Guru Profesional
Guru Profesional
Ciri – ciri Guru Professional Dalam dan proses pendidikan mana pun, guru tetap
memegang peranan penting. Para siswa tidak memegang peranan penting. Para siswa
tidak mungkin belajar sendiri tanpa bimbingan guru yang mampu mengemban
tugasnya dengan baik. kendatipun dewasa ini konsep CBSA telah banyak
dilaksanakan dalam proses belajar mengajar di sekolah, namun guru tetap
menempati kedudukan tersendiri. Pada hakikatnya para siswa hanya mungkin
belajar dengan baik jika guru telah mempersiapkan lingkungan positif bagi
mereka untuk belajar. Pelaksanaan kurikulum dalam sistem instruksional yang
telah didesain dengan sistematik membutuhkan tenaga guru yang profesional. Guru
harus memenuhi persyaratan, profesinya dan berkemauan tinggi untuk
mengembangkan potensi siswa secara optimal. Kemampuan yang dituntut terhadap
setiap guru adalah kemampuan-kemampuan yang sejalan dengan peranannya di
sekolah. 5 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhi, ( Jakarta :
Rineka Cipta, 2010 ),h. 97-100 11
Peranan
guru tidak hanya bersifat administratif dan organisatoris, tetapi juga bersifat
metadologis dan psikologis. Di balik itu setiap guru harus memiliki kemampuan
kepribadian dan kemampuan kemasyarakatan. Kemampuan – kemampuan itu sangat
penting demi keberhasilan tugas dan fungsinya sejalan dengan tugas dan fungsi
sekolah sebagai suatu sistem sosial. a. Jenis-jenis peranan Guru Peranan guru
dapat ditinjau dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, guru
mengemban peranan – peranan sebagai ukuran kognitif, sebagai agen moral,
sebagai inovator dan koopertif ( W. Taylor, 1978 ). Guru sebagai ukuran
kognitif. Tugas guru umumnya adalah mewariskan pengetahuan dan berbagai
keterampilan kepada generasi muda. Hal-hal yang akan diwariskan itu sudah tentu
harus sesuai dengan ukuran-ukuran yang telah ditentukan oleh masyarakat dan
merupakan gambaran tentang keadaan sosial,ekonomi, dan politik masyarakat
bersangkutan. Karena itu guru harus memenuhi ukuran kemampuan yang diperlukan
untuk melaksanakan tugasnya, sehingga anak dapat mencapai ukuran pendidikan
yang tinggi. Hasil pengajaran merupakan hasil interaksi antara unsur-unsur,
motivasi, dan kemampuan siswa, isi atau materi pelajaran yang disampaikan dan
dipelajari oleh siswa, keterampilan guru menyampaikannya dan alat bantu
pengajaran yang membuat jalannya pewarisan itu. Guru sebagai agen moral dan
politik.
Guru
bertindak sebagai agen moral masyarakat, karena fungsinya mendidik warga
masyarakat agar melek huruf, pandai berhitung, dan berbagai keterampilan
kognitif lainnya. Keterampilan – keterampilan itu dipandang sebagai bagian dari
proses pendidikan moral, karena masyarakat yang telah pandai membaca dan
berpengetahuan, akan berusaha menghindarkan dirinya dari tindakan-tindakan yang
kriminal dan menyimpang dari ukuran masyarakat kepada generasi muda. Kemauan –
kemauan politik masyarakat disampaikan dalam proses pengajaran dalam kelas.
Guru sebagai inovator. Berkat ilmu pengetahuan dan teknologi, maka masyarakat
senantiasa berubah dan berkembang dalam semua aspek. 12 Perubahan dan
perkembangan itu menuntut terjadinya inovasi pendidikan pendidikan yang
menimbulkan perubahan yang baru dan kualitatif, berbeda dengan hal yang
sebelumnya ( Santoso S. Hamijoyo, 1974 ).
