Kontrol Diri ( Self Control) : Pengertian, Ciri-ciri, Faktor-Faktor dan Prinsip-prinsip Kontrol Diri
Kontrol
Diri ( Self Control)
Menurut
kamus psikologi (Chaplin, 2002), definisi kontrol diri atau self control adalah
kemampuan individu untuk mengarahkan tingkah lakunya sendiri dan kemampuan
untuk menekan atau menghambat dorongan yang ada. Goldfried dan Merbaum,
mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing,
mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu kearah
konsekuensi positif.
Kontrol
diri merupakan satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu
selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang
terdapat dilingkungan yang berada disekitarnya, para ahli berpendapat bahwa
kontrol diri dapat digunakan sebagai suatu intervensi yang bersifat preventif
selain dapat mereduksi efek-efek psikologis yang negative dari stressor-stresor
lingkungan. Disamping itu kontrol diri memiliki makna sebagai suatu kecakapan
individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuan
untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan
kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi (Calhoun dan
Acocela, 1990).
Dengan
mengembangkan kemampuan mengendalikan diri sebaik-baiknya, maka kita akan dapat
menjadi pribadi yang efektif, hidup lebih konstruktif, dapat menyusun tindakan
yang berdimensi jangka panjang, mampu menerima diri sendiri dan diterima oleh
masyarakat luas. Kemampuan mengendalikan diri menjadi sangat berarti untuk
meminimalkan perilaku buruk yang selama ini banyak kita jumpai dalam kehidupan
di masyarakat juga dalam tatanan kenegaraan karena banyak peristiwa yang
terjadi karena ketidakmampuan mengendalikan diri.
Pada
dasarnya sumber terjadinya self control dalam diri seseorang ada 2 (dua) yaitu:
sumber internal (dalam diri) dan eksternal (di luar diri). Apabila seseorang
dalam berperilaku cenderung mengatur perilakunya sendiri dan memiliki standar
khusus terhadap perilaku yang dipilih, memberikan ganjaran bila dapat mencapai
tujuan dan memberikan hukuman sendiri apabila melakukan kesalahan, maka hal ini
menunjukan bahwa self controlnya bersumber dari diri sendiri (internal).
Sedangkan apabila individu menjadikan orang lain atau lingkungan sebagai
standart perilaku atau penyebab terjadinya perilaku dan ganjaran atau hukuman
juga diterima dari orang lain (lingkungan), maka ini menunjukkan bahwa self
control yang dimiliki bersumber dari luar diri (eksternal).
Jenis-Jenis Kontrol Diri
Kontrol diri yang digunakan seseorang dalam
menghadapi situasi tertentu, meliputi :
1.
Behavioral control, kemampuan untuk mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang
tidak menyenangkan. Adapun cara yang sering digunakan antara lain dengan
mencegah atau menjauhi situasi tersebut, memilih waktu yang tepat untuk
memberikan reaksi atau membatasi intensitas munculnya situasi tersebut
2.
Cognitive control, kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan
dengan cara menginterpretasi, menilai dan menggabungkan suatu kejadian dalam
sutu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi
tekanan. Dengan informasi yang dimiliki oleh individu terhadap keadaan yang
tidak menyenangkan, individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan
dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subyektif atau memfokuskan
pada pemikiran yang menyenangkan atau netral.
3.
Decision control, kemampuan seseorang untuk memilih suatu tindakan berdasarkan pada
sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan
akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan
untuk memilih berbagai kemungkinan (alternative) tindakan
4.
Informational control, Kesempatan untuk mendapatkan informasi mengenai kejadian yang menekan,
kapan akan terjadi, mengapa terjadi dan apa konsekuensinya. Kontrol informasi
ini dapat membantu meningkatkan kemampuan seseorang dalam memprediksi dan
mempersiapkan yang akan terjadi dan mengurangi ketakutan seseorang dalam
menghadapi sesuatu yang tidak diketahui, sehingga dapat mengurangi stress.
5.
Retrospective control, Kemampuan untuk menyinggung tentang kepercayaan mengenai apa atau
siapa yang menyebabkan sebuah peristiwa yang menekan setelah hal tersebut
terjadi. Individu berusaha mencari makna dari setiap peristiwa yang terjadi
dalam kehidupan. Hal ini bukan berarti individu mengontrol setiap peristiwa
yang terjadi, namun individu berusaha memodifikasi pengalaman stress tersebut
untuk mengurangi kecemasan.
