Zaman Portugis, Zaman Penjajahan Belanda dan Perintisan Pendidikan Nasional
ZAMAN PORTUGIS, ZAMAN PENJAJAHAN
BELANDA DAN PERINTISAN PENDIDIKAN NASIONAL
A. ZAMAN PORTUGIS
1. Sosial dan Budaya
Latar Belakang Sosial-Budaya. Pada awal abad ke –16 ke
negeri kita datanglah bangsa Portugis, kemudian disusul oleh bangsa Spanyol.
Selain untuk berdagang kedatangan mereka juga disertai oleh missionaris yang
bertugas menyebarkan agama Katholik. Pada akhir abad ke-16 mereka meninggalkan
negeri ini karena sering mendapat pemberontakan terutama dari Sultan Ternate,
karena perdagangan rempahrempah sudah tidak menguntungkan lagi, dan karena
kalah dalam peperangan melawan Belanda. Pendidikan. Pengaruh bangsa Portugis
dalam bidang pendidikan utamanya berkenaan dengan penyebaran agama Katholik.
Demi kepentingan tersebut, tahun 1536 mereka mendirikan sekolah (Seminarie) di
Ternate, selain itu didirikan pula di Solor. Kurikulum pendidikannya berisi
pendidikan agama Katolik, ditambah pelajaran membaca, menulis dan berhitung.
Pendidikan diberikan bagi anak-anak masyarakat terkemuka. Pendidikan yang lebih
tinggi diselenggarakan di Gowa, pusat kekuasaan Portugis di Asia. Pemuda-pemuda
yang berbakat dikirim ke sana untuk dididik. Pada tahun 1546, di Ambon telah
ada tujuh kampung yang penduduknya memeluk agama Nasrani Katolik.
Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia membawa dampak
dalam bidang sosial Salah satu dampak dalam bidang sosial adalah munculnya
masyarakat yang menganut agama Katolik misionaris Gonzales Veloso, fernao
vinagra dan simon vas dan Kristen Protestan. Kedatangan Portugis yang membawa
semangat 3G ( Gold , Glory dan Gospel) memengaruhi penyebaran agama Kristen dan
Katolik di Indonesia. Salah satu penyebar agama Katolik di Indonesia yang
terkenal adalah Fransiscus Xaverius, seorang misionaris dari Portugis, di
Maluku pada tahun 1546- 1547. Di samping penyebaran agama Katolik, agama
Kristen Protestan juga turut tersebar di Indonesia. Penyebaran agama Kristen
Protestan mulai terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Raffles.
Penyebaran agama ini dilakukan oleh Nederlands Sepatu Sepato Buku Book
Zendeling Genootschap (NZG), yaitu organisasi yang menyebarkan agama Kristen
Protestan berdasarkan Alkitab. Beberapa tokoh yang tergabung dalam NZG yang
terkenal adalah Ludwig Ingwer Nommensen dan Sebastian Qanckaarts. Namun
penjajahan tetaplah penjajahan sehingga kedatangan dengan penjajahan bangsa
barat malah justru memperburuk sosial bangsa kita. Dalam bidang sosial, praktik
kolonialisme dan imperialisme di Indonesia, membawa dampak antara lain sebagai
berikut.
a. Terjadinya perubahan pelapisan sosial dalam
masyarakat pada masa kolonial,yaitu sebagai berikut. 1) golongan timur asing
yang terdiri dari orang Cina dan Timur Jauh 2) golongan eropa yang terdiri dari
orang Belanda dan orang Eropa lainnya 3) golongan pribumi
b. Terjadinya mobilitas sosial dengan adanya gelombang
transmigrasi,terutama untuk memenuhi tenaga-tenaga di perkebunan-perkebunan
yang dibuka Belanda di luar Jawa.
c. Muncul golongan buruh dan golongan majikan yang
muncul karena berdirinya pabrik-pabirk dan perusahaan sehingga pekerjaan
masyarakat Indonesia menjadi dinamis.
d. Munculnya elit terdidik karena tuntutan memenuhi
pegawai pemerintah sehingga menyebabkan didirikannya sekolah-sekolah di
berbagai kota.Hal ini mendrong lahirnya elit terdidik (priyai cendikiawan) di
perkotaan. Walaupun jumlah mereka sedikit,tetapi sangat berperan dalam
perkembangan pergerakan selanjutnya.
e. Pembentukan status sosial dimana yang tertingi
adalah Eropa lalu Asia dan Timur yang terakhir kaum Pribumi.
f. Terjadinya penindasan dan pemerasan secara kejam.
