Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Model Perkembangan Moral Kognitif Lengkap

A.      Model Perkembangan Moral Kognitif
I.               Pengantar
Model Perkembangan Moral Kognitif mulanya dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg pada tahun 1950-1960. Teori Kohlberg mengombinasikan unsur-unsur psikologi, filsafat, dan pendidikan.
Teori ini diproposikan sebagai berikut:
1.    Perkembangan moral adalah  hasil dari penstrukturan kembali kognitif (seperti yang dikemukakan oleh Piaget).
2.    Perkembangan moral terjadi dalam  tahapan yang berurutan (Sequential).
3.    Adanya serangkaian budaya dan standar  moral maupun sosial yang berlaku secara internasional untuk dijadikan dasar dalam  tahap-tahap perkembangan moral dilihat dari sisi pertimbangan  moral.
4.    Melalui proses pendidikan yang tepat, siswa dapat dibantu melewati hierarki tahap perkembangan moral supaya dapat meningkatkan kematangan keputusan moralnya.
Siswa mengembangkan struktur mental melalui proses interaksi dengan lingkungannya. Struktur-struktur mental tidaklah sederhana dan  bukan  merupakan  gambaran keinginan masyarakat seperti kaidah-kaidah  moral yang dipelajari dari orang tua.
Anak-anak akan menerima informasi dari lingkungannya, kemudian diasimilasi melalui proses system logika dan moralnya sendiri.  Sistem logika internal ini berbeda untuk setiap anak.
Dengan demikian, setiap pengalaman sosial akan diproses secara internal dengan cara menghubungkannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu. Hasilnya berupa respon-respon moral terhadap berbagai macam situasi.
Respon-respon inilah yang dapat dinilai oleh guru dan dikategorisasi ke dalam suatu tahapan perkembangan moral. Dalam hal ini, guru diharapkan untuk membantu siswa dalam;
-       Menganalisa situasi yang dilematis melalui proses bertanya
-       Secara bertahap membawa siswa pada respon-respon moral yang lebih tinggi
-       Meningkatkan tahap perkembangan moral siswa secara bertahap kea rah pertimbangan  moral yang lebih matang
II.            Asumsi-Asumsi yang Mendasari Teori Perkembangan Moral Kognitif
Model pengembangan moral kognitif ini didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut:
1.        Perkembangan moral diperoleh melalui tahapan-tahapan.
2.        Setiap orang harus melewati setiap tahap secara berurutan dan tidak boleh meloncati tahap tersebut.
3.        Proses penalaran moral dapat dipelajari
4.        Standar-standar moralitas didasarkan pada konsep-konsep keadilan filosofis yang diterima secara universal.
5.        Kehidupan demokrasi menuntut warga negara yang memiliki pertimbangan moral yang baik serta memiliki keterampilan nalar moral yang terkembangkan secara baik.
6.        Pertimbangan moral adalah resolusi konflik di antara nilai-nilai. Konflik-konflik ini nampak dalam dilema-dilema moral.
7.        Pertimbangan-pertimbangan moral merupakan hasil proses penalaran moral, yang dalam proses tersebut terdapat upaya memprioritaskan nilai-nilai tertentu berdasarkan pertimbangan konsekuensinya.
8.        Pertimbangan moral selalu dilakukan setiap hari dan hal itulah yang mengarahkan perilaku manusia.

III.         Tujuan Model Perkembangan Moral Kognitif
Tujuan model perkembangan moral kognitif dari Kohlberg adalah untuk membantu siswa secara bertahap menjalani hierarki tahap-tahap perkembangan moral dan dapat mengembangkan keterampilan penalaran moral.
Melalui hal tersebut, diharapkan siswa dapat memiliki pertimbangan moral yang lebih baik sehingga akan menjadi warga negara yang baik pula.

IV.         Peran Guru dalam Model Peran Kognitif
Peran guru yang menggunakan model ini memiliki dua tanggung jawab utama. Pertama, dalam bentuk kognitif. Kedua, dalam bentuk afektif..
1.        Membantu siswa mengembangkan tingkat penalaran moral yang lebih tinggi melalui pengajaran terbimbing (yakni penggunaan situasi dilema moral disertai penyelidikan atau pertanyaan yang tepat).
