Kesopanan dalam Berbahasa : Pengertian Berbahasa, Kesopanan Berbahasa, Indikator Kesopanan Berbahasa, Pembentukkan Karakter dalam Berbahasa Santun dan Faktor yang Mempengaruhi Kesopanan dalam Berbahasa
Kesopanan dalam Berbahasa
Pengertian Berbahasa
(Robert E. Owen, 1996:9). Bahasa pada
prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat untuk menunjukkan
identitas masyarakat pemakai bahasa. Bahasa memiliki fungsi utama sebagai alat
komunikasi baik verbal maupun nonverbal di dalam masyarakat. Bahasa tidak dapat
dilepaskan dari budaya dan masyarakat pemakai bahasanya sendiri.
Sedangkan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter digunakan oleh
sekelompok masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan
diri. Dari definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah alat
untuk berkomunikasi melalui lisan (bahasa primer) dan tulisan (bahasa
sekunder). Menurut Chaer (2009, hlm. 148) menjelaskan bahwa berbahasa adalah
proses mengeluarkan pikiran dan perasaan (dari otak) secara lisan dalam bentuk
kata-kata atau kalimat. Berbahasa juga berhubungan dengan berbicara, dimana
berbicara menurut Tarigan (2008, hlm. 16) menjelaskan bahwa berbicara adalah
kemampuan megucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Kesopanan Berbahasa
Fraser (dalam
Rahardi, 2005, hlm.38) menyebutkan bahwa sedikitnya terdapat empat pandangan
yang dapat digunakan untuk mengkaji masalah kesopanan dalam bertutur :
1) Pandangan kesantunan yang
berkaitan dengan norma-norma sosial (the
social-norm view). Dalam pandangan ini, kesopanan dalam bertutur ditentukan
berdasarkan norma-norma sosial dan kultural yang ada dan berlaku di dalam
masyarakat bahasa itu.
2) Pandangan yang melihat
kesopanan sebagai sebuah maksim percakapan (conversational
maxim) dan sebagai sebuah upaya penyelamatan muka (face-saving).
3) Pandangan kesopanan sebagai
tindakan untuk memenuhi persyaratan terpenuhinya sebuah kontrak percakapan (conversational contract). Jadi,
bertindak santun yang sejajar dengan bertutur yang penuh pertimbangan etika
berbahasa.
4) Pandangan kesopanan yang
keempat berkaitan dengan penelitian sosiolinguistik. Dalam pandangan ini,
kesopanan dipandang sebagai sebuah indeks social (social indexing). Indeks sosial yang demikian terdapat dalam
bentuk-bentuk referensi sosial (social reference), honorifik (honorific), dan gaya bicara (style of speaking).
Kesopanan
berbahasa dapat dilakukan dengan cara penutur mematuhi prinsip sopan santun
berbahasa yang berlaku di masyarakat, hal ini untuk menjaga hubungan baik
dengan orang lain yang berinterksi dengan kita.
Indikator Kesopanan Berbahasa
Indikator kesopanan dalam berbahasa
Menurut Leech (1993, hlm. 206) yakni sebagai berikut :
1)
Maksim Kebijaksanaan
Maksim kebijaksanaan yaitu penutur hendaknya
berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan
memaksimalkan keuntungan pihak yang lain.
2)
Maksim Kedermawanan
Maksim kedermawanan ini adalah membuat
keuntungan diri sendiri sekecil mungkin. Maksim kedermawanan atau kemurahan
hati yaitu dimana penutur diharapkan dapat menghormati orang lain.
3)
Maksim Penghargaan
Maksim
penghargaan ini diutarakan dengan kalimat ekspresif dan kalimat asertif. Dimana
kalimat ekspresif yakni ucapan selamat, mengungkapkan terimakasih, memuji, dan
mengungkapkan bela sungkawa.
4)
Maksim Kesederhanaan
Maksim kesederhanaan atau maksim
kerendahan hati, dimana penutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan
cara mengurangi pujian terhadap diri sendiri.
