Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Faktor-faktor yang menentukan Kurikulum

Kurikulum suatu sekolah atau lembaga ditentukan oleh empat faktor utama:
Kebutuhan Sosiologis
Yaitu kebutuhan-kebutuhan dan tuntutan budaya, kelompok masyarakat dan bangsa yang secara langsuang disaring ke dalam kurikulum lembaga-lembaga pendidikan yang dijadikan tujuan utamanya. Banyak tujuan dari kebutuhan sosiologis ini yang sifatnya efektif dan memerlukan pendekatan pendidikan nilai yang seyogyanya dirancang untuk mengembangkan sikap dan nilai siswa untuk mendukung kesinambungan budaya masyarakat, perkembangan bangsa dan hal-hal yang dianggap baik oleh masyarakat.
Tuntutan dan Kebutuhan Filosofis
Individu, masyarakat dan negara mendasarkan hubungan, tindakan dan kebijakan mereka pada serangkaian keyakinan filosofis yang secara sadar atau tidak membentuk dan mengarahkan pikiran dan perilaku mereka. Kebutuhan dan tuntutan ini berasal dari apa yang dikatakan oleh Gazzaniga sebagai ‘dimensi mistik itu’ yang masuk pada ‘sifat-sifat pembawaan manusia’ dan ‘pembawaan eksistensi manusia.’
Filsafat berusaha menjawab kebutuhan manusia untuk mengetahui tentang dirinya dalam pengertian:
Aestetis Keindahan itu apa?
Axiologis Nilai itu apa?
Epistimologis Pengetahuan itu apa? Apa manfaat pengetahuan?
Etika Baik itu apa? Moral itu apa?
Logika Bagaimana kebenaran itu dapat dicari?
Metafisik Kenyataan itu apa?
Keyakinan dan tuntutan filosofis masyarakat dan negara mempunyai pengaruh langsung pada komponen afektif kurikulum, khususnya pada wilayah axiologis (nilai) dan etika (moral) dan secara luas akan menentukan sifat dan bentuk pendidikan nilai – moral yang diberikan.
Tuntutan dan Kebutuhan Psikologis
Apa yang diperhitungkan oleh kita tentang bagaimana seseorang belajar, dan apa yang menjadi kebutuhan psikologis seorang siswa yang secara langsung mempengaruhi sifat dan corak kurikulum. Sebagai contoh, hasil penelitian psikologis baru-baru ini menganjurkan:
Konsep diri siswa secara langsung berhubungan dengan belajar, artinya makin baik konsep diri siswa maka makin banyak dan makin baik cara belajarnya.
Harapan guru dan orang tua secara langsung berhubungan dengan belajar artinya bila guru mengharapkan seluruh siswa belajar dan bertindak sesuai dengan kemampuannya masing-masing maka akan menghasilkan sejumlah besar siswa yang akan mampu belajar pada level yang lebih tinggi dibandingkan guru yang hanya meyakini bahwa hanya sejumlah siswa tertentu yang mampu belajar.
Mengajarkkan keterampilan dasar akan lebih baik dengan cara langsung dibandingan dengan cara mengajar yang tidak langsung.
Waktu yang digunakan siswa untuk menyelesaikan tugas sangat erat hubungannya dengan belajar, artinya keterampilan belajar tingkat tinggi akan dicapai siswa secara produktif bila siswa tersebut melibatkan sejumlah besar waktunya untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah (pelajaran).
Bila siswa diharapkan memiliki keterampilan berfikir yang lebih tinggi, maka mereka harus diberi bagian-bagian keterampilan dasar pemecahan masalah yang kompleks.
Bila siswa-siswa diharapkan untuk memodifikasi sikap dan perilaku, maka mereka harus terlibat dalam pengalaman belajar yang afektif dan aktif, yang akan membantu mereka menghadapi konflik-konflik nilai dan keputusan nilai, dengan cara semacam itu prinsip-prinsip nilai dan standar nilai/ perilaku bisa diinternalisasi atau diendapkan dalam diri.
Dimensi psikologisini merupakan faktor yang paling penting dalam pendidikan nilai, terutama untuk perencanaan kurikulum ranah afektif.
Sifat Ilmu Pengetahuan
Setiap disiplin ilmu (sejarah, geografi, politik, kimia dan lain lain) memiliki struktur, metodologi, dan sifat masing-masing. Oleh karena itu akan memiliki pengaruh langsung pada kurikulum, sebagai cntoh: sejarah memiliki struktur dasar yang didasarkan pada intepretasi historis kejadian masa lampau, para ahli sejarah menggunakan metode penelitian historis dalam menemukan hubungan, kecenderungan ataupun makna sejarah.
Pendidikan nilai akan menggunakan bahan sejarah sebagai bagian interdisipliner penerapan nilainya, dan nilai-nilai sejarawan akan langsung berpengaruh dalam menafsirkan setiap kejadian yang akan menentukan nilai. Sedangkan ahli kimia akan mengarahkan penelitian dan perbaikan kehidupan manusia di lingkungannya. Nilai sendiri sebagai struktur Pendidikan Nilai bukan sesuatu yang hampa, tetapi berhubungan dengan setiap bidang studi dan komponen ilmu pengetahuan. Oleh karena itu “nilai” harus dimasukan ke dalam seluruh proses disiplin ilmu, dan menjadi isi bahan kurikulum dan masuk pada bidang-bidang pengajaran