Ciri-ciri kontrol diri
Ciri-ciri seseorang mempunyai kontrol diri
antara lain :
1.
Kemampuan untuk mengontrol perilaku yang
ditandai dengan kemampuan menghadapi situasi yang tidak diinginkan dengan cara
mencegah atau menjauhi situasi tersebut, mampu mengatasi frustasi dan ledakan
emosi.
2.
Kemampuan menunda kepuasan dengan segera
untuk mengatur perilaku agar dapat
mencapai sesuatu yang lebih berharga atau lebih diterima oleh masyarakat
3.
Kemampuan mengantisipasi peristiwa dengan
mengantisipasi keadaan melalui pertimbangan secara objektif.
4.
Kemampuan menafsirkan peristiwa dengan
melakukan penilaian dan penafsiran suatu keadaan dengan cara memperhatikan
segi-segi positif secara subjektif
5.
Kemampuan mengontrol keputusan dengan cara
memilih suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau
disetujuinya.
Orang yang rendah kemampuan mengontrol diri
cenderung akan reaktif dan terus reaktif (terbawa hanyut ke dalam situasi yang
sulit). Sedangkan orang yang tinggi kemampuan mengendalikan diri akan cenderung
proaktif (punya kesadaran untuk memilih yang positif). Untuk mengecek sejauh
mana kita punya kemampuan mengendalikan diri, kita bisa melihat petunjuk di
bawah ini:
Faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri
1.
Kepribadian
Kepribadian mempengaruhi control diri dalam konteks bagaimana seseorang
dengan tipikal tertentu bereaksi dengan tekanan yang dihadapinya dan
berpengaruh pada hasil yang akan diperolehnya. Setiap orang mempunyai
kepribadian yang berbeda (unik) dan hal inilah yang akan membedakan pola reaksi
terhadap situasi yang dihadapi. Ada seseorang yang cenderung reaktif terhadap
situasi yang dihadapi, khususnya yang menekan secara psikologis, tetapi ada
juga seseorang yang lamban memberikan reaksi.
2.
Situasi
Situasi merupakan faktor yang berperan penting dalam proses kontrol
diri. Setiap orang mempunyai strategi yang berbeda pada situasi tertentu,
dimana strategi tersebut memiliki karakteristik yang unik. Situasi yang
dihadapi akan dipersepsi berbeda oleh setiap orang, bahkan terkadang situasi
yang sama dapat dipersepsi yang berbeda pula sehingga akan mempengaruhi cara
memberikan reaksi terhadap situasi tersebut. Setiap situasi mempunyai
karakteristik tertentu yang dapat mempengaruhi pola reaksi yang akan dilakukan
oleh seseorang.
3.
Etnis
Etnis atau budaya mempengaruhi kontrol diri dalam bentuk keyakinan atau
pemikiran, dimana setiap kebudayaan tertentu memiliki keyakinan atau nilai yang
membentuk cara seseorang berhubungan atau bereaksi dengan lingkungan. Budaya
telah mengajarkan nilai-nilai yang akan menjadi salah satu penentu terbentuknya
perilaku seseorang, sehingga seseorang yang hidup dalam budaya yang berbeda
akan menampilkan reaksi yang berbeda dalam menghadapi situasi yang menekan,
begitu pula strategi yang digunakan.
4.
Pengalaman
Pengalaman akan membentuk proses pembelajaran pada diri seseorang.
Pengalaman yang diperoleh dari proses pembelajaran lingkungan keluarga juga
memegang peran penting dalan kontrol diri seseorang, khususnya pada masa
anak-anak. Pada masa selanjutnya seseorang bereaksi dengan menggunakan pola fikir
yang lebih kompleks dan pengalaman terhadap situasi sebelumnya untuk melakukan
tindakan, sehingga pengalaman yang positif akan mendorong seseorang untuk
bertindak yang sama, sedangkan pengalaman negatif akan dapat merubah pola
reaksi terhadap situasi tersebut.
5.
Usia
Bertambahnya usia pada dasarnya akan diikuti dengan bertambahnya
kematangan dalam berpikir dan bertindak. Hal ini dikarenakan pengalaman hidup
yang telah dilalui lebih banyak dan bervariasi, sehingga akan sangat membantu
dalam memberikan reaksi terhadap situasi yang dihadapi. Orang yang lebih tua
cenderung memiliki control diri yang lebih baik dibanding orang yang lebih
muda.
