Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Alur Cerita : Pengertian Alur, Fungsi Alur, Unsur Alur, Tahapan Alur, Jenis Alur, Pembedaan Alur, Prinsip Alur

 


Istilah yang biasa digunakan untuk menyebut alur adalah jalan cerita. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama dan menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan kearah klimaks dan penyelesaian. Alur merupakan bagian dari unsur intrinsik. Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013, hlm. 167) mengemukakan bahwa alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Menurut Nurgiyantoro (2013, hlm. 168) “alur adalah peristiwa yang diseleksi dan diurutkan berdasarkan hubungan sebab akibat untuk mencapai efek tertentu dan sekaligus membangkitkan pikiran para pembaca”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur merupakan rangkaian peristiwa yang saling berkaitan antara peristiwa satu dengan peristiwa lainnya yang menjadi sebab akibat dalam sebuah cerita.
Fungsi Alur
Menurut Sayuti (1996, hlm. 34) “fungsi alur yaitu sarana terpenting yang menciptakan keutuhan dalam menggorganisasikan peristiwa-peristiwa menjadi awal, tengah, dan akhir, sang penulis menyatakan tatanan atau urutan tersebut merupakan suatu hal yang dimaksud dengan keutuhan dalam suatu karya seni”. Artinya Penelitian mengenai struktur alur dilakukan karena unsur alur memiliki peranan sangat penting dan harus diadakan keberadaanya sesuai keinginan penulis. Melalui alurlah penulis menggorganisasikan pengalaman yang dialaminya untuk membuat para pembaca mengalami pengalaman tersebut. Aristoteles (dalam Sayuti, 1996, hlm.34) menyatakan bahwa alur merupakan jiwa tragedi, sesungguhya alur dapat pula dikatakan sebagai jiwa fiksi. Oleh karena itu alur dalam sebuah naskah cerita harus ada dan strukturnya kelihatan.                        
 
Hal ini sesuai dengan pendapat Nurgiyantoro (2013, hlm. 164) bahwa kejelasan alur, kejelasan tentang kaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linear, akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan alur dapat berarti kejelasan cerita, kesederhanaan alur berarti kemudahan cerita untuk dimengerti. Sebaliknya, alur sebuah teks fiksi yang kompleks, ruwet, dan sulit dikenali hubungan kausalitas antar peristiwanya, menyebabkan cerita menjadi lebih sulit dipahami.

Unsur alur terbagi menjadi 3 bagian yaitu peristiwa, konflik dan klimaks. Hal tersebut merupakan unsur yang saling berkaitan dan penting dalam pengembangan sebuah alur cerita. Ketiga unsur tersebut harus dikemas menggunakan bahasa yang mudah dipahami sehingga alur cerita menarik. Hal tersebut dapat dilihat pada penjelasan sebagai berikut:
 
Peristiwa
Peristiwa adalah sesuatu yang terjadi dalam hidup, baik yang mengesankan ataupun tidak. Menurut Luxemburg (dalam Nurgiyantoro, 2013, hlm. 173) “peristiwa adalah peralihan dari satu aktivitas ke aktivitas lain”. Pasti di dalam sebuah cerita itu banyak peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Supaya cerita terlihat menarik maka pengarang harus menuangkan peristiwa-peristiwa yang bagus dan dapat dipahami.
 
Konflik
Konflik adalah sesuatu yang tidak menyenangkan yang biasa terjadi pada tokoh-tokoh cerita. Konflik biasa ada dalam sebuah cerita, karena merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Menurut Nurgiyantoro (2013, hlm. 239) konflik dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya sebagai berikut:
1)        Konflik seseorang dengan diri sendiri
Merupakan konflik yang terjadi di dalam batin seseorang dengan diri sendiri. Biasanya konflik ini disebut konflik internal atau konflik batin. Biasanya terjadi akibat adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan-harapan dan sebagainya. Di dalam sebuah cerita tokoh utama memiliki kepentingan bersebrangan yang sama-sama menuntut untuk dipilih. Hal ini akan membuat tokoh kebingungan untuk memilih. Sehingga terjadilah konflik dalam sebuah cerita.
 
