Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berpikir Kritis dalam Matematika

Cukwuyenum (Amir, 2015, hlm. 162) menjelaskan berpikir kritis meliputi usaha seseorang dalam mengumpulkan, menafsirkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi untuk sampai pada simpulan yang dapat diandalkan dan valid. Sementara itu Shapiro (Amir, 2015, hlm. 162) mengungkapkan berpikir kritis adalah suatu aktivitas mental yang berkaitan dengan penggunaan nalar yang menggunakan proses mental seperti memperhatikan, mengkategorikan, menyeleksi, dan memutuskan pemecahan suatu masalah. Jadi berpikir kritis merupakan aktivitas mental seseorang dalam mengumpulkan, mengkategorikan, menganalisa, dan mengevaluasi informasi ataupun bukti agar dapat membuat suatu simpulan untuk memecahkan masalah.
Berpikir kritis yang akan penulis teliti adalah berpikir kritis matematis. Secara epistimologi Craver,dkk (Suwarma, 2009, hlm. 7) menyatakan berpikir kritis matematika berbeda dengan berpikir kritis pada bidang lainnya. Hal ini didasarkan atas penjelasan yang dikemukakan oleh Ennis (Suwarma, 2009, hlm.7) yang menyatakan matematika terdapat domain yang memiliki kriteria berbeda untuk menyusun alasan yang tepat, karena matematika hanya menerima pembuktian deduktif sedangkan bidang lainnya tidak memerlukan pembuktian deduktif guna menyusun kesimpulan akhir.
Berpikir kritis di pelajaran khususnya matematika merupakan suatu proses kognitif atau tindakan mental dalam usaha memperoleh pengetahuan matematika berdasarkan penalaran matematik. Penalaran matematik ini melibatkan pembentukan generalisasi dan penarikan kesimpulan tentang ide-ide dan bagaimana ide-ide ini dihubungkan.
Kemampuan berpikir kritis matematis menurut Ennis (dalam Lestari & Yudhanegara, 2015, hlm. 65) yaitu kemampuan berpikir dalam menyelesaikan masalah matematika yang melibatkan pengetahuan matematika, penalaran matematika, dan pembuktian matematika. Selanjutnya Glazer (Suwarma, 2009, hlm. 16) merumuskan berpikir kritis dalam matematika sebagai kemampuan dan disposisi untuk menyertakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematika, dan strategi kognitif untuk menggeneralisasi, membuktikan, atau mengevaluasi situasi-situasi matematika yang tidak familiar secara reflektif. Berdasarkan rumusan definisi tersebut, maka kondisi untuk berpikir kritis dalam matematika harus memuat :
Situasi yang tidak familiar dimana individu tidak dapat dengan cepat memahami konsep matematika atau mengetahui bagaimana menentukan solusi dari persoalan.
Menggunakan pengetahuan awal, penalaran matematika, dan strategi kognitif.
Generalisasi, pembuktian, dan atau evaluasi.
Berpikir reflektif yang melibatkan pengomunikasian solusi dengan penuh pertimbangan, membuat makna tentang jawaban atau argumen yang masuk akal, menentukan alternatif untuk menjelaskan konsep atau memecahkan persoalan, dan atau membangkitkan perluasan untuk studi selanjutnya.
Dalam kurikulum berpikir kritis, menurut Ennis (Suwarma, 2009, hlm 13) terdapat dua belas indikator berpikir kritis yang dikelompokkan dalam lima kemampuan berpikir, yaitu :

  1. Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification).
  2. Membangun keterampilan dasar (basic support).
  3. Membuat simpulan (inference).
  4. Membuat penjelasan lebih lanjut (advances clarification).
  5. Menentukan strategi dan taktik (strategy and tactics) untuk menyelesaikan masalah.