Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Karakteristik Siswa dan Pembelajaran IPS

 


KARAKTERISTIK SISWA DAN PEMBELAJARAN IPS DI KELAS AWAL

 

Perkembangan individu merupakan sesuatu yang kompleks, artinya banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan sama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan anak tersebut. Banyaknya aspek yang dibicarakan dalam membahas masalah perkembangan menyebabkan banyaknya istilah dan konsep yang digunakan.

 

Begitu pula banyaknya pandangan dan teori dalam menjelaskan fenomenafenomena perkembangan anak membuat semakin kayanya pengetahuan tentang perkembangan anak. Sebagai seorang guru, Anda perlu mempelajari dan memahami dengan baik tentang pertumbuhan dan perkembangan anak agar dapat mengatasi masalah pendidikan dan pembelajaran yang terjadi di kelas Anda secara tepat, serta implikasi masingmasing karakteristik terhadap penyelenggaraan pendidikan. Mata kuliah ini membahas tentang perkembangan peserta didik dan penerapannya dalam pelaksanaan pembelajaran. Untuk mencapai kompetensi tersebut, Anda sebagai seorang guru wajib mengkaji berbagai aspek perkembangan peserta didik, di antaranya hakikat pertumbuhan dan perkembangan, karakteristik, dan perbedaan individu yang meliputi aspek fisik, motorik, emosi, sosial, kognitif, bahasa, nilai moral, dan sikap, kebutuhan individu, perbedaan pendidikan bagi anak normal dan anak berkelainan, serta implikasi karakteristik dan kebutuhan anak terhadap penyelenggaraan pendidikan.

 

Diharapkan setelah mempelajari mata kuliah ini Anda akan dapat:

1. Menjelaskan hakikat pertumbuhan dan perkembangan Peserta Didik;

2. Menjelaskan karakteristik dan kebutuhan peserta didik usia sekolah dasar;

3. Menjelaskan implikasi karakteristik peserta didik terhadap Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.

 

KARAKTERISTIK SISWA DAN PEMBELAJARAN IPS DI KELAS AWAL

Memaknai Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik

Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

Kehidupan manusia dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Mulai dari saat dilahirkan. Meskipun ketika lahir berbekal seperangkat keterampilan minimal, melalui interaksi dengan lingkungan (orang tua, saudara, orang dewasa lain, dan objek-objek yang ada di sekitarnya) tapi terus menyempurnakan diri, terus
mengalami perubahan fisik baik dalam hal ukuran maupun proporsinya. Kemudian sejalan dengan perubahan struktur fisik, perilaku dan keterampilan yang semakin beraneka. Dalam hal perilaku motorik, misalnya mulai dari hanya bisa berbaring, kemudian mampu bergulir, menelungkup, duduk, merangkak,
berdiri, berjalan,dan akhirnya berlari.

 

Ilustrasi di atas memperlihatkan adanya proses perubahan yang dialami oleh anak manusia yang disebut dengan perkembangan (development). Perkembangan adalah pola perubahan individu yang berawal pada masa konsepsi dan terus berlanjut sepanjang hayat. Namun tidak setiap perubahan yang dialami organisme atau individu itu merupakan perkembangan. Perkembangan individu merupakan pola gerakan atau perubahan yang secara dinamis dimulai dari pembuahan atau konsepsi dan terus berlanjut sepanjang siklus kehidupan manusia yang terjadi akibat dari kematangan dan pengalaman (Hurlock, 1991; Rice, 2002).

 

Di bawah ini akan diuraikan perubahan yang berhubungan dengan perkembangan

Pertama, perubahan dalam arti perkembangan terutama berakar pada unsur biologis. Pengalaman-pengalaman atau aktivitas-aktivitas khusus anak dapat menimbulkan perubahan pada diri yang bersangkutan. Misalnya, seorang anak yang berlatih menari menjadi terampil menari; anak yang belajar matematika atau berhitung menjadi mahir dalam mengerjakan soal-soal hitungan. Perubahan-perubahan semacam itu bukan merupakan perkembangan, melainkan lebih merupakan perubahan dalam arti belajar, yakni perubahan yang lebih singkat dan merupakan fungsi langsung dari pengalaman-pengalaman khusus yang diupayakan. Perubahan dalam arti perkembangan lebih berkaitan dengan fungsi waktu dan kematangan biologis sehingga terjadi dalam periode yang lebih lama dan bersifat umum, tidak terkait dengan peristiwa atau pengalaman khusus tertentu.