2.        Membantu siswa mengembangkan lingkungan moral yang lebih adil untuk selanjutnya mempengaruhi seluruh aspek kehidupan di sekolah.

V.           Strategi Mengajar dengan Model Perkembangan Moral Kognitif
Para guru memiliki tanggung jawab moral terhadap pengajaran agar memperoleh hasil-hasil sebagai berikut:
1.        Mengembangkan suatu lingkungan yang penuh kepercayaan.
Strategi ini menekankan kepada diskusi-diskusi kelas yang terbuka di antara siswa dan guru. Dalam diskusi tersebut, kehadiran dan partisipasi siswa betul-betul diperhatikan, sehingga siswa merasa aman, terlindungi, dan dihargai.
2.        Mengidentifikasi dan menggunakan dilema moral
Dilema moral akan menempatkan siswa pada situasi yang melibatkan konflik nilai. Konflik nilai harus secara menyeluruh diuji melalui proses penalaran moral sampai siswa membuat keputusan moral. Masing-masing situasi sebaiknya dirancang untuk membantu siswa memperbaiki level kematangan keputusan moralnya, sehingga merangsang perkembangan moral kognitifnya. Usahakan adanya kesempatan pada setiap subject matter atau bahan pelajaran untuk memperkenalkan situasi dilemma moral dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan penalaran serta pertimbangan-pertimbangan moral mengenai konflik-konflik dalam dilemma tersebut.
3.        Membantu siswa mengembangkan keterampilan proses penalaran moral. Keterampilan proses penalaran moral meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.         Mempelajari situasi.
b.         Melakukan penelitian untuk memperoleh informasi tambahan dalam rangka membuat keputusan moral.
c.         Mempertimbangkan orang lain (dari sudut pandang lain)
d.         Menganalisa konsekuensi-konsekuensi dari setiap alternatif keputusan yangf dilakukan setiap orang yang terlibat dalam dilemma moral tersebut.
e.         Menetapkan prioritas nilai
f.          Membuat pertimbangan-pertimbangan moral dan keputusan-keputusan moral.
4.        Membantu siswa mempelajari perspektif
Strategi ini menuntut siswa mengasumsikan perspektif tiap karakter yang berbeda dalam situasi dilemma tersebut, juga menerima perspektif siswa lainnya di kelas ketika dilemma itu didiskusikan, diperankan, didebatkan, dan didramatisasikan.
5.        Membantu siswa mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar komunikasi
Untuk mengembangkan keterampilan penalaran yang baik, siswa harus mempelajari secara akurat bagaimana mengirimkan dan menganalisa informasi, baik secara kognitif maupun secara afektif.
Kegiatan ini melibatkan:
-       Mendengarkan orang lain dengan empati
-       Memformulasikan, memproses, menganalisa, dan mensintesa informasi
-       Membuat dan mengomunikasikan keputusan-keputusan
-       Menggunakan (mengirimkan) dan menginterpretasikan (menerima) sinyal-sinyal verbal dan non-verbal
Para guru yang menggunakan dilemma moral harus dapat menyesuaikn materi pelajarannya dengan usia siswa, dengan level perkembangannya, dan tingkat kekompleksan dilemma tersebut. Misalnya untuk siswa sekolah dasar, yang dikembangkan adalah mengenai kejujuran, kerjasama, memahami orang lain, dsb.

VI.         Pendekatan Model Perkembangan Moral Kognitif dalam Pengajaran
Guru menetapkan tahap perkembangan moral siswa dengan cara menilai diskusi yang dilakukan oleh siswa mengenai definisi hak dan alasan yang mendukung hak tersebut. Terkait hal ini, Kohlberg memberikan diagram tahapan yang dapat dijadikan pedoman oleh guru untuk menganalisa tanggapan siswa sehingga dapat ditetapkan pada tahap mana keberadaan moral siswa tersebut.
Terdapat 2 jenis tahapan yang paling penting diketahui oleh guru, yakni:
1.    Apakah hak tersebut adil?
2.    Alasan mengapa hak itu didapatkan
Peran guru adalah mendengarkan tanggapan siswa serta alasan-alasan yang berhubungan dengan tanggapan tersebut, sehingga dapat menempatkan siswa pada posisi tahap perkembangan moral tertentu. Namun, siswa seringkali memberikan 2 tanggapan dan alasan yang berbeda untuk tiap tahapan.
Guru membantu siswa mengembangkan penalaran moral dengan cara menampilkan dilemma-dilema moral dan membimbingnya melalui proses pengajaran sebagai berikut:
VII.      Tahapan Campuran atau Stage Mix
Menurut E. Turriel (seorang kawan Kohlberg) tahapan perkembangan moral tersebut sering tidak tergambarkan secara jelas seperti yang diharapkan oleh model Kohlberg.
Berdasarkan penelitian Turriel, didapatkan kecenderungan sulitnya seseorang berada pada tahap tertentu secara murni, bahkan cenderung berada pada tahap "moral mix (tahap campuran) yang terjadi ketika seseorang mulai bergerak dari satu tahap ke tahap berikutnya.
Tahap campuran ini disebabkan oleh interaksi antara seseorang dengan berbagai aspek yang berbeda dari lingkungannya, sehingga menghasilkan disonansi kognitif.
Ketidakseimbangan kognitif ini menantang seorang individu untuk berpikir, memecahkan masalah yang lebih tinggi tingkat kompleksitasnya sehingga terlibat dalam proses penstrukturan kembali kognitif. Dengan demikian, seseorang dapat bergerak ke tahap perkembangan moral yang lebih tinggi.
Konsep moral mix ini dipandang menarik untuk masyarakat yang multietnis, pluralistik, atau masyarakat yang beragam. Sedangkan pada masyarakat yang relatif terisolir baik secara geografis, bahasa, ekonomi, prasangka, maupun tradisi, kemungkinan munculnya dilema moral kecil. Hal ini disebabkan oleh tidak ada tuntutan pilihan moral di antara nilai-nilai yang berlawanan. Maka tingkat perkembangan moral masyarakatnya akan cenderung lambat.
Dalam komunitas yang tidak terisolir, pengaruh-pengaruh tersebut melipat ganda akibat teknologi.
Menurut Alfin Tofler, masyarakat zaman ini mengalami future shock. Dalam beberapa hal, tampaknya individu dapat mengatasi munculnya kondisi pra matang dan terstimulasi untuk bergerak pada level yang lebih tinggi.
Pada sisi lain, terlihat adanya pengaruh sehingga seseorang tidak dapat mengatasi kebingungan yang disebabkan oleh pngaruh-pengaruh eksternal sehingga moralnya stagnan dan tidak dapat bergerak ke tahap yang lebih tinggi. Individu-individu ini secara psikologis menahan pengaruh eksternal dan tetap terisolasi secara internal.
Model perkembangan moral Kohlberg secara luas diterima sekiatr tahun 70-an. Namun di awal tahun 80-an, banyak psikolog dan pendidik mempertanyakan teori Kohlberg. Mereka juga menyimpulkan bahwa teori ini merupakan serangkaian tahap yang agak arbiter bedasarkan pikiran barat. Terutama pada level yang lebih tinggi, pendeskripsian tersebut dianggap tidak sesuai dengan kenyataan sehingga membawa siswa pada arah yang menghambat perkembangan moral.
Kolhberg telah mengembangkan sejumlah dilema moral serta pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan dilema tersebut. Akan dikemukakan dua dilema moral, satu yang diperkirakan cocok untuk siswa tingkat SLTP dan satu lagi untuk tingkat SLTA atau perguruan tinggi.
Pada halaman berikut akan ditampilkan hal-hal sebagai berikut:
1.    Diagram tahapan Kolhberg yang meliputi:
-       Level dan tahapan tersebut
-       Apakah hak itu?
-       Alasan untuk mengerjakan hak
-       Perspektif sosial pada tiap tahapan
-       Tahapan transisi yang ditambah oleh Kolhberg setelah menguji 6 diagram tahapan asli
2.    Contoh dua dilema Kolhberg
Untuk itu sebaiknya guru melatih menempatkan posisi siswa dalam diagram tahapan ketika siswa melakukan respon atau tanggapan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kedua dilema tersebut.
