Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Metode Keterampilan Menulis Narasi di Sekolah Dasar

 


Metode Keterampilan Menulis Narasi di Sekolah Dasar

 

1.      Metode PTK (Penelitian Tindakan Kelas)

Penelitian tindakan kelas ialah wujud refleksivitas dalam menanggulangi kasus pendidikan di kelas melewati sesuatu tindakan yang dicoba secara individual ataupun kolaboratif (Cohen, Manion,& Marison, 2011). Desain riset aksi kelas model Kemmis& Mc Taggart diketahui dengan sistem spiral reflektif yang terdiri dari sesi perencanaan, tindakan, observasi, serta refleksi. Penelitian tindakan kelas merupakan upaya yang dicoba buat membetulkan kondisi ataupun membongkar permasalahan yang dialami dalam aktivitas pendidikan( Mulyasa, 2013: 34). Arikunto, Suhardjono,& Supardi( 2013: 63) menarangkan salah satu karakteristik khas penelitian tindakan kelas ialah terdapatnya kerja sama ataupun kerja sama antara praktisi serta periset. Sehingga bisa disimpulkan kalau riset aksi kelas ialah salah satu riset yang digunakan dalam pendidikan di kelas.

 

Terdapat banyak model pembelajaran dalam metode penelitian tindakan kelas untuk dapat  meningkatkan keterampilan menulis narasi di sekolah dasar, diantarnya:

1)      Model Experiential Learning

Model experiential learning merupakan model pembelajaran adalah lingkungan belajar harus menyediakan kesempatan peserta didk untuk mengembangkan dan membangun pengetahuan melalui pengalamannya (Kolb, 2014). Pengalaman hendak menyajikan bawah buat melaksanakan refleksi serta observasi, mengkonseptualisasi, serta menganalisis pengetahuan dalam benak partisipan didk( Yardley, Teunissen,& Dornan, 2012).  Experiential learning memberikan alternatif di dalam pembelajaran dan menyediakan pemahaman nyata tentang cara memperoleh kebermaknaan peserta didk dalam belajar. Experiential learning berpusat pada satu tujuan yang bermakna bagi peserta didk, kontinyu dengan kehidupan peserta didk, dan menjadikan peserta didk berinteraksi dengan lingkungan (Kolb, 2014). Sehingga dapat disimpulkan dari pernyataan tersebu bahwa, model experiential learning merupakan model pembelajaran yang digunakan daam pembelajaran melalui suatu pengalaman.

Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia tentang menulis karangan narasi melalui implementasi model experiential learning yang dilaksanakan melalui empat langkah meliputi a) concrete experience (pengalaman nyata), b) reflection observation (observasi refleksi), c) abstract conceptualization (penyusunan konsep abstrak), dan d) active experimentation (eksperimen aktif).

 

Langkah concrete experience (pengalaman nyata), guru menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan serta melibatkan peserta didk sebagai dasar untuk memberi ide dalam menulis. Langkah kedua yaitu reflection observation (refleksi observasi), guru merefleksi dengan cara memberikan kesempatan kepada peserta didk untuk menceritakan pengalamannya. Langkah ketiga yaitu abstract conceptualization (penyusunan konsep abstrak), guru
menyuruh peserta didk untuk membaca dan menganalisis contoh karangan narasi. Langkah keempat yaitu active experimentation (eksperimen aktif), yaitu peserta didk mengaplikasikan hasil kesimpulannya berdasarkan pengalaman pada situasi baru.

 

2)      Model Pendekatam Kontruktivisme

Pendekatan konstruktivisme adalah proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didk, peserta didk dilibatkan secara aktif dan guru sebagai fasilitator dengan mengoptimalkan penggalian pengetahuan yang telah dimiliki peserta didk dengan menggunakan berbagai metode  pembelajaran untuk memunculkan ide, pikiran serta memberdayakan pengungkapan wawasan  yang dimiliki peserta didk melalui bimbingan yang intensif dan optimal dengan dibantu dengan berbagai media bantu yang mendukung yang sesuai dengan kondisi yang diperlukan.(Zulela MS, Yulia Elfrida Yanti SiregarReza Rachmatullah, 2017).

 

Adapun prosedur pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme yakni sebagai berikut: (1) Peserta didk terlibat penuh dalam proses pembelajaran, (2) Atas dasar kesadaran diri sendiri peserta didk belajar secara berkelompok, diskusi dan aling mengoreksi (3) katerampilan dibangun atas dasar pemahaman dan dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri  peserta didk, (4) peserta didk diajak mengembangkan tulisan sesuai dengan konteks (nyata), kondisi/tema yang diangkat oleh guru dalam  berbagai konteks dan alat bantu pembelajaran, sehingga daya kreativitas peserta didk akan tergali dan berkembang, (5) peserta didk dilatih bertanggung jawab memonitor  dan mengembangkan tugas mereka masing- masing, dalam hal ini menulis narasi (cerita) (6) pembelajaran dilaksanakan di berbagai tempat; konteks dan setting, (7) hasil belajar diukur dengan berbagai cara; proses kerja, hasil karya, dan tes.

 

3)      Model Pembelajaran PWIM (Picture Word Inductive Model)

Picture Word Inductive ataupun model induktif kata bergambar merupakan pendekatan seni bahasa yang terintegrasi serta berorientasi riset buat meningkatkan keahlian baca tulis. Siklus PWIM (Picture Word Inductive Model) bisa menunjang pertumbuhan lisan serta kosa kata partisipan didk, pemahaman fonologi, uraian membaca, penataan kata, frasa, kalimat, paragraf serta tingkat novel teks serta menekankan pada aspek berbahasa tulisan buat tingkatkan keahlian menulisnya jadi tumbuh.

 

Dalam sintaks pendidikan PWIM buat kelas dini dicoba dengan metode selaku berikut: (1) Guru mempersiapkan foto yang relatif sering di dengar lewat monitor, (2) Guru menyiapkan folio dengan gambar dan garis memanjang dari objek yang berisi kata dan frasa yang sesuai dengan objek. (3) Partisipan didk mengenali serta berikan nama aktivitas, (4) Partisipan didk menghubungkan objek dengan perkata yang terdapat di samping foto yang sudah ditulis, (5) Guru melatih partisipan didk mengeja serta membaca perkata tersebut, (6) Partisipan didk menulis perkata yang sudah mereka hafal tadi.

 

4)      Menulis Berantai dengan Permainan Tebak Kata

Menurut Adang (2012: 147), Estafet Writing ataupun menulis berantai ialah tata cara pendidikan learning by doing ataupun active learning yang mengaitkan partisipan didik secara aktif menulis karangan narasi dengan metode‎bersama-sama ataupun berantai. Tata cara ini bertujuan supaya partisipan didik‎mengasosiasikan belajar selaku suatu aktivitas yang mengasyikkan. Para partisipan didik diberi kebebasan buat mengekspresikan imajinasi mereka lewat tulisan- tulisan imajinatif yang dihasilkan bersama- sama sahabat. Tidak hanya memakai tata cara menulis berantai, buat membuat pendidikan lebih‎menarik digunakan media game tebak kata supaya partisipan didk lebih memotivasi‎dalam belajar serta memancing kreativitas menulis. Perihal ini cocok dengan komentar Revere serta Massey (dalam Jacqueline, 2006) mengunungkapkan kalau pemakaian media game dalam pendidikan membuat partisipan didk‎termotivasi serta menolong partisipan didk lebih siap buat belajar.

 

Peningkatan keahlian menulis memakai tata cara menulis berantai‎ dengan game tebak kata berjalan cocok dengan langkah langkahnya ialah: (1) Partisipan didk dipecah kedalam kelompok. Anggota kelompok 3- 4 partisipan didk. (2) Partisipan didk bermain tebak kata.  (3) Partisipan didk membuat karangan narasi simpel dengan meningkatkan kata yang sudah mereka tebak dalam game secara estafet ataupun bergantian. (4) Partisipan didk membacakan hasil tulisan di depan kelas.

 

5)      Model Pembelajaran Kooperatif Think Talk Write

Implementasi model pembelajaran Think Talk Write menunjukkan peningkatan baik dari keterampilan menulis narasi dan aktivitas peserta didik, ataupun kinerja guru. Peningkatan terjadi karena peserta didik lebih antusias dan berani menyampaikan gagasannya sesuai topik yang dibahas serta aktif bertanya maupun menjawab pertanyaan guru. Kegiatan diskusi menulis narasi melalui implementasi model pembelajaran ini mampu meningkatkan partisipasi peserta didik dalam diskusi kelompok. Kondisi tersebut membuat peserta didik lebih fokus pada pembelajaran, sehingga keterampilan menulis karangan narasi peserta didik meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Shoimin (2014:215) yang menyatakan bahwa model pembelajaran Think Talk Write dapat mengembangkan keaktifan peserta didik dalam belajar, sebab peserta didik berdiskusi dalam kelompok. Selain itu penerapan model ini dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatifitas peserta didik.