Tanggung
jawab melaksanakan inovasi itu di antaranya terletak pada penyelenggaraan
pendidikan di sekolah, guru yang memegang peranan utama. Guru yang bertanggung
jawab menyeba rluaskan gagasan-gagasan baru, baik terhadap siswa maupun terhadap
masyarakat melalui proses pengajaran dalam kelas. Peranan kooperatif. Dalam melaksanakan
tugasnya, guru tidak mungkin bekerja sendirian dan mengandalkan kemampuannya
secara individual. Karena itu para guru perlu bekerja sama antarsesama guru dan
dengan pekerja-pekerja sosial, lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan dengan
persatuan orangtua murid. Peranan kerjasama dalam pengajaran di antara
guru-guru secara formal dikembangkan dalam sistem pengajaran beregu. Dalam
proses pengajaran di sekolah, peranan guru lebih spesifik sifatnya dalam
pengertian yang sempit yakni dalam hubungan proses belajar mengajar. Peranan
guru adalah sekaligus sebagai pengorganisasian lingkungan belajar dan sebagai
fasilitator belajar ( Thomas E. Curtis dan Wilma W. Bidwell, 1977 ).
Peranan
pertama meliputi peranan – peranan yang lebih spesifik, yakni : 1) Guru sebagai
model 2) Guru sebagai perencana 3) Guru sebagai peramal 4) Guru sebagai
pemimpin 5) Guru sebagai penunjuk jalan atau sebagai pembimbing ke arah
pusat-pusat belajar. Peranan guru sebagai fasilitator belajar bertitik tolak
dari tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Implikasinya terjadi pada tugas
tanggung jawab, guru yang mengemban peranan dalam proses kelompok, model
kelompok, memberikan penyuluhan dan keterampilan-keterampilan belajar. Guru
sebagai pengorganisasian lingkungan belajar. Peranan guru sebagai
pengorganisasian pada dasarnya bertitik tolak dari asumsi bahwa pengajaran
adalah suatu aktivitas profesional yang unik, rasional, dan 13 humanistis.
Dalam hal itu, seseorang menggunakan pengetahuannya secara kreatif dan
imajinatif untuk mempromosikan pelajaran dan kesejahteraan bagi orang-orang
lain ( Duncan ).
Sekolah
mengandung pola-pola karakteristik yang proses sosialisasinya berlangsung dan
anak memperoleh pengalaman[1]pengalamannya
di dalam situasi sekolah. Berdasarkan asumsi – asumsi tersebut, maka guru
berkewajiban mempersiapkan dan mengorganisasi lingkungan belajar anak/remaja
untuk mensosialisasikan dirinya. Dalam hubungan ini, guru mengemban peranan[1]peranan
sebagai berikut : 1) Guru sebagai model Anak dan remaja berkembang ke arah
idealisme dan kritis. Mereka membutuhkan guru sebagai model yang dapat dicontoh
dan dijadikan teladan. Karena itu guru harus memiliki kelebihan, baik
pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian. Kelebihan itu tampak dalam disiplin
pribadi yang tinggi dalam bidang-bidang intelektual, emosional, kebiasaan –
kebiasaan yang sehat, sikap yang demokratis, terbuka, dan sebagainya. Dalam
menjalankan peranan tersebut, guru harus senantiasa terlibat dalam secara
emosional dan intelektual dengan anak-anak.
Dia
senantiasa berusaha memberikan bimbingan menciptakan iklim kelas yang
menyenangkan dan menggairahkan anak untuk belajar, menyediakan kesempatan bagi
anak untuk terlibat dalam perencanaan bersama dengan guru, memungkinkan secara
directive. 2) Guru sebagai perencana. Guru berkewajiban mengembangkan
tujuan-tujuan pendidikan menjadi rencana-rencana yang operasional.
Tujuan-tujuan umum perlu diterjemahkan menjadi tujuan – tujuan yang secara
spesifik dan operasional. Dalam perencanaan itu murid perlu dilihatkan sehingga
menjamin relevansinya dengan perkembangan, kebutuhan dan tingkat pengalaman
mereka.
Peranan
tersebut menuntut agar perencanaan senantiasa direlevansikan dengan kondisi
masayarakat, kebiasaan 14 belajar siswa, pengalaman dan pengetahuan siswa,
metode belajar yang serasi, dan materi pelajaran yang sesuai dengan minatnya.
3) Guru sebagai peramal Peranan tersebut erat kaitannya dengan tugas
mengevaluasi kemajuan belajar siswa. Penilaian mempunyai arti yang penting baik
bagi siswa, orang tua, dan bagi guru sendiri. Bagi siswa, agar mereka
mengetahui seberapa jauh mereka telah berhasil dalam studinya, bagi orangtua
agar mereka mengetahui kemajuan belajar anaknya, dan bagi guru penting untuk
menilai dirinya sendiri dan efektivitas pengajaran yang telah diberikannya.
Dalam pada itu data yang terkumpul tentang diri mahasiswa sebagian menunjukan
beberapa kelemahan yang memerlukan perbaikan melalui prosedur bimbingan yang
efektif.
Dalam
menjalankan peranan ini, seharusnya guru mampu melaksanakan dan mempergunakan
beberapa tes yang telah dibakukan, melaksanakan tes formatif, sumatif, serta
memperkirakan perkembangan anak didiknya. 4) Guru sebagai pemimpin. Guru adalah
sebagai pemimpin dalam kelasnya sekaligus sebagai anggota kelompok-kelompok
dari siswa. Banyak tugas yang sifatnya manajerial yang harus dilakukan oleh
guru, seperti memelihara ketertiban kelas, mengatur ruangan, bertindak sebagai
pengurus rumah tangga kelas, serta menyusun laporan bagi pihak yang
memerlukannya.6 Tujuan dari tugas kepemimpinan guru adalah untuk memotivasikan
dan mendorong murid-murid sehingga mereka menerima dan melatih tanggung jawab
untuk belajar mandiri.
Kepemimpinan
ini sangat penting untuk kebutuhan batin murid-murid, karena murid yang
dipimpin dengan baik akan tetap belajar juga biarpun tidak adanya perencanaan
dan organisasi, namun bilamana didukung dengan adanya rencana dan organisasi
yang baik, maka murid yang dipimpin dengan 6 Oemar Hamalik, Perencanaan
Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, ( Jakarta : PT. Bumi Aksara , 2005 ),
Cet.IV, h. 47 15 baik tersebut akan menjadi semakin hebat hasil belajarnya.7
Oleh karena itu, sebelum masuk kelas guru harus mempersiapkan secara matang
dalam mengajar dan membimbing kelas tersebut agar murid tersebut menjadi aktif
dan bersifat kreatif. 5) Guru sebagai petunjuk jalan kepada sumber-sumber. Guru
berkewajiban menyediakan berbagai sumber yang memungkinkan akan memperoleh
pengalaman yang kaya. Lingkungan sumber itu perlu ditunjukan kendatipun pada
hakikatnya anak sendiri yang berusaha menemukannya. Tentu saja sumber-sumber
yang ditunjukkan itu adalah sumber-sumber yang cocok untuk membantu proses
belajar mereka.
Curtis
mengemukakan, bahwa guru memiliki komponen lingkungan tertentu, yang terdiri :
(1) sumber-sumber guru, (2) sumber-sumber manusia, (3) sumber-sumber
masyarakat, (4) sumber-sumber media, dan (5) sumber-sumber kepustakaan. Jadi,
jelaslah bahwa sumber belajar itu memang sangat luas. Kemampuan guru
menyediakan dan menunjukan jalan ke arah sumber tersebut sangat diperlukan dan
kemampuan itu merupakan bagian integral dari kompetensi profesional guru.
Barangkali perlu pula kita catat uraian singkat dari Norman Mackenzie dan
kawan-kawannya, bahwa dalam rangka inovasi pendidikan maka keperluan
tersedianya sumber yang layak dan kaya sangat dibutuhkan. Dia menyatakan bahwa
dalam rangkaian New Resources for Learning, machine, bahkan komputer dan
program instruction, semua merupakan sumber informasi untuk belajar.
Sumber-sumber belajar itu sangat diperlukan terutama dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan tinggi.8 7 Ivor K. Devies, Pengelolaan Belajar, ( Jakarta :
Rajawali Pers, 1991 ), Cet II, h. 39 8 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran
Berdasarkan Pendekatan Sistem, ( Jakarta, PT. Bumi Aksara : 2005 ), Cet.IV, h.
43 - 47 16 5. Sepuluh (10) Kompetensi Guru Guru sebagai tenaga profesional
dalam bidangnya tentu harus mempunyai kemampuan yang ahli dalam bidangnya.
Dengan
adanya kemampuan yang ahli yang dimiliki oleh guru, guru menjadi tenaga yang
profesional dalam bidangnya. Kompetensi guru, diantaranya : a. Menguasai bahan
Sebelum guru itu tampil di dalam kelas untuk mengelola interaksi belajar
mengajar, terlebih dahulu harus sudah menguasai bahan apa yang dikontakkan dan
sekaligus bahan-bahan apa yang dapat mendukung jalannya proses belajar
mengajar. Dengan modal penguasaan bahan, guru akan dapat menyampaikan materi
pelajaran secara dinamis. Dalam hal ini yang dimaksud “ menguasai bahan” bagi
seorang guru, akan mengandung dua lingkup penguasaan materi, yakni : 1)
Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah. 2) Menguasai bahan
pengayaan / penunjang bidang studi. Menguasai bahan bidang studi dalam
kurikulum sekolah, yang dimaksudkan dalam hal ini guru harus menguasai bahan
sesuai dengan materi atau cabang ilmu pengetahuan yang dipegangnya, sesuai
dengan yang tertera dalam kurikulum sekolah. Kemudian agar dapat menyampaikan
materi itu lebih mantap dan dinamis, guru juga harus menguasai bahan pelajaran
yang lain yang dapat memberi pengayaan serta memperjelas dari bahan-bahan
bidang studi yang dipegang guru tersebut. b. Mengelola program belajar mengajar
Guru yang kompeten, juga harus mampu mengelola program belajar mengajar. Dalam
hal ini ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh guru.
Langkah-langkah
itu adalah sebagai berikut : 1) Merumuskan tujuan instruksional/ pembelajaran
Sebelum memulai mengajar, guru perlu merumuskan tujuan yang akan dicapai.
Tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran ini penting karena dapat
dijadikan pedoman atau petunjuk praktis tentang 17 sejauhmana kegiatan belajar
mengajar itu harus dibawa. Dengan perumusan tujuan instruksional secara benar
akan dapat memberikan pedoman atau arah bagi siswa atau warga belajar dalam
menyelesaikan materi kegiatan belajarnya. Tujuan instruksional akan senantiasa
menjadi hasil atau perubahan tingkah laku, kemampuan dan keterampilan yang
diperoleh setelah siswa kegiatan belajar.
Oleh
karena itu, tugas guru harus dapat merumuskan tujuan instruksional itu secara
jelas dan benar. 2) Mengenal dan dapat menggunakan proses instruksional yang
tepat Guru yang akan mengajar biasanya menyiapkan segala sesuatunya secara
tertulis dalam suatu persiapan mengajar, yang sering juga dikenal dengan PPSI.
Dalam PPSI ini mengandung prosedur atau langkah[1]langkah yang harus
ditempuh dalam kegiatan belajar mengajar. Guru harus dapat menggunakan dan
memenuhi langkah-langkah dalam kegiatan belajar mengajar itu. Sebagai contoh
setelah merumuskan tujuan, kemudian mengembangkan alat evaluasi, merumuskan
kegiatan belajar, dan begitu seterusnya sampai tahap pelaksanaan. Untuk itu semua
perlu di desain. 3) Melaksanakan Program belajar mengajar Dalam hal ini guru
berturut-turut melakukan kegiatn pretest, menyampaikan materi pelajaran,
mengadakan post-test dan perbaikan.
Dalam
kegiatan penyampaian materi guru perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Menyampaikan materi dan pelajaran dengan tepat dan jelas; b) Pertanyaan yang
dilontarkan cukup merangsang untuk berpikir, mendidik dan mengenai sasaran; c)
Memberi kesempatan atau menciptakan kondisi yang dapat memunculkan pertanyaan dari
siswa d) Terlihat adanya variasi dalam pemberian materi dan kegiatan e) Guru
selalu memperhatikan reaksi atau tanggapan yang berkembang pada diri siswa baik
verbal maupun non verbal; f) Memberikan pujian atau penghargaan bagi jawaban –
jawaban yang tepat bagi siswa dan sebaliknya mengarahkan jawaban yang tepat 18
4) Mengenal kemampuan anak didik Dalam mengelola program belajar mengajar, guru
perlu mengenal kemampuan peserta didik. Sebab bagaimanapun juga setiap anak
didik memiliki perbedaan-perbedaan karakteristik tersendiri, termasuk
kemampuannya.
Dengan
demikian, dalam suatu kelas akan terdapat bermacam-macam kemampuan. Hal ini
perlu dipahami oleh guru agar dapat mengelola program belajar mengajar. 5)
Merencanakan dan melaksanakan program remedial Dalam suatu proses belajar
mengajar tentu saja dikandung suatu harapan agar seluruh atau setidak- tidaknya
sebagian besar siswa dapat berhasil dengan baik. Namun, kenyataannya sering
tidak demikian. Salah satu usaha untuk mencapai hal itu adalah dengan pengembangan
prinsip belajar tuntas atau mastery learning. Belajar tuntas adalah suatu
sistem belajar yang mengharapkan sebagian besar siswa dapat menguasai tujuan
instruksional umum ( basic learning objectives ) dari suatu satuan atau unit
pelajaran secara tuntas.
Untuk
dianggap tuntas diperlukan standar norma atau ketentuan yang tertentu. Untuk
menguasai ( mastery ) suatu bahan/ materi pelajaran diperlukan waktu yang
berbeda-beda bagi setiap siswa. Apabila waktu yang disediakan cukup dan
pelayanannya tepat, setiap siswa akan mampu menguasai bahan/materi pelajaran
yang diberikan kepadanya. Pemikiran inilah yang mendasari adanya program
remidial; yaitu suatu kegiatan perbaikan bagi siswa yang belum berhasil dalam
belajarnya. Dalam suatu proses belajar mengajar yang ideal akan mengandung dua
macam kegiatan yaitu, pengayaan bagi siswa yang sudah berhasil menguasai suatu
satuan atau unit pelajaran di satu pihak, dan perbaikan bagi yang belum
berhasil di lain pihak.Kegiatan perbaikan biasanya dilaksanakan pada saat – saat
setelah diadakan evaluasi. Evaluasi itu sendiri dapat dilaksanakan pada : a)
Awal serangkaian pelajaran atau sebelum pelajaran dimulai. ( berupa test
prasyarat, tes diagnostik, atau pre test); 19 b) Bagian akhir pada serangkaian
pelajaran atau suatu pelajaran pokok ( post test ) c) Saat setelah suatu ujian
yang terdiri dari beberapa satuan pelajaran selesai atau pada akhir suatu
caturwulan/ semester ( berupa test unit dan tes sumatif ). c. Mengelola kelas
Untuk mengajar suatu kelas, guru dituntut mampu mengelola kelas, yakni
menyediakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya proses belajar mengajar.
Kalau belum kondisif, guru harus berusaha seoptimal mungkin untuk membenahinya.
Oleh karena itu, kegiatan mengelola kelas akan menyangkut “ mengatur tata kelas
yang memadai untuk pengajaran” dan “ menciptakan iklim belajar mengajar yang
serasi”. Mengatur tata ruang kelas maksudnya guru harus dapat mendesain dan
mengatur ruang kelas sedemikian rupa sehingga guru dan anak didik itu kreatif,
kekerasan belajar di ruang itu. Misalnya, bagaimana mengatur meja dan tempat
duduk, menempatkan papan tulis, tempat meja guru, bahkan bagaimana pula harus
mengatur hiasan di dalam ruangan kelas.
Di
samping itu semua, kelas harus selalu dalam keadaan bersih. Kemudian yang berkaitan
dengan menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi, maksudnya guru harus
mampu menangani dan mengarahkan tingkah laku anak didiknya agar tidak merusak
suasana kelas. Kalau sekiranya terdapat tingkah laku anak didik yang kurang
serasi, misalnya ramai, nakal, mengantuk, atau mengganggu teman lain, guru
harus dapat mengambil tindakan yang tepat.