 

Kedua, perkembangan dapat mencakup perubahan baik dalam struktur maupun fungsi atau perubahan fisik maupun psikis. Perubahan dalam struktur lajimnya merujuk kepada perubahan fisik baik dalam hal ukuran maupun bentuknya (seperti perubahan lengan, kaki, otot, jaringan syaraf, atau bagianbagian tubuh lainnya), sedangkan perubahan fungsi mengacu kepada perubahan dalam hal aktivitas yang secara inheren terdapat dalam struktur fisik tersebut (seperti kelenturan otot, keterampilan bergerak, kemampuan berfikir, reaksireaksi  emosional, dan perubahan-perubahan sejenis lainnya). Dengan kata lain, perubahan struktur mengacu kepada perubahan wujud jasadnya, sedangkan perubahan fungsi mengacu kepada perubahan aspek mental atau aktivitas yang ditimbulkan sehubungan dengan adanya perubahan dalam jasad tersebut.

 

Ketiga, perubahan dalam arti perkembangan bersifat terpola, teratur, terorganisasi, dan dapat diprediksi. Ini berarti bahwa secara normal, perkembangan individu mengikuti pola-pola tertentu yang sudah dapat diketahui dan diperkirakan. Misalnya, seorang anak akan bisa duduk setelah bisa menelungkup, akan merangkak setelah duduk, dan akan berjalan setelah merangkak.

 

Keempat, perkembangan dapat bersifat unik bagi setiap individu. Santrock & Yussen (1992, hlm.17) menyatakan bahwa: “each of us develops in certain ways like all other individual, like some other individuals, and like no other individuals”. Masing-masing kita berkembang dalam cara-cara tertentu seperti semua individu yang lain, seperti beberapa individu yang lain dan seperti tak ada individu yang
lain. Di samping adanya kesamaankesamaan umumdalam pola-pola perkembangan yang dialami oleh setiap individu, terjadinya variasi individual dalam perkembangan anak bisa terjadi pada setiap saat. Hal ini terjadi karena perkembangan itu sendiri merupakan suatu proses perubahan yang kompleks, melibatkan berbagai unsur yang saling berpengaruh satu sama lain.

 

Kelima, perubahan dalam arti perkembangan terjadi secara bertahap dalam jangka waktu yang relative lama. Maksudnya bahwa perubahan dalam arti perkembangan bukan merupakan perubahan yang sifatnya sesaat, melainkan terjadi dalam suatu proses yang berlangsung secara berkelanjutan dalam waktu yang relative lama.

 

Keenam, perubahan dalam arti perkembangan dapat berlangsung sepanjang hayat dari mulai sejak masa konsepsi hingga meninggal dunia. Perkembangan tidak hanya terbatas sampai dengan masa remaja, melainkan dapat berlanjut terus hingga seseorang meninggal dunia. Ini juga berarti bahwa perubahan dalam arti perkembangan tidak hanya mencakup proses pertumbuhan, pematangan, dan penyempurnaan, melainkan juga mencakup proses penurunan dan perusakan. Jadi perkembangan dapat didefinisikan sebagai pola perubahan organism (individu) baik dalam struktur maupun fungsi (fisik maupun psikis) yang terjadi secara teratur dan terorganisasi serta berlangsung sepanjang hayat (Ernawulan, 2008).

 

Selain itu istilah perkembangan, ada istilah lain yang sering dipertukarkan penggunaannya, yaitu istilah pertumbuhan. Istilah pertumbuhan juga mengandung arti sebagai pola perubahan yang dialami oleh individu. Dalam kenyataannya, kedua proses perubahan ini perkembangan dan pertumbuhan emang sulit dipisahkan satu sama lain. Namun untuk kepentingan penjelasan dua istilah tersebut dapat dibedakan. Pertumbuhan dan perkembangan adalah dua istilah yang selalu digunakan dalam psikologi. Secara umum kedua istilah ini memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya kedua berkaitan dengan perubahan pada diri individu. Perbedaannya pada jenis perubahan yang terjadi.