Contoh Dilema I, untuk siswa SLTP
Joe adalah seorang anak lelaki berusia 14 tahun yang sangat menginginkan pergi rekreasi ke (Bali misalnya), Ayahnya mengijinkan dia pergi ke Bali asal dia menabung dengan uangnya sendiri untuk kepentingan pergi ke Bali tersebut. Joe bekerja keras di sebuah pabrik dan telah menabung uangnya sebanyak 40 dolar, jumlah itu cukup untuk pergi ke Bali dan lebih sedikit lebih. Tetapi pada saat akan pergi ayahnya berubah pikiran. Beberapa teman ayahnya telah memutuskan untuk wisata mancing, sedangkan ayahnya kekurangan uang. Ayahnya meminta kepada Joe untuk memberikan uang yang telah ditabung itu. Joe sendiri tidak menghendaki membatalkan niatnya ke Bali, sehingga ia berpikir untuk menolak permintaan ayahnya tersebut.
Pertanyaan:
1.    Haruskan Joe menolak memberikan uang pada ayahnya?
(mengapa memberikan dan mengapa tidak memberikan?)
2.    Apakah fakta tentang Joe sendiri yang mendapatkan uang merupakan hal yang terpenting dari situasi itu?
(mengapa hal itu penting atau mengapa bukan hal itu?)
3.    Ayahnya menjanjikan Joe boleh pergi ke Bali jika Joe memperoleh sendiri uangnya, apakah fakta tentang janji ayahnya tersebut merupakan hal yang terpenting dari situasi itu?
(mengapa hal itu penting atau mengapa hal itu tidak penting?)
4.    Apakah penting memegang janji?
(mengapa penting dan mengapa tidak penting?)
5.    Pentingkah memegang janji terhadap orang yang tidak akan bertemu lagi?
(mengapa penting dan mengapa tidak penting?)
6.    Apakah yang terpenting yang harus diperhatikan anak dalam hubungan dengan ayahnya?
(mengapa hal itu merupakan hal yang terpenting?
7.    Apakah yang terpenting yang harus diperhatikan ayah mengenai hubungan dengan anaknya?
(mengapa hal itu merupakan hal yang terpenting?)
Contoh Dilema II, untuk siswa SLTA atau Mahasiswa
Di Eropa ada seorang wanita yang hampir meninggal akibat kanker. Ada satu jenis obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya, obat tersebut adalah sebentuk radium yang baru saja ditemukan oleh ahli obat. Obat tersebut mahal biaya pembuatannya, tetapi si ahli obat menghargakan 10 kali lipat dari harga pembuatannya. Harga pembuatan obat tersebut 200 dolar dan dihargakan 2000 dolar untuk satu dosis kecil
Suami wanita yang sakit itu “Heinz” pergi ke setiap kenalannya untuk meminjam uang, tetapi hanya mampu mengumpulkan uang sebanyak 1000 dolar berarti setengah dari harga obat tersebut. Heinz mengatakan pada tukang obat bahwa istrinya dalam keadaan sekarat dan memohon untuk menjual obat tersebut lebih murah atau memberi kesempatan sisanya untuk dicicil. Ahli obat tersebut berkata “Tidak, sayalah penemu obat tersebut dan saya akan mencari keuntungan dari obat itu”. Heinz putus harapan dan memutuskan untuk membongkar toko tukang obat itu untuk mencari obat istrinya.
Pertanyaan:
1.    Apakan Heinz sebaiknya mencuri obat tersebut?
(mengapa harus mencuri dan mengapa tidak?)
2.    Jika Heinz tidak mencintai istrinya, apakah sebaiknya dia mencuri obat?
(mengapa mencuri dan mengapa tidak mencuri?)
3.    Misalkan orang yang sedang sekarat tersebut bukan istrinya tetapi orang asing, apakah sebaiknya Heinz mencuri obat untuk orang asing tersebut?
(mengapa mencuri, mengapa tidak?)
4.    Jika anda menghargai mencuri obat bagi kepentingan orang asing. Bagaimana jika yang sekarat itu binatang peliharaan yang anda cintai, apakah perlu mencuri atau tidak?
(mengapa mrncuri atau mengapa tidak?)
5.    Apakah penting bagi seseorang untuk melakukan segala upaya untuk menolong kehdupan orang lain?
(mengapa penting atau mengapa tidak?)
6.    Apakah melawan hukum dengan tindakan mencuri seperti Heinz tersebut secara moral bersalah?
(mengapa bersalah, mengapa tidak?)