5)
Maksim Pemufakatan
Dalam maksim pemufakatan ini penutur agar saling
membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan berinteraksi. Abila
terdapat kecocokan antara penutur dan lawan bertutur maka dapat dikatakan
bersikap santun.
6)
Maksim Kesimpatian
Dalam maksim ini diharapkan penutur dapat
memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Jika
lawan bertutur sedang dalam kesuksesan makan penutur wajib mengucapkan selamat.
Sedangkan jikan lawan tutur sedang dalam keadaan kesusahan atau musibah maka
penutur wajib menuturkan bela sungkawa.
Pembentukkan Karakter dalam Berbahasa Santun
Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi lewat
tanda verbal atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada
norma-norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan.
Tata cara berbahasa
harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat tempat hidup
dan dipergunakannya suatu bahasa dalam berkomunikasi. Apabila tatacara
berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma-norma budaya, maka ia akan
mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh,
tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya. Tatacara berbahasa
sangat penting diperhatikan para peserta komunikasi (komunikator dan komunikan)
demi kelancaran komunikasi.
Oleh karena itu, masalah tatacara berbahasa ini harus mendapatkan
perhatian, terutama dalam proses belajar mengajar bahasa. Tatacara berbahasa
seseorang dipengaruhi norma-norma budaya suku bangsa atau kelompok masyarakat tertentu.
Tatacara berbahasa orang Inggris berbeda dengan tatacara berbahasa orang
Amerika meskipun mereka sama-sama berbahasa Inggris. Begitu juga, tatacara
berbahasa orang Jawa berbeda dengan tatacara berbahasa orang Batak meskipun
mereka sama-sama berbahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan yang
sudah mendarah daging pada diri seseorang berpengaruh pada pola berbahasanya.
Itulah sebabnya kita perlu mempelajari atau memahami norma-norma budaya sebelum
atau di samping mempelajari bahasa. Sebab, tatacara berbahasa yang mengikuti
norma-norma budaya akan menghasilkan kesantunan berbahasa. Selain budaya,
faktor-faktor sosial seperti status sosial, umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan juga mempengaruhi pembentukan kesantunan berbahasa.
Faktor yang Mempengaruhi Kesopanan dalam
Berbahasa
Kesopanan dalam
berbahasa berkaitan erat dengan kondisi pergaulan. Oleh karena itu kesopanan
dalam berbahasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diantaranya:
1)
Usia Anak
Menurut Chaer dan Agustina (2004), berdasarkan
usia, dapat dilihat perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh anak-anak,
para remaja, orang dewasa. Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya,
bertambahnya pengalaman dan meningkatnya kebutuhan. Bahasa seseorang akan
berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor fisik
juga ikut mempengaruhi karena berhubungan dengan semakin sempurnanya
pertumbuhan organ bicara, kerja otot-otot untuk melakukan gerakan-gerakan dan
isyarat. Pada masa remaja perkembangan biologis yang menunjang kemampuan
berbahasa telah mencapai tingkat kesempurnaan dengan diikuti oleh pekembangan
tingkat intelektual, anak akan mampu menunjukkan cara berkomunikasi dengan
baik. Penjelasan di atas sama halnya dengan pendapat Labov dalam Pateda (1990) yang menyatakan semakin tinggi umur seseorang, maka makin banyak kata yang
dikuasainya, begitu juga pemahamanya dalam struktur bahasanya.
2)
Jenis kelamin ( Gender )
Lakoff (dalam Wijana, 1998 : 2 ) menyatakan bahwa
banyak hal yang mendasar munculnya perbedaan berbahasa. Di dalam berbicara
perempuan mempunyai kecenderungan untuk mengutarakan maksudnya secara jujur
melalui isyarat-isyarat atau gaya berbicara (meta pesan), sedangkan laki-laki
cenderung tidak demikian, mereka menyampaikan maksud secara terus terang.
3)
Kondisi Lingkungan
Menurut Bloom (1978) dalam
Notoatmodjo (2003) disebutkan bahwa perilaku seseorang salah satunya kesopanan
dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor dari luar
(eksternal) meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik.