Landasan Yuridis Pendidikan
Jenis-Jenis Landasan Yuridis Pendidikan.
Menurut (Saputra et al., 2020) “Landasan yuridis dalam
pendidikan merupakan suatu sekumpulan perangkat konsep peraturan
perundang-undangan dalam bidang Pendidikan”. Menurut
Siraj menyatakan bahwa pentingnya hukum sebagai dasar pembangunan
pendidikan nasional berpedoman pada penyelenggaraan pendidikan yang menyeluruh,
yang berlaku di seluruh tanah air. Landasan Yuridis tidak hanya sebagai dasar
penyelenggaraan pendidikan, tetapi juga sebagai alat pengatur untuk menjamin
terselenggaranya pendidikan yang menyimpang, hal tersebut dibenarkan oleh
landasan hukum.
Adapun Jenis-jenis Landasan Yuridis Sebagai berikut:
Pendidikan Menurut Undang-undang Dasar 1945
Undang undang dasar 1945 merupakan hukum tertinggi di indonesia. Semua
peraturan harus tunduk kepada undang undang termasuk pendidikan. Pasal-pasal
yang bertalian dengan pendidikan dalam UUD 1945 hanya 2 pasal yaitu pasal 31
dan 32 yang menceritakan tentang pendidikan dan kebudayaan.
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Dantara peraturan perundangan-undangan RI yang paling banyak
membicarakan pendidikan adalah Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003.
Undang-undang ini disebut sebagai induk peraturan perundang-undangan pendidikan
. Undang-undang ini mengatur pendidikan pada umumnya artinya segala sesuatu
yang bertalian dengan pendidikan, mulai dari prasekolah sampai dengan
pendidikan tinggi ditentukan dalam undang-undang ini.
Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Global
Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia, maka
harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan yang
dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik
oleh pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah (pasal 50 ayat 3). Untuk itu
perlu dibentuk suatu badan hukum pendidikan, sehingga semua penyelenggara
pendidikan dan/atau satuan pendidikan formal, baik yang didirikan oleh
pemerintah maupun masyarakat, harus berbentuk badan hukum pendidikan (pasal 53
ayat 1). Badan hukum pendidikan yang dimaksud akan berfungsi memberikan
pelayanan kepada peserta didik (pasal 53 ayat 2). Badan hukum pendidikan yang
akan diatur dengan undang-undang tersendiri (pasal 53 ayat 4) itu, harus
berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan
satuan pendidikan (pasal 53 ayat 3).
Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun
1945 yang telah diamandemen, Pasal 31 tentang Pendidikan Nasional mengamanatkan:
(1) setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3)
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang; (4) negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; (5) pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.
Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Daerah
Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam
UU Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4)
disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan,
serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan , nilai kultural, dan kemajemukan bangsa (ayat 1).
Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga negara
tanpa diskriminasi (pasal 11 ayat 1). Konsekuensinya pemerintah (pusat) dan
pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya
pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7- 15 tahun (pasal 11 ayat 2).
Itulah sebabnya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar, minimla pada jenjang pendidikan dasar tanpa
dipungut biaya, karena wajib belajar adalah tanggung jawab negara yang
diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat
(pasal 34 ayat 2).
Dengan adanya desentralisai penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan
masyarakat, maka pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara
pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat (pasal 46 ayat 1).
Bahkan, pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah bertanggungjawab menyediakan
anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) Undang Undang
Dasar Negara RI.
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan,
kecukupan, dan keberlanjutan (pasal 47 ayat 1). Dalam memenuhi
tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan
masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (pasal 47 ayat 2). Oleh karena itu maka
pengelolaan dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi,
transparansi, dan akuntabilitas publik (pasal 48 ayat 2)
Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan, namun
tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan
menteri yang diberi tugas oleh presiden (pasal 50 ayat 1), yaitu menteri
pendidikan nasional. Sedangkan pemerintah provinsi melakukan koordinasi atas
penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan
fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah. Khusus untuk pemerintah kabupaten/kota diberi
tugas untuk mengelola pendidikan dasar dan menengah, serta satuan pendidikan
yang berbasis keunggulan lokal.
Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Lokal
Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal, merupakan paradigma
baru pendidikan, untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan
potensi yang dimiliki oleh masyarakat lokal. Dalam hal ini pewilayahan
komoditas harus dibarengi dengan lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan
lokal. Dengan demikian persoalan penyediaan tenaga kerja dengan mudah teratasi
dan bahkan dapat tercipta secara otomatis.
Selain itu pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang
pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikanm yang bertaraf
internasional (pasal 50 ayat 3). Hal ini dimaksudkan agar selain mengembangkan
keunggulan lokal melalui penyediaan tenaga-tenaga terdidik, juga menyikapi
perlunya tersedia satuan pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan kaliber
dunia di Indonesia.
Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas, maka
pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan
dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat 2).
Selain itu pemerintah (pusat) atau pemerintah daerah memiliki kewenangan
mengeluarkan dan mencabut izin bagi semua satuan pendidikan formal maupun non
formal (pasal 62 ayat 1). Dengan adanya desentralisasi perizinan akan semakin
mendekatkan pelayanan kepada rakyat, sesuai dengan tujuan otonomi pemerintahan
daerah.
UUD 1945 yang Berkenaan dengan Pendidikan.
Negara Indonesia memproklamasikan
kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945
disahkan UUD 1945 sebagai landasan hukum (Saputra, dkk dalam Rahma, 2021). UUD
1945 merupakan hukum tertinggi di Indonesia sehingga semua peraturang
perundang-undangan yang lain tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Oleh
karena itu, landasan yuridis sistem pendidikan bersumber dari UUD 1945.
Menurut
Undang-Undang Dasar 1945 “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran agar mereka yang mengikuti pembelajaran
dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk menjadi karakter yang
baik, kebijaksana yang baik dan membuat bangsa dan negara (Indonesia) bangga.”
Sedangkan, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pacasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar dari
nilai-nilai agama, budaya, bangsa, dan sesuai perkembangan zaman (Juita,
dkk,2022).
Pada Alinea ke-4 pembukaan UUD 1945
tersirat dan tersurat mengenai penyelenggaraan sistem pendidikan nasional
kemerdekaan bangsa Indonesia yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh
karena itu, untuk mewujudkan amanat dan cita-cita tersebut dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional diatur dalam UUD 1945 pasal 31 ayat
(1) sampai (4) tentang setiap warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban
dalam memperoleh pendidikan.
Pada pasal 31 ayat 1 UUD 1945 menyatakan
bahwa “setiap warga negara berhak mendapatkan Pendidikan”. Kemudian pasal 31
ayat 2 menyatakan bahwa “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya”. Berdasarkan perubahan keempat UUD tahun
1945 yaitu pasal 31 ayat 3 dan 4 menunjukkan bahwa Pemerintah berupaya
menyelenggarakan sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa dengan memprioritaskan anggaran yang bersumber pada anggaran pendapatan
dan belanja negara atau (APBN) dan APBD sekurang-kurangnya 20%. Oleh karena
itu, setiap warga negara mempunyai kewajiban untuk memperoleh Pendidikan dasar
dan sekolah menengah pertama dengan biaya ditanggung oleh pemerintah.
Undang-undang No. 20 tahun 2003 merupakan
sebuah produk perundang-undangan atau hukum yang memuat mengenai sistem Pendidikan
nasional. Undang-undang ini disahkan pada tanggal 8 Juli 2003 di Jakarta oleh
Presiden RI yaitu Megawati Soekarnoputri. Pada suatu undang-undang tentu
memiliki sebuah tujuan untuk proses implementasi. Namun, pemikiran mengenai
undang-undang selalu identic dengan kewajiban yang mutlak harus ditaati, tetapi
dalam undang-undang sistem Pendidikan nasional tahun 2003 memiliki tiga kaidah
hukum yakni.
1. Bersifat perintah, yaitu memuat sebuah
kewajiban yang harus diikuti oleh semua pihak dan juga perintah kepada
masyarakat pendidikan dalam menjalankan tugasnya, seperti pada pasal 7 ayat 2
yang berbunyi “Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan
pendidikan dasar kepada anaknya.”
2. Bersifat Kebolehan, yaitu memuat peraturang
yang bersifat kebolehan semua pihak pendidikan dalam suatu hal, misalkan pada
pasal 23 ayat 1 yang berbunyi “Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi
dapat diangkat guru besar atau profesor sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”
3. Bersifat Larangan, yaitu memuat sebuah
larangan kepada semua pihak pendidikan untuk melaksanakannya, hal tersebut
sesuai dengan pasal 21 ayat 2 yang berbunyi “Perseorangan, organisasi, atau
penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang memberikan gelar
akademik, profesi, atau vokasi” (Matlani &
Khunaifi, 2019).
Selain itu, dalam undang-undang
sisdiknas tersusun atas pendahulan, batang tubuh, dan penutup. Secara
substansial membahas isi tentang UU sistem Pendidikan secara menyeluruh dalam
bentuk bab, pasal, dan ayat. Berikut penjelasan mengenai susunan uu sisdiknas.
Pendahuluan
Pada bagian pendahuluan UU No. 20
Tahun 2003 ini memuat bagian konsideran beserta definisi-definisi mengenai
makna-makna kata yang terdapat dalam UU No. 20 Tahun 2003 ini. konsideran dalam
uu no. 20 tahun 2003 ditetapkan berdasarkan berbagai aspek pertimbangan,
diantaranya: pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945) yang mengamanatkan bahwa Pemerintahan Negara Indonesia berperan dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Isi daripada UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa
Pemerintah perlu untuk menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, dan UU
No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dianggap tidak memadai
lagi sehingga harus diganti dan disempurnakan agar sesuai dengan amanat UUD
Tahun 1945 serta dengan mengingat Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1),
Pasal 31, dan Pasal 32 UUD Tahun 1945.
Batang tubuh
Pada batang tubuh undang-undang
Sisdiknas nomer 20 tahun 2003 memuar bidang admnisitrasi Pendidikan, antara
lain.
a. Peserta didik.
Mengenai peserta didik terdapat pada
bab V pasal 12 ayat 1 samapai 4 yang memuat tentang hak dan kewajiban seorang
peserta didik. Hak bagi peserta didik terdapat pada pasal 12 ayat 1 yaitu,
“peserta didik wajib mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang
dianutnya yang diajarkan oleh pendidik yang seagama.” Sedangkan, kewajiban
peserta didik terdapat pada pasal 12 ayat 2 yaitu “setiap peserta didik
berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan
proses dan keberhasilan Pendidikan.” (Redaksi Sinar Grafika dalam Matlani &
Khunaifi, 2019).
b. Pendidikdan tenaga kependidikan
Mengenai pendidik dan tenaga
kependidikan terdapat pada bab XI pasal 39 sampai pasal 44 dijelaskan bahwa
tugas pendidik pada intinya adalah melaksanakan pembelajaran dan tenaga
kependidikan bertugas dalam kegiatan administrasi. Selain itu, menjelaskan mengenai
hak dan kewajiban dari pendidik, tenaga pendidik, ketentuan kualifikasi,
promosi, penghargaan, dan sertifikasi (Thoif, 2018).
a. Sarana dan prasarana
Mengenai
Sarana dan prasarana terdapat pada bab XII pasal 45 yang terdiri dari 2 ayat
dijelaskan bahwa setiap satuan pendidikan wajib menyediakan sarana dan
prasarana yang mendukung keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik. Selanjutnya ketentuan yang berkaitan dengan
penyediaan sarana dan prasarana ini diatur dalam peraturan pemerintah (Thoif, 2018).
b. Pendanaan Pendidikan
Mengenai
Pendanaan Pendidikan terdapat pada bab XIII pasal 46 sampai pasal 49 dijelaskan
bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggungjawab terhadap
pendanaan pendidikan dalam hal menyediakan sumber pendanaan pendidikan dengan
prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan serta pengarahannya yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengelolaan dana pendidikan,
dan pengalokasian dana pendidikan minimal sebesar 20 % dari APBN, 20 % APBD dan
hibah yang dialokasikan untuk dana penyelenggaraan Pendidikan (Thoif, 2018).
c. Kurikulum
Mengenai
Pendanaan Pendidikan terdapat pada bab X pasal 36 sampai 38 dijelaskan bahwa
pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan potensi daerah dan peserta didik. Selain itu, dalam
kurikulum ini memuat, mata pelajaran yang wajib diselenggarakan serta penetapan
dasar dan struktur kurikulum Pendidikan dasar, menengah, dan tinggi (Thoif, 2018).
d. Hubungan sekolah dan masyarakat
Mengenai
Pendanaan Pendidikan terdapat pada bab XV pasal 54 sampai pasal 56 dijelaskan
bahwa hubungan sekolah dan masyarakat dalam hal ini salah satunya berupa peran
serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,
keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan Pendidikan (Thoif, 2018).
Penutup
Bagian
penutup dalam UU No. 20 Tahun 2003 ini terdiri daripada ketentuan pidana dalam
bab XX pasal 67 sampai pasal 71, ketentuan peralihan dalam bab XXI pasal 72
sampai pasal 74, dan ketentuan penutup dalam pasal 75 sampai pasal 77.
UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Dalam UU No. 14 Tahun 2005 membahas tentang guru dan dosen.
Secara keseluruhan menjabarkan tentang kualitas guru, peran, jaminan, yang
direncanakan secara terarah. Hal ini bertujuan sebagai peningkatan pembangunan
bidang pendidikan sebagaimana yang tertera dalam pembukaan UUD 1945 yakni untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan
itu perlu adanya ketentuan khusu untuk menunjang
terciptanya tujuan dari UUD 1945 tersebut. Di dalam UU ini terdapat 8 BAB dan
84 pasal.
Bab I : ketentuan
umum (1 pasal)
Bab II : kedudukan,
fungsi dan tujuan (5 pasal)
Bab III : prinsip
profesionalisme (1 pasal)
Bab IV : guru (37
pasal)
Bab V : dosen (32
pasal)
Bab VI : sanksi (3
pasal)
Bab VII : ketentuan
peralihan (2 pasal)
Bab VIII : ketentuan
penutup (3 pasal )
Pada BAB 1
membahas tentang ketentuan umum, dalam BAB
ini disebutkan bahwa seorang guru
merupakan orang yang bertugas mendidik pada pendidikan jalur formal.
Sedangkan dosen, adalah guru besar atau ilmuan yang memiliki tugas
mentransformasikan ilmu berdsarkan riset dan kajian yang telah di lakukan dan
di sebarlauaskan terhadap masyarakat.
Pada BAB 2
membahas mengenai kedudukan, fungsi dan tujuan. Guru dan dosen memiliki
kedudukan sebagai tenaga pendidik yang masing masing memiliki jalur formal dan
ditentukan oleh undang – undang. Pengakuan atas kedudukan ini dengan memiliki
serifikat pendidik yang ditujuan untuk meningkatkan martabat seornag guru atau
dosen guna membantu meningkatkan dan mencapai tujuan dari pendidikan.
Pada BAB 3
membahas mengenai profesionalitas. Profesi guru dan dosen meruapakan bidang
pekerjaan yang menerapkan prinsip prinsip tertentu yang harus dimiliki oleh
seorang guru dan dosen. Didalam BAB ini juga disebutkan bahwa guru atau dosen
memperoleh penghasilan sesuai dengan yang telah ditentukan sesuai dengan
prestasi yang dicapai oleh dosen atau guru tersebut.
Pada BAB 4
membahas tentang Guru bahwa wajib bagi seorang guru untuk memiliki kualitas
diri ayng tinggi guna mencapai tujuan pendidikan nasional. Kompetensi yan harus
dimiliki oleh seorang guru adalah kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian dan
profesional sebagaimana bekal dalam menjalani profesinya menjadi guru. Guru
yang telah mampu memiliki kompetensi tersebut dapat memiliki sertifikat
pendidik dan berkesempatan diakat untuk menjadi guru dalam satuan pendidikan
secara sama dan prosesnya dilakukans ecara terbuka dan transparansi. Dalam BAB
ini jelaskan mengenaai hak dan kewajiban untuk menjadi seorang guru, terkait
dengan memperoleh pengahsilan, jaminan, perlindungan, dan lain lain, berikut
dengan tunjangan tunjangan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku oleh
pemerintah daerah atau pusat yang bersumber dari APBN/APBD. Beban kerja yang
dipikul oleh guru adalaha terkait dengan merncanakan pembelajaran, melakukan
pembelajran, menilai hasil pembelajaran dan membimbing dan melatih serta
melaksanakan tugas tambahan. Dan seorang guru memiliki sekurang kurangnya 24
jam tatap muka dalam satu minggu atau 40 jam tatap muka dalam satu minggu.
Pada BAB ke 5
membahas mengenai dosen. Dosen wajib memiliki kualitas dan kualifikasi akademik
ayng baik guna mencapai tujuan pendiidkan nasional. Kualifikasi dosen
sebagaimana dalam undang undang telah menempuh pendidikan pasca sarjana. Dengan
begitu dosen memiliki kualifikasi yang lebih dari seorang guru. Dalam
kualitasnya seorang dosen yang mendapat gelar profesor harus menerbitkan buku
ataupun gagasan ilmiahnya untuk disebarluaskan kepada masyarakat luas. Dalam
BAB ini jelaskan mengenaai hak dan kewajiban untuk menjadi seorang dosen,
terkait dengan memperoleh pengahsilan, jaminan, perlindungan, dan lain lain,
berikut dengan tunjangan tunjangan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku
oleh pemerintah daerah atau pusat yang bersumber dari APBN/APBD. Kompetensi yan
harus dimiliki oleh seorang dosen adalah kompetensi pedagogik, sosial,
kepribadian dan profesional sebagaimana bekal dalam menjalani profesinya
menjadi dosen. Dan seorang dosen memiliki sekurang kurangnya 12 SKS dalam satu
minggu atau 16 SKS dalam satu minggu.
Pada BAB ke 6
membahas mengenai sanksi. Guru yang melanggar aturan berdasarkan pasal 20 akan
mendapatkan teguran, peringatan sampai dengan pemberhentian tidak terhormat Pada BAB 7 mengai
tentang ketentuan peralihan. Guru dan dosen yang belum memiliki sertifikat
pendidik memperoleh tunjangan fungsional paling lama 10 tahun atau guru
tersebut telah memenuhi kualifikasi seorang guru untuk mnedapatkan serifikat
guru.
PP No. 32 Tahun 2013 Perubahan Atas PP No. 19 Tahun 2005.
Standar Nasional
Pendidikan 2005 diubah pada tahun 2013 dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor
32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2015
tentang Standar Nasional Pendidikan. PP 32 tahun 2013 tentang Perubahan Atas PP
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ini ditetapkan Presiden Dr.
H. Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 Mei 2013. PP Nomor 32 tahun 2013 diundangkan
oleh Menkumham Amir Syamsudin dalam Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2013
nomor 71, dan Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah (PP) 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5410 pada tanggal 7 mei 2013 di Jakarta.
Alasan utama penetapan PP 32 tahun
2013 tentang Perubahan Atas PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan adalah
untuk menyelaraskan Standar Nasional Pendidikan dengan dinamika perkembangan
masyarakat, lokal, nasional, dan global guna mewujudkan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional. Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses,
dan Standar Penilaian, yang bersama-sama membangun kurikulum pendidikan,
penting dan mendesak untuk disempurnakan. Dan pemantapan Standar Nasional
Pendidikan dan pengaturan kurikulum secara utuh sangat penting dan mendesak
dilakukan untuk mencapai tujuan peningkatan mutu dan daya saing sumberdaya
manusia Indonesia hasil pendidikan yang telah menjadi komitmen nasional.
Pertimbangan
yang menjadi latar belakang ditetapkannya PP 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan adalah:
a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan perlu diselaraskan dengan dinamika
perkembangan masyarakat, lokal, nasional, dan global guna mewujudkan fungsi dan
tujuan pendidikan nasional;
b. bahwa dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa diperlukan komitmen nasional untuk meningkatkan mutu dan daya saing
bangsa melalui pengaturan kembali Standar Kompetensi Lulusan, standar isi,
standar proses, dan standar penilaian, serta pengaturan kembali kurikulum;
c.
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
Landasan peraturan yang menjadi dasar
hukum penetapan PP 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan adalah:
a. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Beberapa ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4496), diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah
tentang standar nasional, pendidikan formal, pendidikan non formal, kompetensi,
standar kompetensi, standar isi, standar proses, standar pendidik, standar
saran, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian pendidikan,
kompetensi inti, kompetensi dasar, biaya operasi satuan pendidikan, kurikulum,
kerangka dasar kurikulum, silabus, pembelajaran,kurikulum tingkat satuan
pendidikan, peserta didik, buku panduan guru, buku teks pelajaran, penilaian,
evaluasi pendidikan, ulangan, ujian akreditasi, badan standar nasional
pendidikan, kementrian , lembaga penjamin mutu pendidikan, badan akreditasi
nasional, badan akreditasi nasional non formal, badan akreditasi nasional
perguruan tinggi, dan menteri.
2. Ketentuan pasal 2 ayat
(1) diubah dan diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (1a) tentang standar nasional pendidikan.
3. Di antara Pasal 2 dan
Pasal 3 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 2A tentang standar kompetensi lulusan.
4. Judul Bagian Kesatu BAB
III dihapus.
5. Ketentuan Pasal 5 diubah
tentng kriteria standar isi, ruang lingkup materi, tingkat kompetensi, dan
standar isi.
6. Di antara Pasal 5 dan
Pasal 6 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 5A tentang kriteria ruang lingkup
materi dan Pasal 5B kriteria tingkat kompetensi.
7. Ketentuan Pasal 6 sampai
dengan Pasal 18 dihapus.
8. Ketentuan Pasal 19 ayat
(2) dihapus tentang proses pembelajaran.
9. Ketentuan Pasal 20 diubah
tentang perencanaan pembelajaran.
10. Ketentuan Pasal 22 ayat
(3) dihapus tentang penilaian hasil pembelajaran.
11. Ketentuan Pasal 25 ayat
(2) dan ayat (4) diubah serta ayat (3) dihapus tentang standar kompetensi
lulusan.
12. Ketentuan Pasal 43 ayat
(5) diubah tentang kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan kegrafikaan buku teks
pelajaran dan di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (5a) tentang pengadaan Buku Teks Pelajaran dilakukan Pemerintah, Menteri
menetapkan buku tersebut sebagai sumber utama belajar dan Pembelajaran setelah
ditelaah dan/atau dinilai oleh BSNP atau tim yang dibentuk oleh Menteri.
13. Ketentuan Pasal 64 ayat
(1) dan ayat (2) diubah, di antara ayat (2)tentang penilaian
dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a) tentang )Ketentuan lebih
lanjut mengenai penilaian hasil belajar oleh pendidik diatur dengan peraturan
menteri, serta ayat (3) sampai dengan ayat (7) dihapus.
14. Ketentuan Pasal 65 ayat
(2) dan ayat (5) dihapus, serta ayat (3), ayat (4), dan ayat (6) diubahtentang
penilaian hasil belajar.
15. Di antara ayat (1) dan
ayat (2) Pasal 67 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) tentang ujiain
nasional.
16. Ketentuan Pasal 69 ayat
(1) diubah dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (2a) tentang peserta didik.
17. Ketentuan Pasal 70 ayat
(1) dan ayat (2) dihapus serta ayat (4) diubah tentang program paket B.
18. Ketentuan Pasal 72 ayat
(1) diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (1a) tentang ketentuan peserta didik yang dinyatakan lulus dari satuan
pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah.
19. Ketentuan Pasal 76 ayat
(3) ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf e tentang BNPS.
20. Di antara BAB XI dan BAB
XII disisipkan 1(satu) bab, yakni BAB XIA sehingga BAB XIA tentang kurikulum.