7.    Haruskah seseorang berupaya sekuat tenaga untuk mematuhi hukum?
(mengapa harus, mengapa tidak)
8.    Bagaimana kepatuhan terhadap hukum ini bila diterapkan terhadap apa yang sebaiknya dilakukan oleh Heinz?
Dalam memberikan tanggapan terhadap Dilema II, si subjek diminta untuk memilih antara nilai “kehidupan” dengan nilai “hukum”. Dalam soituasi ini apakah nilai kehidupan si istri mengatasi nilai hukum atau justru sebaliknya.
Sedangkan dalam merespon Dilema I, si subjek diminta untuk memilih  antara nilai “kekuasaan/penguasa” dengan nilai “pemilikan dan kontrak”. Haruskah Joe menyerahkan uangnya dan menghargai kekuasaan ayahnya, atau apakah karena Joe sendiri yang mencari uang serta ayahnya telah berjanji bahwa dia boleh pergi ke Bali dapat mengatasi nilai-nilai kepatuhan pada ayahnya?
Pertanyaan pertama dalam setiap dilema dirancang untuk mengeluarkan pikiran utama si subjek terhadap konflik tersebut. Pertanyaan-pertanyaan berikutnya digunakan untuk menyelidiki lebih jauh pikiran-pikirannya. Karena yang akan menarik perhatian si peneliti/guru adalah alasan-alasan si subjek umtuk memilih suatu nilai lainnya, demikian juga menyelidiki proses penalaran si subjek merupakan bagian yang penting dari interview. Sebagai contoh; jika seseorang mengatakan bahwa Heinz harus mencuri atau menyelamatkan istrinya karena dia mencintainya, maka si pewawancara/guru harus punya keinginan untuk mengetahui:
a.    Apakah nilai kehidupan si istri bersifat relatif sesuai dengan rasa cintanya si Heinz? atau
b.    Apakah nilai kehidupan si istri berharga dengan sendirinya?
Pertanyaan berikutnya “Haruskah Heinz mencuri obat tersebut walaupun dia tidak mencintai istrinya?” Pertanyaan ini akan membantu untuk membedakan pertimbangan-pertimbangan apakah yang ada di belakang respon tersebut, sehingga secara kualitatif dapat dibedakan pada tahap perkembangan moral manakah seseorang.
VIII.   Menulis Dilema
Kriteria ini harus diperhatikan jika Anda sendiri yang akan menulis dilema, silema tersebut sebaiknya:
1.    Pendek (satu atau dua paragraf).
2.    Disesuaikan dengan level siswa dan difokuskan pada minat siswa, disesuaikan dengan pendidikan atau disesuaikan dengan problem sosial.
3.    Dapat dipercaya (suatu yang benar-benar terjadi atau bisa juga sesuatu yang mungkin terjadi dengan segera pada waktu yang akan datang).
4.    Berkisar pada suatu karakter tertentu atau sekelompok kecil karakter tertentu/pelaku.
5.    Tempatkan si pelaku utama dalam posisi dimana dia harus memilih diantara 2 atau 3 alternatif. Pilihan tersebut sebaiknya tidak merupakan suatu keputusan yang jelas tentang apa yang benar (secara sosial dapat diterima atau adil) atau salah (secara sosial tidak dapat diterima atau tidak adil). Sebaiknya jawaban benar atau salah tersebut bukanlah sesuatu yang mudah.
6.    Akhiri dengan pertanyaan mengenai apa yang “seharusnya” dilakukan si pelaku. Fokuskanlah pada apa yang “seharusnya” bukan apa yang “akan” atau “mungkin”. Yang seharusnya tersebut menekankan pada pilihan moral.
7.    Buatlah serangkaian pertanyaan penting untuk menyelidiki. Pertanyaan penyelidikan itu mungkin seperti hal-hal sebagai berikut:
-       Apakah situasi yang terjadi dalam peristiwa itu?
-       Alternatif apakah yang bisa dipilih dalam peristiwa itu?
-       Pilihan apa yang akan anda buat bila anda ada pada situasi tersebut?
-       Apakah anda bisa menyimpulkan alasan-alasan yang diberikan oleh orang-orang yang ada di dalam kelas pada pilihan tersebut?
-       Akan seperti apakah pilihan tersebut bila dipandang oleh pelaku-pelaku lainnya?