 

Memilih model pembelajaran yang tepat dapat berdampak signifikan pada hasil belajar Anda karena model ini meningkatkan keterampilan menulis esai naratif peserta didik Anda. Salah satu model pembelajaran bahasa Indonesia yang tepat berdasarkan hasil tindakan yang dilakukan, Model Kooperatif Think Talk Write berdampak positif terhadap kemampuan peserta didik dalam menulis karangan cerita.

 

6)      Model Pembelajaran Picture and Picture Berbantuan Media Roda Putar

Model pembelajaran Picture and Picture merupakan model belajar dengan menggunakan gambar yang dipasang atau diurutkan menjadi urutan logis (Daryanti & Taufina, 2020; Mayasari & N, 2019; Rosmalem, 2017). Sehingga dapat disimpulkan bahwa, model pembelajaran Picture and Picture merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar yang diurutkan secara runtut sebagai media untuk meningkatkan proses pembelajarab.

 

Pelaksanaan model Picture and Picture dilakukan dengan beberapa langkah-langkah, diantaranya: (1) Guru mempresentasikan materi pelajaran yang sesuai kompetensi. (2)  Membentuk kelompok yang terdiri dari 7 orang yang bersifat heterogen. (3) Guru menempelkan gambar yang berkaitan dengan pelajarn. (4)  Guru meminta peserta didk menuliskan apa yang ada dalam pikiran peserta didk setelah melihat gambar. (5) Guru menanyakan alasan peserta didk. (6) Guru memberikan penghargaan. (7) Peserta didk diperintah untuk menyimpulkan (Susanti & Kusmariyani, 2017; Trisnawati et al., 2014; Utama & Sari, 2015).

 

Menurut karakteristik model Picture and Picture yang berhubungan dengan gambar, media roda berputar menggunakan meja putar berwarna dapat menarik perhatian peserta didik. Manfaat media roda berputar dipertimbangkan karena media roda berputar dapat membantu peserta didik mengembangkan pemikiran dan tulisannya (Handayani et al., 2017; Passalowongi, 2020; Tanjung, 2018).

 

Langkah-langkah media roda berputar diyakini dapat membantu mengimplementasikan gambar dan model gambar. Prosedurnya adalah peserta didik duduk dalam kelompok, perwakilan setiap anggota kelompok maju secara bergiliran, peserta didik memutar roda agar angka berhenti, kemudian peserta didik mendapatkan kartu soal, dan peserta didik melalui diskusi Ini tentang menjawab pertanyaan. Kartu, jika jawaban benar akan mendapat hadiah (Aprinawati, 2017; Dwicahyani dkk., 2019; Khaulani dkk., 2019).

7)      Media Pembelajaran Gambar Seri

Menurut Arsyad (2002:119), gambar seri adalah rangkaian kegiatan atau cerita yang disajikan satu demi satu. Dengan menggunakan gambar seri, peserta didik dilatih untuk merepresentasikan adegan dan aktivitas foto. Di sisi lain, menurut Soeparno (1988:1819), media gambar seri terutama disebut flowcart atau gambar susun. Media ini dapat dibuat dari kertas berukuran lebar, seperti kertas Manila, yang terdiri dari beberapa gambar. Gambar-gambar tersebut dihubungkan untuk membentuk satu kesatuan atau rangkaian cerita. Setiap foto diberi nomor sesuai urutan cerita. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa media pembelajaran gambar pencopet adalah salah satu media yang menggunakan gambar yang gambar-gambarnya disusun sesuai dengan peristiwa yang dikisahkan.

 

8)      Model Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC)

Menurut Slavin, Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) adalah program komprehensif untuk pengajaran membaca, menulis, dan pendidikan bahasa di kelas atas sekolah dasar (Magdalena, 2017). Model CIRC dipilih untuk belajar menulis. Hal ini karena model ini dinilai sangat efektif dan inovatif. Ini adalah kombinasi dari membaca dan menulis.

 

Menurut Berlin Sani (Oktafiani et al., 2018), langkah-langkah penerapan model pembelajaran CIRC adalah sebagai berikut: (1) Pada tahap ini, guru akan menjelaskan tujuan pembelajaran dan membentuk kelompok yang beranggotakan 45 orang. (2) Guru akan memberikan materi berupa wacana/kutipan sesuai topik pembelajaran. (3) Peserta didik membaca bersama, menemukan ide pokok, menjawab wacana/kutipan, dan menuliskannya pada secarik kertas. (4) Peserta didik kemudian mempresentasikan atau membacakan hasil kerja masing-masing kelompok. (5) Peserta didik kemudian dilatih untuk menjawab pertanyaan. (6) Setelah latihan, guru dan peserta didik menarik kesimpulan dari materi yang dibahas. g) Setelah itu guru menutup pelajaran seperti biasa.

 

9)      Model Pembelajaran Concept Sentence

Concept Sentence yaitu suatu model pembelajaran yang berusaha mengajarkan peserta didk untuk menyusun kalimat dengan menggunakan beberapa kata kunci yang sudah disiapkan supaya bisa menangkap konsep yang terdapat dalam kalimat tersebut dan membedakannya dengan kalimat-kalimat yang lain.

 

Secara lebih rinci, Concept Sentence yakni suatu rencana pembelajaran yang dilaksanakan dengan memberikan kartu-kartu
yang berisi beberapa kata kunci kepada peserta didik, yang selanjutnya kata kunci tersebut dibuat menjadi kalimat lalu kalimat tersebut dikembangkan menjadi paragraf-paragraf yang padu. (Huda, 2015: 315). Sehingga dapat disimpulkan bahwa, model pembelajaran Concept Sentence merupakan model pembelajaran dengan menggunakan beberapa kalimat untuk kemudian disusun oleh peserta didik.

 

10)  Model Pembelajaran Circuit Learning

Model pembelajaran Circuit Learning memungkinkan peserta didik dengan mudah membuat rangkaian karya cerita untuk mengungkapkan ide, pikiran, perasaan, atau membuat peta konsep rangkaian karya cerita. Tujuan dari model pembelajaran sirkular adalah untuk mengeksplorasi lokasi kekuatan belajar yang memprediksi rasa takut, bosan, dan berpikir negatif tanpa kurangnya minat atau rasa percaya diri dalam belajar.

 

Langkah-langkah model pembelajaran rangkaian diawali dengan (1) penentuan topik, langkah ini membantu peserta didik mengidentifikasi materi yang dijelaskan dalam teks. (2) Penyajian peta konsep, pada langkah ini, akan belajar bagaimana mengatur deret waktu dalam teks cerita. (3) Mengedit teks cerita. (4) menentukan dari paragraf pertama sampai peragraf terakhir., langkah ini dapat terampil dalam menyusun teks secara runtut. (5) membuat simpulan menjadi langkah terakhir untuk mengetahui penyusunan teks narasi setiap paragraf. Model pembelajaran Circuit Learning memudahkan peserta didik untuk menulis teks narasi serta melibatkannya secara aktif dalam pembelajaran.

 

11)  Media Pembelajaran Komik

Komik tidak hanya memberikan hiburan kepada peserta didk, namun juga merangsang peserta didk untuk berimajinasi dan menuangkan ide berdasarkan gambar narasi. Cerita dan alur cerita membuat pesan atau informasi yang disampaikan mudah diingat dan diikuti (Maharsi, 2011: 7). Sehingga dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran komik merupakan salah satu media pembelajaran yang menggunakan media gambar yang menarik yang membuat peserta didk berimajinasi dan menuangkan idenya untuk membuat suatu narasi.

 

2.      Metode Research and Development

Penelitian pengembangan adalah penelitian struktural dan sistematis yang bertujuan untuk mengembangkan suatu produk melalui tahapan dan evaluasi tertentu serta menguji keefektifan dan tingkat keefektifan aplikasinya. Produk yang diproduksi dalam penelitian pengembangan bukan hanya pengembangan yang dimaksudkan. Kemudahan pengembangan dirancang secara sederhana, tanpa direvisi sebagai masukan dari berbagai ahli.

 

1)      Model Pembelajaran Mind Mapping

Menurut Buzan (2009:4), mind mapping adalah cara termudah untuk mentransfer informasi dan mengekstrak informasi dari gagasan yang ada dalam pikiran kita. Pemetaan pikiran juga merupakan cara yang kreatif dan efektif untuk mencatat dan secara harfiah memetakan pikiran kita. Dari sini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran mind mapping merupakan salah satu model pembelajaran bercerita dengan menggunakan kalimat yang efektif dan model yang menarik.

 

Selain itu, langkah-langkah membuat mind mapping dapat meningkatkan kreativitas peserta didik. Menurut Buzan (2009), ada tujuh langkah untuk membuat mind mapping: (1) memulai dari bagian tengah lembaran kosong dengan sisi-sisi panjang yang disusun mendatar, (2) menggagas untuk menggunakan gambar atau foto di tengahnya, (3) menggunakan warna, (4) menggambarkan sambungan gambar utama di tengah gambar kemudian menghubungkan cabang-cabang tingkat dua dan tiga ke tingkat satu dan dua, dan seterusnya, (5) membuat garis hubung yang melengkung, (6) menggunakan satu kata kunci untuk setiap garis, (7) gunakan gambar.

 

2)   Media Pembelajaran Gambar Berseri Berbasis Pop-Up Book

Gambar berseri adalah cerita dari gambar berseri yang saling berhubungan dari setiap gambar. Gambar cerita bersambung memiliki tema dan alur cerita (Maufur & Lisnawati, 2017; S.P.O. Putri, 2013). Penggunaan media pembelajaran gambar berkelanjutan dimaksudkan untuk mendorong, melatih dan memotivasi peserta didik untuk menjelaskan cerita pada gambar dengan melihat gambar dan membayangkannya sehingga bisa dituangkan ke dalam karangan cerita (Fitri & Atmazaki, 2020; Sholikhah, 2017). Dari sini dapat kita simpulkan bahwa gambar berseri adalah gambar yang di dalamnya terdapat suatu cerita yang menghubungkan antara gambar yang satu dengan yang lainnya. Buku pop-up adalah media berbentuk buku yang di dalamnya ditampilkan gambar-gambar (GF Putri, Yasbiati & Pranata, 2018). Saat membuka buku pop-up, gambar 3D muncul untuk menarik perhatian peserta didik (Marlina, Apriliya, dan Hamdu, 2018).

 

Media buku pop-up memungkinkan untuk menggabungkan konsep-konsep yang terdapat dalam gambar-gambar buku dengan cara yang merangsang imajinasi anak. Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa buku pop-up adalah salah satu buku tiga dimensi yang mengesankan. Media pembelajaran buku pop-up memiliki langkah-langkah dalam proses pembuatannya. Langkah pertama adalah menentukan plot, menentukan gambar, membingkai gambar, mencetak gambar, dan memotong dan membentuk gambar. Langkah terakhir adalah meluncur dan sudah bergabung. Gambar yang terbentuk menjadi buku, dan ketika dibuka membentuk gambar satu dimensi yang disebut buku pop-up.

 

3.      Metode Cooperative Script

Menurut Slavin (2015), Cooperative Script adalah metode pembelajaran di mana peserta didik bekerja berpasangan, bergantian antara pemimpin atau pendengar untuk merangkum apa yang mereka pelajari. Dalam model ini, peserta didik dikelompokkan menjadi dua orang, bergantian antara membaca dan menulis dari bagian yang dinarasikan.

Dengan cara ini, peserta didik dapat bekerja dan berpikir secara mandiri, daripada hanya mengandalkan satu peserta didik dalam kelompoknya. Hal ini dikarenakan semua peserta didik berkewajiban untuk merangkum materi dan berbicara langsung dengan pasangannya.

 

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode pembelajaran cooperative script adalah sebagai berikut (Huda, 2013: 213): (1) Guru membagi peserta didik menjadi pasangan-pasangan. (2) Guru membagikan materi kepada setiap peserta, membacanya, dan merangkumnya. (3) Guru dan peserta tidak menentukan siapa yang pertama kali tampil sebagai pembicara dan siapa yang akan tampil sebagai pendengar. (3) Penutur membaca rangkuman selengkap mungkin dengan mencantumkan ide pokok dalam rangkuman.