 

Pertumbuhan merupakan perubahan yang terjadi secara kuantitatif yang meliputi peningkatan ukuran dan struktur. Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel organ maupun individu yang bisa diukur dengan berat, ukuran panjang, umur tulang, dan keseimbangan metabolik. Pertumbuhan adalah suatu proses bertambahnya jumlah sel tubuh suatu organism yang disertai dengan pertambahan ukuran, berat, serta tinggi yang bersifat irreversible (tidak dapat kembali pada keadaan semula). Pertumbuhan lebih bersifat kuantitatif, di mana suatu organisme yang kecil menjadi lebih besar seiring dengan pertambahan waktu. Perkembangan adalah bertambah kemampuan atau skill dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan.

 

Tabel 1. Perbedaan Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan

Perkembangan

Pertumbuhan merujuk kepada perubahan khususnya aspek fisik

Perkembangan berkaitan dengan organisma sebagai keseluruhan

Pertumbuhan merujuk kepada per ubahan dalam ukuran yang meng hasilkan pertumbuhan sel atau peningkatan hubungan antar sel

Perkembangan merujuk pada kematangan struktur dan fungsi

 

Pertumbuhan merujuk kepada perubahan kuantitatif

Perkembangan merujuk perubahan kuantitatif dan kualitatif

Pertumbuhan tidak berlangsung seumur hidup

Perkembangan merupakan proses yang berkelanjutan

Pertumbuhan mungkin membawa atau tidak membawa perkembangan

Perkembangan mungkin terjadi tanpa pertumbuhan

Sumber: Masganti (2012)

 

2. Prinsip-prinsip Perkembangan

Ada tiga faktor dominan yang mempengaruhi proses perkembangan individu yaitu, faktor pembawaan (Heredity) yang bersifat alamiah (Nature), faktor lingkungan (Invironment) yang merupakan kondisi yang memungkinkan berlangsungnya proses perkembangan dan faktor waktu yaitu saat – saat tibanya masa peka atau kematangan (Maturation), Makmun, 1996. Beberapa teori perkembangan yang relevan menurut Umam(1998) diantaranya adalah,);

 

a. Teori Nativisme.

Kaum nativisme (Schopenhouer) ini berpendirian bahwa perkembangan anak ditentukan oleh pembawaannya sedangkan pengaruh lingkunan hidupnya hanya sedikit saja. Baik buruknya perkembangan anak sepenuhnya tergantung pada pembawaannya.

 

b. Teori Empirisme.

Kaum empiris (John Locke) berpendirian bahwa perkembangan anak sepenuhnyatergantung pada faktor lingkungan, sedang faktor bakat tidak ada pengaruhnya. Dasar pikiran yang digunakan ialah bahwa pada waktu dilahirkan jiwa anak dalam keadaan suci, bersih seperti kertas putih yang belum ditulisi sehingga dapat ditulisi menurut kehendak penulisnya. Pendapat ini terkenal dengan nama teori tabularasa.

 

c. Teori Konvergensi.

Teori ini merupakan perpaduan antara pandangan nativisme dan empirisme yang keduanya dipandang sangat berat sebelah. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan anak dihasilkan dari kerja sama antara kedua faktor yaitu pembawaan dan lingkungan. Seorang anak pada waktu dilahirkan telah membawa potensi yang akan berkembangang maka lingkungan yang memungkinkan potensi – potensi tersebut berkembangan dengan baik.

 

d. Teori Rekapitulasi.

Menurut teori rekapitulasi perkembangan individu merupakan ulangan dari perkembangan sejenisnya. Teori rekapitulasi dikemukakan oleh Stanley Hall. Sebagai pakar biologi dia berpendapat bahwa perkembangan jasmani individu merupakan ulangan dari pertumbuhan jenisnya.

 

e. Teori Naturalisme.

Teori natularisme dipelopori oleh J.J. Rousseau. Menurutnya manusia pada dasarnya baik ia jadi buruk dan jahat karena pengaruh kebudayaan. Maka dari itu ia menganjurkan supaya kembali kepada alam dan menjauhkandiri dari pengaruh kebudayaan. Pendidikan yang baik ialah memberi kebiasaan kepada anak untuk berkembang menurut kodrat yang baik. Dalam pendidikan guru tidak boleh menghukum tetapi hukuman harus diberikan oleh alam sendiri. Teori yang dikemukakan oleh J.J. Rousseau berkaitan dengananak dalam kontek pendidikan adalah lemah sebab tidak semua kebudayaan memberi pengaruh baik.

 

f. Tut Wuri Handayani

Melihat pesan dalam kata “Tut Wuri Handayani” yakni “Tut Wuri” berarti mengikuti dari belakang, dan “Handayani” berarti mendorong, memotivasi atau membangkitkan semangat maka dapat disimpulkan bahwa aliran ini mengakui akan adanya pembawaan, bakat ataupun potensi – potensi yang ada pada anak sejak dilahirkan. Dengan kata “Tut wuri” berarti pendidik diharapkan dapat melihat, menemukan, dan memahami bakat atau potensi - potensi apa yang timbul dan terlihat pada anak didik untuk selanjutnya dapat dikembangkan dengan memberikan motivasi atau dorongan kearah pertumbuhan yang sewajarnya dari potensi – potensi tersebut.

 

3. Aspek-Aspek Perkembangan

Perkembangan sebenarnya tidak terjadi dalam kotak yang terpisah-pisah namun untuk menyederhanakan dan mempermudah pembahasan, perkembangan sering dibagi ke dalam beberapa aspek. Sebagai contoh, Dodge, Colker, dan Heroman (2002) membagi area perkembangan ke dalam empat aspek, yaitu aspek
sosial
-emosional, aspek fisik, aspek kognitif, dan aspek bahasa. Dalam pendidikan di Indonesia, ada enam aspek yang menjadi fokus program pengembangan, yaitu aspek pengembangan fisik, bahasa, kognitif, sosial-emosional, seni, serta moral dan nilai-nilai agama (Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, 2002). Secara umum, para ahli Berk (2009) membaginya menjadi aspek fisik, kognitif, serta emosional dan sosial. Hal itu juga kurang lebih serupa dengan Papalia dkk. (2009) yang membagi aspek-aspek perkembangan ke dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Bahasan selengkapnya mengenai aspek-aspek ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian lain di modul selanjutnya.

 

B. Karakteristik Dan Kebutuhan Peserta Didik Usia Sekolah Dasar.

Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral. Peserta didik menjadi okok persolan dan tumpuan perhatian dalam semua proses transformasi yang disebut pendidikan. Sebagai salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan, peserta didik sering disebut sebagai bahan mentah (Raw Material). Dalam perspektif pedagogis peserta didik diartikan seabagai sejenis mahkluk ”Homo Educandum”, makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam pengertian ini peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang bersifat laten
sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk mengaktualisasikannya agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap. Dalam perspektif psikologis peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing – masing. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya (Desmita, 2012) . Ciri khas seorang peserta didik yang perlu dipahami oleh seorang pendidik ialah sebagai berikut Tirtaraharja dan Lasula (2000) ;

 

1. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.

2. Individu yang sedang berkembang.

3. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.

4. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri

 

Pembelajaran di sekolah dasar terbagi menjadi dua bagian yaitu pembelajaran untuk siswa kelas rendah dan pembelajaran untuk siswa kelas tinggi. Pembelajaran untuk siswa kelas rendah merupakan pembelajaran yang dilaksanakan untuk siswa yang berada pada kelas 1, 2 dan 3 sedangkan proses pembelajaran yang untuk siswa kelas tinggi yaitu untuk siswa yang berada pada kelas 3,4 dan 5. Meskipun siswa sekolah dasar berada pada fase perkembangan yang sama namun ada perbedaan-perbedaan yang harus diketahui oleh guru sekolah dasar agar dapat menyusun pembelajaran yang sesuai. Terutama pada
siswa kelas rendah. Siswa kelas rendah merupakan masa transisi pembelajaran dasar siswa. Sehingga guru harus dapat dipastikan untuk dapat mendesain
pembelajaran yang dapat meningkatkan semangat dan motivasi siswa. Oleh sebab itu perlunya guru memahami karakteristik siswa kelas rendah. Maka tujuan dari
penulisan artikel ini adalah untuk memberikan informasi kepada guru sekolah dasar mengenai karakteristik siswa kelas rendah sekolah dasar agar guru dapat mengembangkan pembelajaran yang bermakna kepada siswa. Pada anak usia kelas rendah ini akan terjadi pengembangan keterampilan.

 

Keterampilan yang dikembangkan yaitu keterampilan social-help skills dan keterampilan play skill. Social-help skills berfungsi untuk mengembangkan keterampilan membantu siswa seperti membantu orang lain, (Daree et al, 2016). Social-help skills akan mampu menciptakan suasana perasaan siswa menjadi lebih berharga dan merasa lebih berguna sehingga pada fase ini siswa akan lebih menyukai pembelajaran yang bersifat kooperatif. Pada fase ini siswa kelas rendah juga telah menampakan keakuanya seperti jenis kelamin, bersahabat, berbagi, mandiri dan mampu berkompetisi dengan kawan sebaya. Untuk play skill berkaitan dengan kemampuan motorik siswa seperti berlari, menangkap, melempar dan bermain keseimbangan, (Coplan et al, 2010; Yanardag et al, 2013; Beslar et al, 2016).

 

Siswa yang memiliki keterampilan ini dapat melakukan penyesuaian terhadap lingkungannya. Pada fase ini siswa mampu untuk melompat, bermain sepatu roda, menangkap bola dan mengkoordinasikan antara
gerakan tangan dengan mata seperti kegiatan menggunting. Pertumbuhan fisik siswa kelas rendah telah mencapai tingkat kematangan. Siswa mampu mengkoordinasikan kesimbangan tubuh. Pada perkembangan emosional, siswa kelas rendah mampu untuk dapat mengontrol emosi, berekpresi, mampu menentukan hal yang benar dan yang salah serta mampu untuk dapat berpisah dengan orang tua. Untuk perkembangan kognitif siswa kelas rendah dapat dilihat dari kemampuan siswa untuk mengelompokan obyek, melakukan seriasi, banyaknya kosa kata, sudah mulai berminat terhadap tulisan angka, aktif berbicara dan telah mengetahui makna sebab dan akibat.

 

Pada proses pembelajaran, guru memiliki tanggung jawab yang besar terhadap penciptaan stimulus dan respon yang sesuai lingkungan. Siswa kelas rendah merupakan siswa yang memerlukan perhatian yang lebih banyak dikarenakan siswa masih lemah dalam berkonsentrasi, (Helsa and Kenedi, 2019).Sehingga guru kelas rendah harus mampu mengembangkan proses pembelajaran yang menarik dan efektif. Proses pemahaman terhadap objek ini didapatkan dari hasil asimiliasi dan akomodasi. Proses asimilasi merupakan proses yang menghubungkan konsep dengan objek yang ada di pikiran sedangkan proses akomodasi merupakan proses menafsirkan objek melalui konsep yang sudah ada dipikiran. Proses ini apabila berlangsung maka akan terciptanya keseimbangan antara pengetahuan baru dan pengetahua lama. Melalui proses ini siswa kelas rendah akan membangun pengetahuanya melalui proses interaksi dengan lingkungan secara bertahap. Maka dapat diambil informasi bahwa lingkungan berpengaruh terhadap
pembentukan pola pikir dan prilaku siswa belajar.

 

Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat dilihat bahwa perkembangan berpikir siswa kelas rendah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

A. Pembelajaran kongkrit Pembelajaran kongrit memiliki makna bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan disesuaikan dengan hal-hal yang bersifat kongrit. Artinya bahwa pembelajaran yang dilaksanakan harus dapat diraba, dilihat, didengar dan diotak atik. Bahwa bendra konkrit yang dimanfaatkanditekankan kepada lingkungan sebagai sumber belajar. Menjadi lingkungansebagai sumber belajar akan menjadi pembelajaran lebih bernilai dan bermakna. Hal ini dikarenakan siswa kelas rendah akan dihadapkan dengan situasi yang nyata, alami dan lebih faktual sehingga siswa lebih dapat menemukan kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan.

 

B. Pembelajaran bersifat integratif Pada siswa usia kelas rendah sekolah dasar memandang bahwa suatu pembelajaran sebagai suatu yang utuh. Siswa belum mampu untuk membedakan konsep pelajaran seperti kajian IPA, IPS maupun bahasa. Siswa pada tahapan ini memandang pembelajaran sebagai satu kesatuan. Proses inilah yang disebut denga berpikir deduktif.

 

C. Hierarkis Pada tahapan ini, siswa kelas rendah sekolah dasar belajar dari halhal yang sederhana menuju hal-hal yang lebih kompleks. Sehingga pada masa ini anak kelas rendah harus dibelajarkan. Dengan karakteristik siswa yang telah diuraikan seperti di atas, guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan baik, menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi anak.