-       Apakah konsekuensi-konsekuensi pilihan tersebut bagi setiap pelaku yang ada dalam dilema tersebut?
-       Dalam kondisi yang bagaimanakah suatu pilihan yang berbeda dapat diterima?
-       Standar moral atau prinsip-prinsip apakah yang terlibat?
-       Apakah standar-standar moral yang sama berlaku dalam setiap situasi yang serupa? (mengapa berlaku dan mengapa tidak berlaku)
-       Apakah standar moral itu berlaku bagi setap orang pada lapisan tertentu? (di pedesaan atau kota, kaya atau miskin, pribadi yang memegang posisi penting dalam pemerintahan atau rakyat jelata)

LEMBARAN TUGAS I
Melatih Memposisikan Siswa pada Diagram Tahapan
Kegiatan ini akan melatih anda dalam menempatkan siswa secara tepat pada tahapan manakah menurut diagram tahapan Kohlberg. Anda harus meminta beberapa teman untuk bekerja sama dengan anda. Penting sekali bagi anda untuk mengikuti pengarahan dengan teliti sehingga anda dengan teman-teman akan memiliki data pentahapan pada diagram untuk dibandingkan dengan hasl teman anda, dengan cara ini anda akan dapat meningkatkan keakuran dalam penempatan siswa tahapan tersebut.
1.        Batasi pada 3 atau 4 teman.
2.        Mintalah mereka membaca dilema 1.
3.        Sebelum melaksanakan diskusi, mintalah setiap teman untu mendeskripsikan apa yang akan dia lakukan dalam situasi tersebur. Mintalah pada setiap teman untuk menuliskan catatan dari keputusan yang dibuat oleh masing-masing. Anda juga sebaiknya memiliki serangkaian catatan lapangan yang baik.
4.        Mintalah setiap teman untuk memberikan alasan terhadap keputusan yang telah dibuatnya tersebut, dan mintalah supaya alasan tersebut ditulis.
Untuk langkah ke 5 tidak diadakan kompromi atau pembicaraan dengan yang lain sehingga setiap orang bebas tanpa gangguan.
5.        Pertama, tunjukanlah pada setiap teman diagram tahapan perkembangan moral Kolhberg dan diskusikan. Mintalah setiap teman secara individu untuk mereview setiap keputusan yang akan dibuat oleh teman lainnya termasuk juga pada alasannya (teman-teman harus didorong untuk menggunakan catatannya) dan tempatkanlah setiap teman anda pada tahapan yang ada pada diagram tersebut tanpa menduskusikannya terlebih dahulu dengan siapapun.
6.        Sekarang anda dengan seluruh teman sebaiknya memperbandingkan pentahapan-pentahapan anda.
7.        Apakah anda semua setuju dengan penempatan tersebut? Apakah ada “stage mix” disana yang terlibat dalam respon-respon tersebut?
8.        Diskusikan penempatan masing-masing prbadi pada diagram tersebut sampai semua orang setuju pada penempatan yang terbaik. Beberapa teman anda mungkin ingin mengubah penempatan tersebut setelah diadakan diskusi.
9.        Ulang proses tersebut dengan menggunakan dilema ke 2.
10.    Apakah ditemukan kesepakatan dalam penempatan sekarang. Jika anda telah sepakat mulailah memasuki no. 11, jika belum sepakat maka diskusikanlah penempata tersebut sampai semuanya menyepakati penempatan tersebut.
11.    Ulangi proses di atas dengan menggunakan dilema 1 dengan jenis teman yang berbeda.
12.    Mudah-mudahan anda sudah cukup mudah menggunakan diagram tahapan Kohlberg tersebut.
Setelah menyelesaikan lembaran kegiatan, selanjunya anda “menulis dilema sendiri”, tulislah dilema yang singkat untuk dicobakan pada salah satu kelas. Pada saat kelas itu mendiskusikan dilema, coba tempatkan para siswa menurut tahapan diagram Kohlberg itu. Apakah seluruh siswa ada pada level yang sama? Bila ada variasi yang besar diantara siswa maka anda boleh membagi kelas itu kedalam 2 sub kelompok atau lebih sehingga tidak akan menghambat pertumbuhan atau membiarkan tingkat perkembangan moral siswa pada level yang rendah. Sebaliknya, anda tidak memaksa siswa yang berada pada tingkat yang rendah untuk maju dengan cepat pada tingkat yang terlampau tinggi. Hal ini akan menghambat perkembangan moral siswa, bila kita memaksakan adanya loncatan tingkat lebih dari satu level pada satu waktu.