Prinsip-prinsip dalam mengendalikan diri
Prinsip kemoralan.
Setiap agama pasti mengajarkan moral yang
baik bagi setiap pemeluknya, misalnya tidak mencuri, tidak membunuh, tidak
menipu, tidak berbohong, tidak mabuk-mabukan, tidak melakukan tindakan asusila
maupun tidak merugikan orang lain. Saat ada dorongan hati untuk melakukan
sesuatu yang negatif, maka kita dapat bersegera lari ke rambu-rambu kemoralan.
Apakah yang kita lakukan ini sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai moral
dan agama? Saat terjadi konflik diri antara ya atau tidak, mau melakukan atau
tidak, kita dapat mengacu pada prinsip moral di atas.
Prinsip kesadaran.
Prinsip ini mengajarkan kepada kita agar
senantiasa sadar saat suatu bentuk pikiran atau perasaan yang negatif muncul.
Pada umumnya orang tidak mampu menangkap pikiran atau perasaan yang muncul,
sehingga mereka banyak dikuasai oleh pikiran dan perasaan mereka. Misalnya
seseorang menghina atau menyinggung kita, maka kita marah. Nah, kalau kita
tidak sadar atau waspada maka saat emosi marah ini muncul, dengan begitu cepat,
tiba-tiba kita sudah dikuasai kemarahan ini. Jika kesadaran diri kita bagus
maka kita akan tahu saat emosi marah ini muncul, menguasai diri kita dan
kemungkinan akan melakukan tindakan yang akan merugikan diri kita dan orang
lain. Saat kita berhasil mengamati emosi maka kita dapat langsung menghentikan
pengaruhnya. Jika masih belum bisa atau dirasa berat sekali untuk mengendalikan
diri, maka kita dapat melarikan pikiran kita pada prinsip moral.
Prinsip perenungan.
Ketika kita sudah benar-benar tidak tahan
untuk meledakkan emosi karena amarah dan perasaan tertekan, maka kita bisa
melakukan sebuah perenungan. Kita bisa menanyakan pada diri sendiri tentang
berbagai hal, misalnya apa untungnya saya marah, apakah benar reaksi saya
seperti ini, mengapa saya marah atau apakah alasan saya marah ini sudah benar.
Dengan melakukan perenungan, maka kita akan cenderung mampu mengendalikan diri.
Secara sederhana dapat digambarkan bahwa saat emosi aktif maka logika kita
tidak jalan, sehingga saat kita melakukan perenungan atau berpikir secara
mendalam maka kadar kekuatan emosi atau keinginan kita akan cenderung menurun.
Prinsip kesabaran.
Pada dasarnya emosi kita naik – turun dan
timbul, tenggelam. Emosi yang bergejolak merupakan situasi yang sementara saja,
sehingga kita perlu menyadarinya bahwa kondisi ini akan segera berlalu seiring
bergulirnya waktu. Namun hal ini tidaklah mudah karena perlu adanya kesadaran
akan kondisi emosi yang kita miliki saat itu dan tidak terlalu larut dalam
emosi. Salah satu cara yang perlu kita gunakan adalah kesabaran, menunggu
sampai emosi negatif tersebut surut kemudian baru berpikir untuk menentukan
respon yang bijaksana dan bertanggung jawab (reaksi yang tepat).
Prinsip pengalihan perhatian.
Situasi dan kondisi yang memberikan tekanan
psikologis sering menghabiskan waktu, tenaga dan pikiran yang cukup banyak bagi
seseorang untuk menghadapinya. Apabila berbagai cara (4 prinsip sebelumnya)
sudah dilakukan untuk berusaha menghadapi namun masih sulit untuk mengendalikan
diri, maka kita bisa menggunakan prinsip ini dengan menyibukkan diri dengan
pikiran dan aktifitas yang positif. Ketika diri kita disibukkan dengan pikiran
positif yang lain, maka situasi yang menekan tersebut akan terabaikan. Begitu
pula manakala kita menyibukkan diri dengan aktifitas lain yang positif, maka
emosi yang ingin meledak akibat peristiwa yang tidak kita sukai tersebut akan
menurun bahkan hilang. Saat kita berhasil memaksa diri memikirkan hanya hal-hal
yang positif maka emosi kita akan ikut berubah kearah yang positif juga.