Self-Efficacy : Pengertian, Sumber, Proses Mempengaruhi, Dimensi, Klasifiasi, Faktor-faktor
Self-Efficacy
Pengertian Self-efficacy
Teori self-Efficacy
dikenalkan oleh Albert
Bandura. Self-Efficacy ini mempunyai peranan penting untuk pengaturan
motivasi individu. Self-Efficacy juga merupakan
keyakinan individu terhadap kemampuan dirinya dalam menghadapi suatu tugas.
Baron, R.A. dan Byrne, D. (2013, hlm. 187)
menyimpulkan bahwa “Self-Efficacy merujuk
pada keyakinan individu bahwa ia mampu mengerjakan tugas, mencapai sebuah
tujuan, atau mengatasi sebuah hambatan”. Self-Efficacy
yang tinggi membuat individu merasa siap dalam menghadapi tugas yang ada
demi mencapai suatu tujuan.
Bandura (1993) (dalam Qudsyia, 2016)
mengemukakan bahwa “Self-efficacy
akan mempengaruhi individu dalam perasaan, berpikir, individu yang bermotivasi
diri sendiri, dan dalam bertindak”. Dengan adanya self-efficacy pada diri individu,
maka individu tersebut akan melihat suatu tugas sebagai sesuatu yang harus
diselesaikan, bukan hanya melihatnya sebagai masalah yang berat. Self-efficacy
mempengaruhi pilihan tindakan yang akan dilakukan, besarnya usaha dan ketahanan
ketika berhadapan dengan hambatan atau kesulitan. Gumantara (2017) menyebutkan:
Self-efficacy menggambarkan usaha yang dilakukan untuk mencapai
tujuan tertentu, hal tersebut menggambarkan seberapa keras usaha yang dilakukan
dan menggambarkan seberapa yakin dalam mencapai tujuan sedangkan optimisme
adalah suatu perasaan yang timbul dari dalam diri berupa kecenderungan
kepercayaan mengharapkan hasil yang baik dari apa yang ia kerjakan.
Individu dengan tingkat self-efficacy yang tinggi akan membuat
rencana yang memungkinkan dirinya dapat menyelesaikan tugas dengan baik sesuai
dengan tujuan dari tugas tersebut. Mereka akan percaya diri dalam menyelesaikan
tugas yang ada, hal tersebut karena mereka merasa mampu untuk menyelesaikan
tugas tersebut.
Lidinillah, ddk (2013, hlm. 3) menyebutkan
bahwa “Self-efficacy merupakan suatu
keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk melaksanakan atau menyelesaikan
suatu tugas dalam situasi tertentu”. Keyakinan seperti ini merupakan penilaian
yang dibuat orang tersebut mengenai apa yang dapat dilakukannya dengan
kemampuan yang dimilikinya itu.
Dalam penelitian yang akan dilakukan
mengenai self-efficacy siswa, yaitu
seputar upaya meningkatkan keyakinan siswa pada dirinya sendiri untuk dapat
mengikuti kegiatan tari melalui
ekstrakurikuler tari.
Sumber Self-Efficacy
Terdapat sumber-sumber self-efficacy yang menurut Bandura
(1997) turut berpengaruh dalam menentukan tinggi rendahnya self-efficacy individu, yaitu sebagai berikut:
a.
Mastery experience
Beberapa kesulitan dan kemunduran dalam pengajaran manusia memiliki tujuan yang bermanfaat dalam
mengajarkan bahwa kesuksesan biasanya membutuhkan usaha yang berkelanjutan
(Bandura, 1997, hlm. 3).
Dari banyaknya pengalaman individu dalam mengatasi masalah, maka
individu tersebut akan memiliki banyak cara untuk menghindari kegagalan,
melihat dari pengalaman tersebut.
b.
Vicarious experience
Bandura (1997, hlm. 3) menyebutkan bahwa “Melihat
orang-orang yang mirip dengan diri mereka berhasil dengan upaya gigih
meningkatkan keyakinan pengamat bahwa mereka juga memiliki kemampuan untuk
menguasai kegiatan yang sesuai”.
Melihat orang lain berhasil, maka akan membuat
individu merasa dirinya pun mampu untuk menyelesaikan suatu tugas yang sama
dengan orang lain tersebut.
c.
Social persuasion
Litt dan Schunk (1988-1989) (dalam Bandura, 1997, hlm. 4) menyebutkan
bahwa orang yang dibujuk secara verbal bahwa mereka memiliki kemampuan untuk
menguasai kegiatan tertentu cenderung memobilisasi upaya yang lebih besar dan
mempertahankannya dari pada jika mereka memendam keraguan diri dan memikirkan
kekurangan pribadi ketika masalah muncul.
d.
Physiological and emosional states
Mereka mengartikan reaksi stres dan ketegangan mereka
sebagai tanda-tanda kerentanan terhadap kinerja yang buruk (Bandura, 1997, hlm.
4).
Proses-Proses yang Mempengaruhi Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997)
ada 4 proses psikologi dalam self-efficacy
yang turut berperan dalam diri manusia, yaitu:
1.
Proses Kognitif
Bandura (1997, hlm. 6) menyatakan bahwa “Fungsi utama
dari pemikiran adalah untuk memungkinkan orang meramalkan peristiwa dan
mengembangkan cara untuk mengendalikan mereka yang mempengaruhi kehidupan
mereka”. Proses kognitif itu sendiri yaitu proses berpikir yang di dalamnya
termasuk pemerolehan, pengorganisasian, dan penggunaan informasi. Kebanyakan
tindakan manusia bermula dari sesuatu yang dipikirkan terlebih dahulu.
2.
Proses Motivasi
Orang memotivasi diri mereka sendiri dan memandu
tindakan mereka secara antisipatif dengan latihan pemikiran ke depan. Mereka
membentuk keyakinan tentang apa yang bisa mereka lakukan (Bandura, 1997, hlm.