2)        Konflik seseorang dengan orang lain
Merupakan konflik yang terjadi di luar diri sendiri. Biasanya konflik ini terjadi pada tokoh-tokoh cerita yang digolongkan konflik eksternal atau konflik fisik. Misalnya, tokoh protagonis dan antagonis atau sesama protagonis dan sesama antagonis. Menurut Sumardjo (dalam Dewi, 2013, hlm. 6) “tokoh protaginis adalah pelaku utama cerita. Antagonis tak perlu berupa manusia atau makhluk hidup lain, tetapi bisa mengenai situasi tertentu, alam, Tuhan, kaidah moral, kaidah sosial, dirinya sendiri dan sebagainya”.
3)        Konflik seseorang dengan masyarakat
Konflik seseorang dengan masyarakat atau konflik sosial merupakan konflik yang terjadi antara seseorang dengan sesuatu di luar dirinya. Maksudnya dalam kehidupan sosial-budaya masyarakat yang memiliki berbagai konflik cerita yang berbeda pemahan antara masyarakat satu dengan yang lain. Menurut Sayuti (dalam Muttaqqin, 2017, hlm. 4) “konflik sosial adalah konflik antara seseorang dengan konflik yang terjadi di masyarakat, biasanya berkaitan dengan masalah-masalah sosial. Jika hal tersebut tidak ada jalan keluarnya maka akan menimbulkan konflik. Misalnya pertentangan ideologi, perbedaan hak dan sebagainya”.
 
4)        Konflik seseorang dengan alam
Merupakan konflik yang memiliki cerita yang kehidupannya tentang flora dan fauna. Hal ini bagus untuk dituangkan dalam cerita anak, karena cerita akan menarik, menyenangkan dan sesuai dengan kehidupan anak. Biasanya terjadi ketika tokoh tidak dapat menguasai dan memanfaatkan serta membudayakan alam sekitar sebagaimana mestinya. Apabila hubungan manusia dengan alamnya tidak serasi maka akan menyebabkan terjadi konflik. 
 
Klimaks
Merupakan hal ketika konflik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi yang tidak bisa dihindari keberadaanya. Konflik dan klimaks sangat erat kaitannya karena merupakan unsur penting dalam alur cerita.
 
Peristiwa yang diceritakan harus ada hubungannya antara peristiwa yang dahulu dengan yang selanjutnya dan saling berkaitan. Kaitan antar peristiwa tersebut harus jelas dan logis juga dapat dikenali hubungan waktunya.
 
Untuk memperoleh keutuhan sebuah alur cerita, Aristoteles (dalam Nurgiyantoro (2013, hlm. 201) mengemukakan bahwa tahapan sebuah alur alur harus terdiri dari tahap awal (beginning), tahap tengah (middle), dan tahap akhir (end).
1)      Tahap Awal
Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut tahap perkenalan. Tahap perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Misalnya mendeskripsikan latar, suasana, waktu kejadian, tokoh.
 
2)      Tahap Tengah
Tahap tengah cerita dapat disebut dengan tahap pertikaian. Menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai muncul pada tahap sebelumnya. Konflik dapat berupa konflik internal, dan konflik eksternal. Bagian tengah cerita merupakan bagian terpanjang dan terpenting dari sebuah cerita fiksi. Pada bagian ini tokoh-tokoh memainkan peran, peristiwa-peristiwa penting dikisahkan, konflik berkembang semakin meruncing.
 
3)      Tahap Akhir
Tahap akhir sebuah cerita atau bisa disebut tahap penyelesaian. Menampilkan adegan tertentu akibat klimaks. Cerita pada bagian ini berisi bagaimana kesudahan cerita. Dalam teori klasik yang berasal dari Aristoteles penyelesaian cerita dibedakan kedalam dua macam kemungkinan, yaitu kebahagiaan (happy end), dan kesedihan (sad end).
         Pada dasarnya pemaparan peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita sangat penting karena penulis harus membuat sebuah cerita secara runtut dan memikirkan alur yang menarik. Hal ini sesuai dengan pendapat Sayuti (1996) yaitu “seorang penulis fiksi, baik dalam cerpen maupun novel yang ditulisnya, baginya yang lebih penting ialah menyusun peristiwa-peristiwa cerita yang tidak terbatas pada tuntutan-tuntutan yang hanya bersifat murni kewaktuan saja”. Artinya alur atau peristiwa-peristiwa dalam naskah cerita perlu diperhatikan secara mendetail karena merupakan urusan yang paling utama bagi para penulis. Jika alur ceritanya menarik maka naskah yang dibuatnya akan menarik. Sehingga alur sebuah cerita akan membuat pembaca sadar terhadap peristiwa-peristiwa yang dihadapi atau dibacanya, tidak hanya sebagai elemen-elemen yang menjalin dalam rangkaian temporal, tetapi juga sebagai suatu pola yang majemuk dan memiliki hubungan kualitas atau sebab akibat.
        
Alur adalah hubungan antara satu peristiwa atau sekelompok peristiwa dengan peristiwa yang lain. Dalam kaitannya dengan sebuah teks cerita, alur berhubungan dengan berbagai hal seperti peristiwa, konflik yang terjadi, dan akhirnya mencapai klimaks, serta bagaimana kisah dalam cerita itu diselesaikan. Alur berkaitan dengan masalah bagaimana peristiwa, tokoh, dan segala sesuatu itu digerakkan, dikisahkan sehingga menjadi sebuah rangkaian cerita yang padu dan menarik.
         Menurut Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2013, hlm. 209) terdapat lima tahapan lain pada alur diantaranya:
 
1)        Tahap Pengenalan (situation)
         Tahap penyituasian atau pengenalan, tahap yang terutama berisi pelukisan, penunjukkan dan pengenalan situasi latar, dan tokoh-tokoh cerita. Latar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu latar waktu, tempat dan suasana. Pada tahap ini pengarang bertujuan untuk membuka ceritanya, memberikan informasi awal dan merupakan landasan utama untuk dapat melanjutkan ke tahap berikutnya. Menurut Siswanto (dalam Dewi, 2013, hlm. 5) “tahap pengenalan dalam cerita memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Untuk pengenalan yang dikenalkan dari tokoh ini misalnya, nama, ciri, fisik, asal, dan sifatnya”. Sehingga untuk tahap pengenalan ini sangat luas, pengarang dapat menyampaikan pengenalan cerita secara bebas dan seunik mungkin.  
 
2)        Tahap Pemunculan Konflik (generating circumstances)
         Masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Masalah yang terjadi pada tahap ini akan berkembang sendiri dan akan berkembang pada tahap selanjutnya. Tahap ini biasanya menyampaikan masalah mulai dihadirkan dan diuraikan. Misalnya timbulnya masalah pada perilaku seseorang, sikap dan peristiwa.
 
3)        Tahap peningkatan konflik (rising action)
         Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Pada tahap ini biasanya masalah yang dihadapi tokoh utama semakin panas dan membuat pembaca menjadi sangat penasaran dengan bagaimana cara tokoh utama untuk menghadapi masalah tersebut. Menurut Nurgiyantoro (2013, hlm. 204) tahap ini menyampaikan tokoh-tokoh memainkan peran, peristiwa-peristiwa penting fungsional dikisahkan, konflik berkembang semakin meruncing dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya menjadi meningkat dan menegangkan para pembaca. Misalnya masalah yang diceritakan dalam cerita baru ketahuan sehingga pembaca merasa tegang.
4)        Tahap Puncak Konflik (climax)
         Konflik atau pertentangan yang terjadi, pertikaian yang dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Hal ini dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Misalnya terjadinya bencana alam, terjadinya kecelakaan, hilangnya keluarga dan sebagainya.
 
5)        Tahap Penyelesaian (denouement)
         Konflik yang telah mencapai klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri yang menjelaskan tentang konsekuensi yang didapat oleh tokoh utama karena perbuatannya artinya menceritakan nasib pada tokoh. Menurut Aminuddin (dalam Dewi, 2013, hlm. 6) “tahap penyelesaian ada tiga macam yaitu denoument yakni penyelesaian yang membahagiakan misalnya acara pernikahan, catasthrophe yakni penyelesaian yang menyedihkan misalnya kematian, dan solutiom yakni penyelesaian yang masih terbuka karena pembaca sendirilah yang dipersilahkan menyelesaikan lewat daya imajinasinya”. Sehingga dalam tahap ini pengarang bebas untuk mengkreasikan ceritanya apakah ceritanya itu menyedihkan atau membahagiakan. Hal tersebut bisa berupa kebijakan, kesadaran seseorang dan sebagainya.  
 