Tradisi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, Seperti upacara dan tata cara yang
berlaku dalam lingkungan istana menjadi sangat sederhana, bahkan cenderung
dihilangkan. Tradisi tersebut secara perlahan-lahan digantikan oleh tradisi
pemerintah Belanda.
g. Daerah Indonesia terisolasi di laut sehingga
kehidupan berkembang ke pedalaman. Kemunduran perdagangan dilaut secara tak langsung
menimbulkan budaya feodalisme di pedalaman. Dengan feodalisme rakyat pribumi
dipaksa untuk tunduk atau patuh pada tuan tanah Barat atau Timur Asing sehingga
kehidupan penduduk Indonesia mengalami kemerosotan.
2. Ekonomi
portugis beberapa kali melakukan monopoli perdagangan
diberbagai daerah.
1. Monopoli perdagangan di Malaka
Setelah menguasai malaka pada 1511, bangsa portugis
dibawah pimpinan alfonso de alburquerque merencanakan mengirim tiga armada
untuk membangun monopoli perdagangan. Dua armada berhasil dikirim, yaitu ke
Maluku (untuk mencari cengkeh) dan ke sunda kelapa (untuk mencari lada). Namun,
armada ke tiga yang awalnya dikirim ke timor untuk memonopoli kayu cendana
tidak terlaksana karena kekurangan armada.
2. Monopoli perdagangan di Sunda Kelapa
Pada tahun 1513 empat kapal dikirim ke Sunda Kelapa
dipimpin oleh De Alvin. Saat itu, Sunda Kelapa merupakan pelabuhan dari
kerajaan Pajajaran, sehingga disebut Sunda oleh penulis Portugis bernama Tome
Pires. Armada portugis datang ke Sunda atas permintaan Sang Hyang Prabu
Surawisesa yang saat itu terancam oleh Cirebon. Sang raja meminta portugis
untuk membangun benteng dan sebagai imbalannya portugis akan mendapatkan hak
prioritas atas membeli lada. Namun, kesepakatan itu tidak pernah terlaksana
karena kerajaan Demak mengetahui niat buruk portugis akan memonopoli
perdagangan di Sunda Kelapa. Dengan demikian, monopoli perdagangan di Sunda
Kelapa oleh portugis tidak pernah terlaksana.
3. Monopoli di Maluku
Alfonso de Alburquerque mengirim tiga kapal layar pada
tahun 1512, dengan pemimpin Antonio de Abreu berlayar ke Maluku untuk membangun
monopoli perdagangan. Dua dari 3 kapal yang berlayar, karam di perjalanan.
Sementara sisanya tiba di Maluku dan mengadakan hubungan kerja sama dengan
Sultan Aby Lais. Sultan ternate itu berjanji akan menyediakan cengkeh bagi
Portugis setiap tahun dengan syarat dibangunnya sebuah benteng di Pulau
Ternate. Alhasil sejak 1522 hingga 1570 terjalin hubungan dagang antara
Portugis dan Ternate. Pada priode itu tidak jarang terjadi konflik karena
portugis terus berupaya melakukan monopoli. Konflik ini terus meruncing hingga
pada pemerintahan sultan Baabullah (1570- 1584), hak portugis berhasil dihapus.
Kegagalan yang dialami oleh portugis tersebut pada
dasarnya karena niat buruk yang dilakukan portugis terhadap kerajaan di
indonesia. Hal ini didukung dengan adanya pernyataan sebagai berikut. Hubungan
antara Feitor Portugis di Ternate dengan para
penguasa kerajaan, Ternate (sultan dan dodato)
berangsur-angur memburuk karena persaingan di kalangan masing-masing.
Penghianatan terjadi pada kalangan Portugis yang menyuruh membunuh sultan
Hairun pada tahun 1570. Sejak itu putranya Baabullah mengadakan
serangan-serangan dan blokade atas benteng Portugis di Ternate, sehingga pada
tahun 1575, para pedagang Portugis bersama para pegawainya terpaksa
meninggalkan Ternate. Dengan
demikian putus lah hubungan dagang antara Ternate dan
Portugis. Hubungan Tidore dengan Spanyol berlangsung terus hingga tahun 1665
ketika YOC berhasil menghalau Spanyol dari kerajaan itu pula (Leirissa et al.,
1996).
3. Politik
Keadaan politik pada masa kolonialisme portugis di
indonesia, saat itu indonesia masih di kelilingi oleh beberapa kerjaan besar
hal ini dibuktikan dengan adanya pernyataan yang menyatakan adanya perjanjian
antara kerajaan dengan bangsa portugis. Pada tahun 1522 Portugis datang ke
Pajajaran di bawah pimpinan Henry Leme dan disambut baik oleh Pajajaran dengan
maksud agar Portugis mau membantu dalam menghadapi ekspansi Demak. Terjadilah
Perjanjian Sunda Kelapa (1522) antara Portugis dan Pajajaran, yang isinya sebagai
berikut:
(1) Portugis diijinkan mendirikan benteng di Sunda
Kelapa,
(2) Pajajaran akan menerima barang-barang yang
dibutuhkan dari Portugis termasuk senjata,
(3) Portugis akan memperoleh lada dari Pajajaran
menurut kebutuhannya. Awal tahun 1527 Portugis datang lagi ke Pajajaran untuk
merealisasi Perjanjian Sunda Kelapa, namun disambut dengan pertempuran oleh
pasukan Demak dibawah pimpinan Fatahillah. Pertempuran berakhir dan namanya
diganti menjadi Jayakarta, artinya pekerjaan yang jaya (menang). Selain di
Sunda Kelapa, Portugis juga mendapatkan perlawanan dari penguasa setempat
seperti di Aceh dan Ternate (Hermanto, 2021).
B. ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA
1. Sosial dan Budaya
a. segregasi atau pemisahan etnik dengan menyusun
stratifikasi sosial
Penjajah Belanda melakukan segregasi atau pemisahan
etnik dengan menyusun stratifikasi sosial penduduk Hindia Belanda menjadi 3
kelompok sosial yaitu:
1) Orang Eropa, termasuk didalamnya orang Belanda,
Inggris dan Eropa lainya. Orang Jepang
juga dimasukkan dalam golongan ini oleh pemerintah
penjajah meski bukan orang Eropa,
karena pengaruh kuat Kekaisaran Jepang waktu itu.
Mereka memiliki hak politik besar dan
statusnya diistemewakan oleh hukum. Jumlah mereka
diantara penduduk Hindia Belanda
adalah paling sedikit, hanya sekitar 2% atau 200an
ribu jiwa.
2) Orang Timur Asing, atau disebut juga Vreemde
Osterlingen, atau Foreign Orientals. Kasta
ini adalah orang Hindia Belanda keturunan China, Arab
dan India yang merupakan golongan pendatang.
Golongan ini berstatus dibawah orang Eropa, tapi masuh dianggap di atas
golongan paling bawah yaitu orang Pribumi.
3) Orang Pribumi, atau Inlander, merupakan penduduk
asli Hindia Belanda, yang termasuk semua suku bangsa asli seperti orang Jawa,
Sunda, Melayu, dan sebagainya. Golongan ini dibatasi sekali secara hukum,
misalnya tidak boleh sekolah di sekolah khusus Eropa atau menduduki jabatan
tertentu. Hanya orang pribumi dari kalangan bangsawan atau ningrat yang
derajatnya dianggap tinggi oleh orang Eropa, dan bisa sekolah hingga tinggi.
b. Pendidikan dan pengajaran di era Kolonial
Pendidikan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Hindia
Belanda pada dasarnya bertujuan untuk menjadikan warga negara yang mengabdi
pada kepentingan penjajah. Dengan kata lain , pendidikan dimaksudkan untuk mencetak
tenaga-tenaga yang dapat digunakan sebagai alat untuk memperkuat kedudukan
penjajah, mengabdi kepada kepentingan Belanda, karena itu tujuan pendidikan
diarahkan kepada kepentingan kolonial, sehingga isi pendidikan itu pun hanya
sekedar pengetahuan dan kecakapan yang dapat membantu mempertahankan kekuasaan
politik dan ekonomi penjajah.
Ciri pendidikan masa kolonial adalah dualistik,
gradualistik, konkordansi, dan pengawasan yang ketat. Dengan sistem dualistik
pengajaran kolonial bersifat sangat diskriminatif, ada untuk orang Barat/Eropa
dan ada pula untuk pribumi. Pendidikan pribumi pun terbagi lagi, ada untuk
golongan bangsawan dan ada pula untuk rakyat jelata. Dengan demikian, secara
tidak langsung menunjukkan bahwa pemerintah kolonial tidak sungguh-sungguh
dalam upaya untuk meningkatkan kehidupan bangsa Indonesia. Diskriminasi dalam
pendidikan Kolonial dilakukan dengan adanya pengadaan pendidikan yang
berdasarkan pada kelas dan status sosial yang ada dalam masyarakat. Pada akhir
era abad ke 19 dan awal abad ke 20, Belanda memperkenalkan sistem pendidikan
formal yang lebih terstruktur pada rakyat Indonesia, yaitu:
1. ELS (Europeesche Lagere School) – Sekolah dasar
bagi orang eropa.
2. HIS (Hollandsch-Inlandsche School) – Sekolah dasar
bagi pribumi.
3. MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) – Sekolah
menengah.
4. AMS (Algeme(e)ne Middelbare School) – Sekolah atas.
5. HBS (Hogere Burger School) – Pra-Universitas.
c. Bidang arsitektur
Kehadiran bangsa Belanda di Indonesia telah banyak
mempengaruhi segi-segi kehidupan masyarakat pribumi. Seiring berjalannya waktu
pengaruh tersebut semakin besar dan mempengaruhi berbagai unsur kebudayaan.
Arsitektur kolonial di Indonesia adalah fenomena
budaya yang unik, tidak terdapat dilain tempat, juga pada negara-negara bekas
koloni. Dikatakan demikian karena terjadi percampuran budaya antara penjajah
dengan budaya Indonesia yang beraneka ragam. Menurut Handinoto perkembangan
Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia dibagi menjadi 4 periode. Abad 16
sampai Tahun 1800- an, Indonesia masih disebut sebagai Netherland Indische di
bawah kekuasaan VOC.
Menjelang peralihan abad 19 ke abad 20 di Hindia
Belanda banyak sekali mengalami perubahan dalam masyarakatnya. Akibat kebijakan
politik pemerintah pada waktu itu Friska Candra Dewi, dkk/ Journal of
Indonesian History 8 (2) (2019); pg. 96-104 98 mendorong terjadinya perubahan
bentuk kota yang di dalamnya mencakup pula bidang arsitektur. Keadaan kota di
Indonesia pada abad 19 ke abad 20 mengalami laju modernisasi yang mengakibatkan
semakin meningkatnya jumlah orang Eropa yang datang ke Hindia Belanda
(Ariefullah;dkk, 2013:11).
Perubahan bentuk dan gaya dalam dunia arsitektur
sering didahului dengan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat.
Peralihan dari abad 19 ke abad 20 di Hindia Belanda dipengaruhi oleh perubahan
dalam masyarakatnya. Modernisasi dengan penemuan baru dalam bidang teknologi
dan perubahan sosial akibat kebijakan politik pemerintah kolonial pada waktu
itu mengakibatkan perubahan bentuk dan gaya dalam bidang arsitektur
Berbicara tentang Arsitektur, orang akan mengaitkan
arsitektur dengan kebudayaan, maka arsitektur dibicarakan sebagai hasil karya
budaya. Arsitektur berkaitan dengan lingkungan buatan sebuah lingkungan tempat
tinggal yang diciptakan untuk melindungi dirinya dari pengaruh alam secara
global dan dalam kenyataannya berupa gedung dan lingkungan fisik (alam) di
sekitarnya. Perubahan bentuk dan gaya dalam dunia arsitektur sering didahului
dengan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Peralihan dari abad 19
ke abad 20 di Hindia Belanda berpengaruh terhadap perkembangan arsitekturnya.
Modernisasi dengan penemuan baru dalam bidang teknologi, pendidikan dan
perubahan sosial akibat kebijakan politik pemerintah kolonial pada waktu itu
mengakibatkan perubahan bentuk dan gaya dalam bidang arsitektur.
d. munculnya
agama Kristen pada abad XIX di masyarakat pribumi.
Penduduk di daerah jajahan diwajibkan melawan segala
penyembahan berhala termasuk melepaskan agama sebelumnya. Maka ketika sudah ada
ribuan pengikut VOC mengalami kesulitan
untuk memelihara keimanan di Indonesia. Masyarakat yang mendapat pengaruh
menerima begitu saja aturan dari VOC karena bila tidak keselamatanlah
taruhannya. Kebanyakan revolusi dan reformasi biasanya bersumber dari pelopor
sosial masyarakat, namun yang perlu menjadi catatan dalam pemerintahan dan
gereja yang disebarkan VOC, bahwa reformasi di Indonesia telah terjadi dengan
suatu keputusan pemerintah. Dengan dikristenkan masyarakat ini menjadi
keuntungan para kompeni VOC untuk lebih mudah menguasai Indonesia. Sama seperti
Islam menguasai Indonesia dengan perdagangan, perkawinan dan penyebaran agama.
Jika VOC tidak berhasil mengkristenkan masyarakat maka akan lebih susah
menguasai wilayah negara jajahannya.
Sungguh merupakan hal yang sulit bagi pegawai VOC
untuk memelihara rohani rakyat pribumi, sedangkan mereka kesulitan bahasa.
Media sebagai pengantar iman pun sangat penting sebagai sarana lain dimana
ketika pegawai berhalangan mereka bisa melaksanakan ibadat dengan media
tersebut. Salah satu pegawai VOC bernama Leydekker pun berusaha menerjemahkan
Alkitab Belanda menggunakan bahasa melayu. Hal ini dilakukannya secara
bertahap.
e. Surat kabar
berbahasa Jawa pertama yang diterbitkan di Surakarta pada tahun 1855
Dampak sosial budaya dari kolonialisme dan
imperialisme yang masuk ke Indonesia dapat dilihat dari adanya surat kabar
berbahasa Jawa pertama yang diterbitkan di Surakarta pada tahun 1855. Koran ini
bernama Bromartani dan dipimpin oleh seorang Belanda yakni C.F Winter Senior
yang menginformasikan berita umum, berita penjuru Nusantara, dan negara-negara
lain.
Bromartani merupakan koran pribumi pertama dalam sejarah
panjang dunia pers Indonesia. Terbit pertama kali pada tanggal 25 Januari 1855.
Surat kabar ini dikelola oleh Belanda C.F. Winter Sr. bersama dengan putranya
Gustaff Winter, terbit dalam bahasa Jawa. Bromartani terbit secara mingguan
tepatnya setiap hari Kamis dari percetakan Hartevelt di Surakarta. Kehadiran
Bromartanitak terlepas dari dikeluarkannya UU tahun 1954 (Regeerings
Reglement) yang secara tersirat memberikan kelonggaran pada peraturan pers
di Hindia Belanda. Lebih tepatnya merupakan janji kemerdekaan pers. Janji yang
pada akhirnya baru ditepati dua tahun setelah Regeerings Reglement dikeluarkan
atau setelah
2. Ekonomi
latar belakang kedatangan Kompeni Belanda yaitu VOC
perusahaan perniagaan multi nasional terbesar dunia pada zamannya, hingga
runtuhnya VOC. Diantara materi teks referensi tersebut adalah Hindia dan Eropa,
orang-orang asing di Nusantara, Hindia pada abad ke-16, Kunjungan pertama dari
Belanda dan kunjungan selanjutnya, Kerjasama, Dasar-dasar Hindia Belanda,
Sultan Ageng dan kompeni, kompeni (VOC) di luar Jawa, Sulawesi, Sumatera dan
seterusnya, Mataram membutuhkan kompeni, Banten, Compagnie, Vorsten dan Onderdanen
bagian dalam Mataram, perang untuk tahta Mataram, Perdagangan dengan Kompeni,
pemberontakan orang Cina, Perubahan Jawa, berakhirnya Kompeni.
3. Politik
Perkembangan baru dalam politik Belanda di Indonesia
terjadi di Indonesia sekitar awal abad ke-20. Politik baru yang perkembangannya
berpedoman pada peningkatan kemajuan rakyat Indonesia. Politik baru tersebut
disebut dengan ethische politic, yang berarti politik haluan utama (Mulyono,
1968: 99). Menurut Ricklefs, (2007:319). pada permulaan abad ke-20, kebijakan
penjajahan Belanda mengalami perubahan arah yang paling mendasar dalam
sejarahnya. Kekuasaannya memperoleh definisi kewilayahan baru dengan selesainya
upaya-upaya penaklukan yang dilakukan sebelumnya. Kebijakan kolonial Belanda
tersebut kini juga memiliki tujuan baru. Politik Etis berakar pada masalah
kemanusiaan dan sekaligus pada keuntungan ekonomi. Kecaman-kecaman terhadap
pemerintah kolonial Belanda yang dilotarkan dalam novel Max Havelaar (1860) dan
dalam dalam berbagai pengungkapan lainnya mulai membuahkan hasil. Semakin
banyak suara Belanda yang mendukung pemikiran untuk mengurangi penderitaan
rakyat Jawa yang tertindas (Galih, Dhimas Rangga & Artono, 2017: 752).
Kemauan dari politik etis yang diberikan oleh bangsa
Belanda terhadap bangsa Indonesia yang lemah secara adil. Untuk menumbuhkan
kesadaran diri dan perasaan individualisme pada elit baru Indonesia yang
berpendidikan Barat itu sebenarnya suatu pengurangan terus menerus meningkatkan
martabat mereka, yang berakibat pada pengurangan kekuasaan tata pemerintahan
pribumi (Van Niel, Robert, 1984: 58).
C. PERINTISAN PENDIDIKAN NASIONAL
Tanggal 2 Mei setiap tahunya akan diperingati sebagai
hari pendidikan nasional. Namun, masihada banyak orang yang belum mengetahui
bagaimana sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia
ternyata memiliki sejarah yang cukup panjang karena harus melewati beberapa
masa.Perjalanan pendidikan di Indonesia dimulai dari masa kerajaan, masa kolonial hingga masa pendudukan reformasi. Bagi Anda yang
belum tahu sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia, langsung saja simak
penjelasannya dibawah ini:
1. Masa Kerajaan Hindu-Budha
Sejarah pendidikan di Indonesia dimulai dari pada masa
kerajaan Hindu-Budha. Agama Hindu dan juga Budha mulai masuk ke Nusantara sejak
abad ke-4. Dimana pendidikan pada masa tersebut disebut dengan Karsyan. Karsyan
ini merupakan tempat dimana orang mengundurkan diri dari hingar bingar
kehidupan masyarakat untuk mendekatkan diri pada dewa tertinggi. Pada sistem
ini dikenal ada dua istilah yaitu Patapan dan Mandala.
Patapan merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang
untuk menjauhi masyarakat dan berdiam di tempat-tempat yang menyendiri,
tujuannya untuk merenung dan juga mendekatkan diri pada dewa. Sedangkan mandala
itu sendiri memiliki arti tempat pengajaran agama yang sifatnya kolektif dan
terstruktur. Mandala ini seperti bangunan atau tempat yang terletak di pinggir
kota raja.
2. Masa Kerajaan Islam
Sistem pendidikan yang ada pada masa ini adalah
akulturasi dari sistem patapan HinduBudha dengan konsep menyendiri atau uzlah.
Dalam masa ini, orang juga butuh untuk menyendiri ke luar masyarakat untuk
mendapatkan wangsit atau ilham. Dari pertapaan atau perenungan orang tersebut
akan mendapatkan ilmu dan pencerahan yang diyakini berasal dari Tuhan. Sistem
mandala yang ada pada masa Hindu-Budha, juga akan dijumpai pada sistem
pesantren dan pemondokan.
3. Masa VOC
Masa VOC ini terjadi pada abad 17-18. Dimana pada masa
ini, sistem pendidikan dikelola langsung oleh gereja. Artinya sistem pendidikan
tidak diatur oleh pemerintah pendudukan, melainkan diatur oleh pastor atau
biarawan. Sistem pendidikan yang digunakan berlandaskan dengan ajaran agama
Nasrani dan menggunakan konsep asrama. Pada masa ini, pendidikan hanya untuk
tingkat dasar serta hanya mengajarkan baca, tulis maupun menghitung.
4. Masa Hindia Belanda
Sistem pendidikan pada masa Hindia Belanda bisa
dibilang sudah terstruktur. Jenjangjenjang pendidikan sudah ditetapkan dan
menganut prinsip-prinsip yang jelas. Dimana sistem pendidikan pada masa Hindia
Belanda dibuat sekuler atau sudah menjauh dari kecenderungan agama maupun etnis
tertentu. Pada masa ini, pendidikan dikelola langsung oleh pemerintah dan rekrutmen siswa dibuat diskriminatif.
Diskriminatif dalam hal ini yaitu sekolah dibuat
berdasarkan lapisan sosial dalam masyarakat. Misalnya sekolah untuk pelajar
keturunan Eropa ataupun pribumi. Sekolah untuk pribumi hanya diperunt ukan bagi
mereka yang berasal dari bangsawan maupun aristokrat.
5. Masa Pendudukan Jepang
Sistem pendidikan pada masa ini sudah mengalami
perubahan. Dimana bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi pengantar di
sekolah. Tentu ini sangat jauh berbeda dari masa sebelumnya yang menggunakan
bahasa Belanda atau bahasa daerah masing-masing. Secara langsung, penggunaan
bahasa Indonesia sudah memupuk rasa nasionalisme.
Tidak hanya itu saja, sistem sekolah sudah menghapus
pembagian sekolah berdasarkan kelas sosial. Artinya sekolah-sekolah dibuka
untuk semua pribumi. Sedangkan untuk sekolah Belanda ditutup.
6. Masa Kemerdekaan
Sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia pada masa
kemerdekaan yaitu pemerintah mengangkat tokoh-tokoh pendidik yang berjasa pada
masa kolonial. Contohnya seperti Ki Hadjar Dewantara, Mr. Suwandi dan Moh,
Syafe’i. Pada masa ini, juga mula masuk pengaruh ideologi kiri dalam pendidikan
Indonesia. Hal ini dtandai dengan diangkatnya KH.Prof. Dr Priyono dari partai Kiri
Murba sebagai Menteri PP.
7. Masa Orde Baru
masa orde baru, pemerintah melancarkan usaha
pembangunan terencana melalui Pelita I, II, III dan seterusnya. Dalam pelita I,
pendidikan dikembangkan sesuai dengan keuangan negara. Pada Dimana pemerintah
mendirikan SD Inpres (Instruksi Presiden), mengangkat guru-guru dan juga
mencetak buku pelajar. Pada Pelita I telah berhasil membangun 6000 gedung SD,
mengangkat 57.740 orang guru, dan membagikan lebih dari 63,5 buku SD. Selain
itu, juga dibangun 5 Proyek Pusat Latihan Teknik di Jakarta, Surabaya, Bandung,
Medan dan Ujung Pandang.
8. Masa Reformasi
Pada awal masa reformasi masih menggunakan kurikulum
1994 yang kemudian disempurnakan oleh pemerintahan Gus Dur. Pada masa
pemerintahan Megawati kurikulum 1994 digantikan oleh kurikulum 200 0 dan
disempurnakan menjadi kurikulum 2002 (Kurikulum Berbasis Kompetensi. Sedangkan
pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dan saat ini, menggunakan kurikulum
2013.