung Caladi Bawang. Burung tersebut memiliki bulu yang indah berwarna kuning berkilau di badannya, memakai mahkota, dan pakaian kebesaran Sang Prabu. Singkat cerita, lamaran Sang Prabu pun diterima. Prabu


Selang Kuning kemudian menikah dan mempunyai seorang anak perempuan bernama Putri Nyi Mae Mayang Munah.


Pada suatu hari, ketika Sang Prabu ingin mandi untuk menghilangkan rasa lelah di badannya, beliau melepas cincin yang biasa digunakannya di dinding kamar mandi. Tanpa disadari, ada sesosok makhluk yang melihatnya dan mencuri cincin tersebut. Setelah cincin dipakai, makhluk tersebut kemudian berubah dan menjelma menjadi sosok yang mirip seperti


Prabu Selang Kuning.


"Hahahaha, cincin ini telah menjadi milikku. Aku bisa mengubah wujudku menjadi sosok yang mirip seperti dirinya." Ucap makhluk yang mencuri cincin Prabu Selang Kuning sambil tertawa.


Prabu Selang Kuning yang mengetahui cincinya hilang kemudian merasa sangat sedih. Kegagahan dan kesaktiannya pun akhimya menjadi lenyap. "Lenyap sudah kegagahan dan kesaktianku. Ke manakah hilangnya cincin milikku


itu?!" Kata Prabu Selang Kuning yang sedang bersedih karena cincin miliknya telah


hilang.


Sang Prabu kemudian pergi meninggalkan Kerajaan Pulo Majeti dengan berjalan melewati hutan-hutan menuju ke arah Selatan. Sedangkan pemerintahan Kerajaan Pulo Majeti akhirnya dilanjutkan oleh mahkluk yang menyerupai Prabu Selang Kuning. Setelah beberapa lama sejak Kerajaan Pulo Majeti dipimpin oleh makhluk yang mirip dengan Prabu Selang Kuning, terjadilah musibah yang menimpa rakyat berupa penyakit yang menyebabkan kematian, kemiskinan, dan kekacauan-kekacauan.


Setelah beberapa waktu, ada seorang Pandita dengan ketinggian ilmu yang dimilikinya melihat bahwa raja yang sekarang memimpin bukanlah Raja Selang Kuning yang sebenarnya melainkan makhluk yang menyerupai Prabu Selang Kuning. Maka dikatakanlah kepada penduduk untuk tidak melaksanakan segala perintah dari raja tersebut.


Pandita


"Wahai saudarakul janganlah kalian ikuti perintah dari raja itu! Karena ternyata dia bukanlah Prabu Selang Kuning yang sebenarnya. Dia hanyalah raja jadi-jadian!


Penduduk


"Hah?! Raja jadi-jadian?! Wahai Pandita... apakah benar yang kau katakan itu?"


Pandita


"Ya, benar... wajahnya memang mirip Prabu Selang Kuning. Tapi coba kalian perhatikan apa yang terjadi sekarang?! Keadaan menjadi sangat kacau dan terjadi bencana di mana-mana."


Orang-orang kemudian terdiam dan merenung sejenak sambil melihat keadaan di sekelilingnya banyak yang menjadi miskin dan meninggal karena penyakit. Lalu mereka


berkata, Penduduk


: "Pandita, ternyata benar apa yang kau katakan. Bencana dan kekacauan sekarang sering terjadi. Hidup kami tidak aman dan tenteram lagi. Kalau begitu kami tidak akan menuruti semua perintah dari raja palsu itul Apakah kita harus mengusirnya?"


: "Jangan! Kita biarkan raja jadi-jadian itu berpikir dan menyadari kesalahannya


sendiri!"


Pandita


Makhluk penjelmaan Prabu Selang Kuning pun menjadi gusar dan bidak, dalam bisikan hati,


"Sungguh aneh, kenapa banyak kekacauan dan bencana di sini. Padahal waktu Prabu Selang Kuning berkuasa, kerajaan aman dan makmur. Apakah ini pengaruh dari cincin yang kupakai?! Apakah karena aku mendapatkannya dengan cara mencuri? Mungkinkah aku harus membuangnya. Ya, aku akan segera membuangnyal" pikirnya.


Dilemparkanlah cincin tersebut ke arah Selatan dan kemudian jatuh di Laut Selatan. Setelah cincin itu terlepas, seketika wujudnya berubah kembali seperti semula.


Sementara itu, Prabu Selang Kuning yang mengembara hingga ke Laut Selatan bertemu dengan nelayan yang sedang menjaring ikan. Maka bellau pun berusaha membantunya. Sebagai upahnya nelayan tersebut memberi Prabu Selang Kuning ikan untuk dibawa pulang. Ketika ikan itu disembelih hendak dimasak, Sang Prabu menemukan cincinnya


yang hilang ada di dalam perut ikan itu, Lalu dipakailah cincin itu sehingga membuat kegagahan dan kesaktiannya kembali seperti semula.


Setelah itu Prabu Selang Kuning kembali ke Kerajaan Pulo Majeti mendampingi kembali Ibu Ratu Gandawati. Keadaan kerajaan dan rakyatnya pun aman dan tenteram kembali. Bertahun-tahun kemudian, Prabu Selang Kuning merasa sudah saatnya untuk menurunkan tahta kepada anak cucunya termasuk meninggalkan cincin kebesarannya. Cincin tersebut dinamakan cincin "Ampal Fatullah". Menurut cerita, cincin tersebut menjadi rebutan sebelum akhirnya dimiliki oleh Syekh Syarif Hidayatullah.


Pesan Moral/Hikmah Cerita:


Siapapun bisa mendapatkan ilmu, pangkat, jabatan, kekayaan, kendaraan, dan kebesaran yang diinginkan. Akan tetapi semua itu harus didapatkan dengan cara yang baik, sungguh- sungguh serta diridhoi Allah SWT.


Diadaptasi dari buku Sejarah Galuh Ciamis Bagian ke-7: Legenda Situs Pulo Majeti karya H. Djaja Sukardja.