         Di dalam alur pola awal-tegah-akhir yang merupakan suatu pola pilihan atau pola preferensi pengarang, yakni suatu pola yang dianggapnya penting dan bermakna hal ini dikatakan alur lurus. Bisa saja penulis menganggap awal sebuah cerita yang dihadapi oleh pembaca pada dasarnya merupakan bagian tengah atau akhir peristiwa cerita yang sesungguhnya, hal ini dikatakan alur sorot-balik. Demikian seterusnya, tengah bisa merupakan akhir dan akhir bisa merupakan awal atau tengah cerita, hal ini dikatakan alur campuran. Jadi permasalahan menyangkut pola awal-tengah-akhir cerita lebih bergantung kepada penulis cerita, artinya masing-masing pengarang bebas mengemukakan sesuai keinginan hatinya sendiri.
 
Jenis-Jenis Alur          
         Nurgiyantoro (2013, hlm. 212) mengemukakan pembedaan alur yaitu,
1)      Pembedaan alur berdasarkan kriteria jumlah, diantaranya alur tunggal dan alur sub-alur.
2)      Pembedaan alur berdasarkan kriteria kepadatan, diantaranya alur padat dan alur longgar.
3)      Pembedaan alur berdasarkan kriteria isi, diantaranya alur peruntungan, alur tokohan dan alur pemikiran.
4)      Pembedaan alur berdasarkan kriteria urutan waktu, diantaranya alur lurus, alur sorot-balik, dan alur campuran.
 
Pembedaan Alur Berdasarkan Kriteria Jumlah
1)   Alur Tunggal
         Merupakan karya fiksi yang memiliki alur tunggal biasanya hanya mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama protagonis yang sebagai pahlawan.
2)   Alur Sub-Alur
         Merupakan bagian alur dari alur utama. Merupakan cerita untuk memperjelas dan memperluas pandangan terhadap alur utama yang mendukung efek keseluruhan cerita.
 
Pembedaan Alur Berdasarkan Kriteria Kepadatan
1)   Alur Padat
Merupakan alur yang memiliki keterhubungan antara peristiwa yang satu dan peristiwa yang lain yang berkadar fungsional tinggi tidak dapat dipisahkan dan dihilangkan salah satunya. Hal ini disajikan dalam cerita yang padat dan cepat, sehingga cerita tersampaikan dengan baik.
2)   Alur Longgar
Merupakan peristiwa penting yang satu dengan yang lain sering disisipi oleh berbagai peristiwa “tambahan” atau berbagai pelukisan tertentu seperti penyituasian latar dan suasana yang dapat memperlambat ketegangan cerita.
 
Pembedaan Alur Berdasarkan Kriteria Isi
1)   Alur Peruntungan
Merupakan alur yang berhubungan dengan cerita yang mengungkapkan nasib atau peruntungan yang menimpa tokoh (utama) cerita pada sebuah cerita fiksi.
2)   Alur Tokohan
Merupakan alur yang menunjukkan pada adanya sifat pementingan tokoh, ada tokoh yang menjadi fokus perhatian dan lebih banyak menyoroti keadaan tokoh dari pada kejadian-kejadian yang ada atau yang berurusan dengan alur.
 