6).
3.
Proses Afeksi
Persepsi self-efficacy tentang kemampuannya mengontrol
sumber stres memiliki peranan penting dalam timbulnya kecemasaan. Individu yang
percaya akan kemampuannya untuk mengontrol situasi cenderung tidak memikirkan
hal-hal yang negatif (Bandura, 1997, hlm. 9).
4.
Proses Seleksi
Individu akan memilih aktivitas atau tugas yang sesuai
kemampuan mereka dan menghindari aktivitas atau tugas yang diluar batas
kemampuan mereka.
Bandura (1997, hlm. 11) menyebutkan bahwa “Orang yang
memiliki rasa kemanjuran rendah dalam domain tertentu menghindar dari
tugas-tugas sulit, yang mereka lihat sebagai ancaman pribadi”.
Dimensi Self-Efficacy
Menurut Bandura, A. (1997) (dalam Nurbaya, dkk,
2012) bahwa indikator pengukuran self-efficacy
yang dimiliki seseorang mengacu pada tiga dimensi yaitu magnitude/level, streght,
generality. Akan tetapi karena
alat ukur kami mengukur self efficacy di bidang akademis, maka menyesuaikan
semua dimensinya dengan konstruk yang akan kami ukur yaitu:
1.
Magnitude/Level
Menunjuk
kepada tingkat kesulitan tugas yang di yakini oleh individu untuk dapat di selesaikan.
2.
Streght
Suatu
kepercayaan diri yang ada dalam diri seseorang yang dapat ia wujudkan dalam
meraih performa tertentu.
3.
Generality
Menunjukkan
apakah keyakinan efficacy akan
berlangsung dalam domain tertentu atau berlaku dalam berbagai macam aktifitas
dan situasi.
Klasifikasi Self-Efficacy
Secara garis besar self-efficacy terbagi menjadi dua bentuk, yaitu self-efficacy tinggi dan self-efficacy rendah.
Nugrahani (2013, hlm. 19) menuliskan:
Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung
mengerjakan suatu tugas tertentu, meskipun tugas-tugas tersebut sulit dan
menganggap kegagalan sebagai akibat dari kurangnya usaha yang keras,
pengetahuan dan keterampilan. Mereka akan meningkatkan usaha mereka untuk
mencegah kegagalan yang mungkin timbul. Mereka yang gagal dalam melaksanakan
sesuatu, biasanya cepat mendapatkan kembali self-efficacy
mereka kembali setelah kegagalan tersebut. Individu yang memiliki self-efficacy yang rendah tidak berpikir
tentang bagaimana cara yang baik dalam menghadapi tugas-tugas yang sulit. Saat
menghadapi tugas yang sulit mereka mengurangi usaha mereka dan cepat menyerah.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Self-efficacy
Bandura (1997) (dalam Rahmadini, 2011,
hlm. 11) menyebutkan bahwa tinggi atau rendahnya tingkat self-efficacy pada diri individu disebabkan oleh beberapa faktor
yang mempengaruhi tingkat self-efficacy,
antara lain:
- Jenis
Kelamin
Sudah sejak lama perbedaan antara laki-laki dan perempuan selalu
dianggap memiliki jarak yang sangat jauh. Laki-laki dianggap lebih mampu
menyelesaikan tugas apapun dibandingkan perempuan. Pandangan-pandangan orang
mengenai tingkat perbedaan jenis kelamin ini bisa membuat perempuan menilai
rendah terhadap kemampuan dirinya sendiri. Hal tersebut dijelaskan pula oleh
Bandura (dalam Rahmadini, 2011, hlm. 11) bahwasanya “Terdapat perbedaan pada
perkembangan kemampuan dan kompetensi laki-laki dan perempuan. Ketika laki-laki
berusaha untuk sangat membanggakan dirinya, perempuan seringkali meremehkan
kemampuan mereka”.
- Usia
Salah satu faktor yang mempengaruhi self-efficacy
yaitu usia, dimana individu yang lebih tua akan memiliki rentang waktu dan
pengalaman yang lebih banyak dalam hal mengatasi masalah dibandingkan dengan
yang uasianya lebih muda, yang mungkin masih sedikit memiliki pengalaman dalam
peristiwa-peristiwa di kehidupannya.
- Tingkat
Pendidikan
Individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi biasanya memiliki
tingkat self-efficacy yang tinggi
pula. Karena pada dasarnya mereka yang menempuh pendidikan sampai tingkat
tinggi akan lebih banyak belajar dan lebih banyak menerima pendidika formal,
mereka juga memiliki banyak kesempatan untuk belajar mengatasi
persoalan-persoalan dalam kehidupannya, sehingga tingkat self-efficacy yang mereka miliki dikatakan lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang tingkat pendidikannya rendah.
- Pengalaman
Salah satu faktor lainnya adalah pengalaman, namun tergantung pula
dengan bagaimana individu tersebut menyikapi hasil dari pengelamannya. Bandura
(1997, hlm. 3) menyebutkan bahwa “Keberhasilan membangun keyakinan yang kuat
dalam keampuhan pribadi seseorang. Kegagalan melemahkannya, terutama jika
kegagalan terjadi sebelum rasa kemanjuran mapan.”
Individu yang memiliki tingkat self-efficacy
rendah, apabila mengalami kegagalan maka akan menganggap kegagalan tersebut
sebagai hal yang menghambat proses penyelesaian tugas selajutnya. Begitupun
sebaliknya, individu dengan self-efficacy
tinggi akan mengganggap sebuah kegagalan sebagai motivasi yang membuat dirinya
memikirkan cara lain untuk dapat menyelesaikan tugas dengan lebih baik.