LEMBARAN TUGAS II
Menulis Dilema Sendiri
Seperti yang dapat dilihat pada Lembaran Kegiatan I, dilema adalah situasi-situasi pendek untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan nilai-nilai yang sedang berkonflik. Dlema harus ditulis sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Ketika dilema itu didiskusikan, guru hendaklah menambah informasi atau menambah tingkat kekomplekkannya hal ini untuk menjaga jangan sampai terlampau banyak nilai yang terlibat dalam dilema tersebut ketika siswa menyelidiki lebih jauh.
Tugas anda adalah:
1.    Reviewlah kriteria untuk menulis dilema pada bagian IX tulisan ini.
2.    Tulislah sebuah dilema dan serangkaian pertanyaan yang tepat untuk anak tingkat SD.
3.    Tulislah sebuah dilema dan serangkaian pertanyaan yang cocok untuk anak tingkat SLTP/SMP.
4.    Tulislah sebuah dilema dan serangkaian pertanyaan yang cocok untuk anak tingkat SLTA/SMA.
5.    Tulislah sebuah dilema dan serangkaian pertanyaan yang cocok untuk Mahasiswa S1 atau Diploma.
6.    Bagikanlah hasil rumusan dilema anda pada teman-teman untuk dikritik, termasuk juga rangkaian pertanyaannya.
Apakah yang bisa dilakukan untuk memperbaiki dilema yang anda buat sendiri



RANGKUMAN
1.    Perkembangan moral kognitif dikembangkan oleh Piaget dan lebih dipopulerkan oleh Lawrence Kohlberg.
Teori yang dikembangkan Kohlberg menganggap bahwa perkembangan moral merupakan hasil cognitive reststucturing yang harus dilewati secara runtut.
2.    Tahapan perkembangan moral dari Kohlberg meliputi:
a.       Tahapan Preconventional, yang terdiri dari:
-          Tahap hukuman dan kepatuhan (hadiah-baik, hukuman-buruk)
-          Tahap saling menguntungkan (menolong satu sama lain)
b.      Tahap Conventional, yang terdiri dari:
-          Role Stereotype (perilaku yang diharapkan atau dicontohkan orang lain)
-          Hukum dan aturan (mengikuti peraturan hukum tidak membutuhkan kontrol)
-          Tahap transisi (pilihan pribadi, subjektif)
c.       Tahap Pos Conventional, terdiri dari:
-          Tahap Kontrak Sosial (mengecualikan hukum untuk kepentingan manusia)
-          Tahap Keadilan (bertindak seperti anda harapkan orang lain bertindak)
3.    Standar moral berlaku secara universal, oleh karena itu dapat dipelajari dan guru dapat membantu tingkat perkembangan moral anak didik melalui dilema moral. Dilema moral tersebut akan berisi konflik nilai dan terhadap konflik itu siswa harus membuat keputusan berdasarkan hasil proses pertimbangan dan penalaran moral. Dengan demikian model pertimbangan moral yang baik yang akhirnya menjadi warga negara yang baik.
4.    Hal-hal yang harus diperhatikan guru dalam menggunakan model perkembangan moral kognitif adalah:
a.       Kembangkanlah susasana kelas yang penuh kepercayaan.
b.      Gunakanlah dilema moral.
c.       Bantulah siswa dalam proses penalaran moral.
d.      Bantulah siswa dalam mempelajari perspektif orang lain.
e.       Latihlah para siswa dengan dasar-dasar komunikasi.
5.    Dalam dunia pendidikan model ini dapat digunakan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Menyoroti isu moral yang terlibat dalam dilema.
b.      Menyelidiki motif yang ada dibelakang alasan.
c.       Melacak keadaan dilema lebih dalam.
d.      Menyimpulkan setiap pertanyaan siswa pada fokus tertentu
e.       Mencoba role playing berdasarkan perspektif diri siswa dan perspektif orang lain.
f.        Mengembangkan pertanyaan analisis terhadap setiap prioritas nilai.
6.    E. Turrel menganggap adanya tahapan “moral mix