Pembedaan Alur Berdasarkan Kriteria Waktu
1)   Alur Lurus (Progresif)
         Biasa disebut dengan alur maju ialah sebuah alur yang memiliki klimaks di akhir cerita dan merupakan jalinan/rangkaian peristiwa dengan urutan waktu kejadian dari awal sampai akhir cerita. Secara runtut, cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian).
       A                         B                       C                       D                      E
         Simbol A melambangkan tahap awal cerita, B-C-D melambangkan peristiwa-peristiwa berikutnya yaitu tahap tengah, yang merupakan inti cerita, dan E merupakan tahap penyelesaian cerita. Oleh karena itu peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis secara runtut mulai dari A sampai E, secara istilah berarti sesuai dengan urutan waktu alur yang demikian disebut juga alur maju atau alur lurus. Biasanya menunjukkan kesederhanaan cara penceritaan, tidak berbelit-belit dan mudah diikuti.                                     
 
Nurgiyantoro (2013, hlm. 244) mengemukakan bahwa cerita yang menggunakan alur lurus akan memperlihatkan alur yang runtut-linear-kronologis dan mudah diikuti, dipahami hubungan kausalitasnya, apalagi mengingat bahwa pembaca utama yang dituju adalah anak-anak yang masih terbatas kemampuan berpikirnya. Sehingga penggunaan alur dalam cerita anak mengambil pola alur lurus, hal ini memberikan semacam jaminan bahwa anak akan mampu memahami cerita dengan mudah.
 
2)   Alur Sorot-Balik (Flasback)
         Alur yang ceritanya tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal cerita secara logika), melainkan dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Teks fiksi yang beralur jenis ini, dengan demikian langsung menyuguhkan adegan-adegan konflik, bahkan barangkali konflik yang telah meruncing. Padahal pembaca belum dibawa masuk mengetahui situasi dan permasalahan yang menyebabkan peristiwa itu terjadi.
  D1                           A                  B                  C                  D2                E
3)   Alur Campuran
          Alur yang diawali klimaks, kemudian melihat lagi masa lampau dan dilanjutkan sampai pada penyelesaian yang menceritakan banyak tokoh utama sehingga cerita yang satu belum selesai kembali ke awal untuk menceritakan tokoh yang lain. Secara garis besar alur sebuah cerita mungkin alur lurus, tetapi di dalamnya betapapun kadar terjadinya, sering terdapat adegan-adegan sorot-balik. Demikian pula sebaliknya. Bahkan sebenarnya, boleh dikatakan tidak mungkin ada sebuah cerita pun mutlak sorot-balik. Hal itu disebabkan jika yang demikian terjadi, pembaca akan sulit untuk membacanya.
E         D1      A                B                    C                  D2
         Paparan di atas merupakan pembedaan alur berdasarkan kriteria waktu, jumlah, kepadatan dan isi. Materi mengenai pembedaan alur tersebut sangatlah luas, oleh karena itu peneliti mengambil salah satu pembedaan alur yaitu meneliti pembedaan alur berdasarkan waktu. Diantaranya alur lurus, alur sorot-balik, dan alur campuran.
         Urutan waktu yang dimaksud adalah waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam teks fiksi yang bersangkutan. Lebih tepatnya, urutan penceritaan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dengan hal tersebut peneliti dapat menentukan peristiwa mana yang terjadi lebih dahulu dan mana yang lebih kemudian, terlepas dari penempatannya yang mungkin berada di awal, tengah, atau akhir teks dan mana tahapan pengenalan sampai ke tahap penyelesaian.
 
Prinsip-Prinsip Menganalisis Alur
Muhardi & Hasanuddin (dalam Erawati, D) menyatakan prinsip-prinsip menganalisis alur, diantaranya:
1)      Bagian unsur dalam alur adalah satuan peristiwa. Setiap satuan peristiwa menginformasikan tentang pelaku tindakan tempat dan waktu.
2)      Pelaku dalam satuan peristiwa dapat lebih dari satu orang, sehingga pelaku memungkinkan terdiri atas beberapa tokoh.
3)      Peristiwa dalam fiksi tidak hanya terdiri atas satuan yang setara atau setingkat.
4)      Satuan peristiwa yang lebih rendah di samping sebagaimana batasan peristiwa di atas, dapat pula hanya memberitahukan tentang pelaku dan keadaan saja.
5)      Setiap satuan peristiwa tidaklah berdiri sendiri, ia saling berhubungan dengan satuan peristiwa lain.
6)       Dalam proses penganalisisan penyusunan peristiwa menjadi hubungan kronologis atau kualitas yang diperlukan untuk pemahaman masalah fiksi.
7)      Satuan peristiwa ada kemungkinan mempunyai persamaan dengan satuan peristiwa lain.