 

Dengan demikian, bahan ajar sebaiknya dibuat sendiri oleh guru agar lebih menarik serta lebih konstektual dengan situasi dan kondisi sekolah maupun lingkungan sosial budaya peserta didik. Namun, saat ini masih jarang guru yang membuat bahan ajar sendiri, sebagian besar guru masih menggunakan bahan ajar yang beredar di pasaran, Siswa yang di tingkat sekolah dasar cenderung memiliki tingkat berpikir konkret. Untuk itu guru perlu memanfaatkan media yang dapat memberikan pengalaman belajar yang bersifat nyata kepada siswa. Untuk menghadapi kelas dengan siswa yang sangat variatif, maka cara yang dapat dilakukan oleh guru adalah melakukan aktivitas pembelajaran yang bersifat umum yang dapat diterima oleh semua siswa yang terdapat di kelas.

 

C. Implikasi Karakteristik Peserta Didik Terhadap Pembelajaran IPS Di Sekolah Dasar

Manusia pada umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya. Perkembangan tersebut dimulai sejak masa konsepsi hingga akhir hayat. Ketika individu memasuki usia sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua belas tahun, individu dimaksud sudah dapat disebut sebagai peserta didik yang akan berhubungan dengan proses pembelajaran dalam suatu sistem pendidikan. Cara pembelajaran yang diharapkan harus sesuai dengan tahapan perkembangan anak, yakni memilki karakteristik sebagai berikut:

 

1.     Programnya disusun secara

fleksibel dan tidak kaku serta memperhatikan perbedaan individual anak

2. Tidak dilakukan secara monoton, tetapi disajikan secara variatif melalui banyak aktivitas

3. Melibatkan penggunaan berbagai media dan sumber belajar sehingga memungkinkan anak terlibat secara penuh dengan menggunakan berbagai proses perkembangannya (Hasbullah, 2009, hlm. 57).

 

Berikut ini juga merupakan beberapa implikasi prinsip-prinsip (hukum) perkembangan terhadap pendidikan, yaitu:

1. Pengembangan (penyusunan, pemilihan, penggunaan) materi, strategi, metodologi, sumber, evaluasi belajar mengajar hendaknya memperhatikan periode perkembangan peserta didik.

2. Program (kurikulum) belajar mengajar disusun secara bertahap dan berjenjang sesuai dengan tahapan prkembangan peserta didik, ketentuannya seperti:

 

a. Dari sederhana menuju yang kompleks.

b. Dari mudah menuju sukar.

c. Sistem belajar mengajar diorganisasikan agar terlaksana prinsip mastery learning (belajar tuntas) dan continous progress (maju berkelanjutan)

d. Sampai batas tertentu, program dan strategi belajar mengajar seyogianya dikembangkan dan diorganisasikan perlakuan (intervensi) yang dapat merangsang dan mempercepat laju perkembangan peserta didik (Syamsuddin, 2004, hlm. 85).

 

Dalam merancang pendidikan, seorang pendidik seyogyanya mengerti tentang proses perkembangan peserta didik dan menyesuaikannya dengan proses tersebut, hal ini sangat urgen karena untuk mengefektifkan, mengefisienkan dan memaksimalkan pencapaian tujuan dari pendidikan tersebut.

 

DAFTAR PUSTAKA

Artikel Dr. Nurdinah Hanifah, M.Pd

Hurlock, E.(2006). Perkembangan Anak. Erlangga. Bandung.

Masganti Sit. (2012). Perkembangan Peserta Didik. Penerbit Perdana Mulya Sarana.medan

Desmita, (2012) Psikologi Perkembangan Peserta DidiK, PT. Remaja Rosdakarya:Bandung.

Makmun. (1996). Psikologi Kependidikan, Perangkat Sistem Pengajaran Modul.Remaja Rosydakarya: Bandung.

Lasula dan Umar Tirtarahardja (2000) Pengantar Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta.

Umam, C. (1998). Iktishar Psikologi Pendidikan. Surabaya: Duta Aksara Surabaya.

Purwanto, N (1994). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Rosda Karya

Muhibbin, Syah (2009). Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Hasbullah. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers

Rice, F. P & Dolgin, K. P. 2002. “The adolescent:development, relationship, and culture”, (10th ed.), Allyn & Bacon, A Pearson Education Company,MA Santrock, John W. (2014). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika.