Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kerajaan-kerajaan Hindu, Budha dan Islam di Indonesia

 


KERAJAAN-KERAJAAN HINDU, BUDHA DAN ISLAM DI INDONESIA

 

1. Kerajaan Kutai

Sejarah Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai adalah kerajaan tertua dan merupakan kerajaan Hindu pertama di Indonesia yang diperkirakan berdiri sekitar tahun 400-500 Masehi. Kerajaan ini memiliki hubungan perdagangan dengan India, meskipun letak Kerajaan Kutai sendiri tidak terletak di jalur perdagangan Nusantara.Dari hubungan perdagangan dengan India inilah diketahui awal penyebaran pengaruh Hindu.Salah satu bukti bahwa Kerajaan Kutai memiliki hubungan perdagangan dengan India adalah ditemukannya Prasasti Yupa. Prasasti Yupa adalah monumen batu yang memuat tulisan dengan bahasa Sansekerta. Bahasa Sansekerta sendiri diketahui sebagai bahasa klasik India yang merupakan sebuah bahasa liturgis dalam kepercayaan kepada tuhan Hindu, Buddha, dan Jainisme. Melalui penemuan prasasti tersebut, sejarawan menyimpulkan bahwa Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua yang ada di Indonesia.

 

Letak Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai tidak terletak di jalur perdagangan yang diketahui khalayak dunia. Namun, Kerajaan Kutai sangat strategis sehingga bisa terhubung ke dunia luar meskipun tidak terletak di jalur perdagangan. Letak Kerajaan Kutai diperkirakan berada di daerah Muara Kaman, di tepi sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Sungai Mahakam merupakan sungai yang berukuran cukup besar dan memiliki beberapa anak sungai. Lokasi pertemuan antara sungai Mahakam dan anak-anak sungainya diperkirakan merupakan letak Muara Kaman di masa lampau. Sungai Mahakam dengan ukurannya yang cukup besar memungkinkan untuk dilayari dari pantai hingga masuk ke Muara Kaman, maka dari itu bisa diperkirakan menjadi jalur perdagangan yang strategis.

 

Pendiri Kerajaan Kutai

Pendiri Kerajaan Kutai adalah Kudungga yang kemudian dikenal dengan gelar Maharaja Kudungga Anumerta Dewawarman. Menurut sejarah, Kudungga merupakan seorang pembesar dari kerajaan Champa yang terletak di Kamboja. Pada masa pemerintahan Kudungga, belum ada sistem pemerintahan yang teratur dan sistematis. Setelah masa pemerintahan Kudungga, pemerintahan Kerajaan Kutai dilanjutkan oleh anak Kudungga yang bernama Aswawarman. Aswawarman merupakan seorang raja yang pandai mengatur sistem pemerintahan sehingga diberi gelar Wangsakerta yang artinya pembentuk keluarga raja. Selain itu, Aswawarman juga diketahui sebagai raja Kutai pertama yang menganut agama Hindu, sebab Kudungga belum menganut agama Hindu dan pada masa pemerintahannya diyakini hanya berperan sebagai kepala suku. Setelah masa pemerintahan Aswawarman selesai, pemerintahan Kerajaan Kutai kemudian dilanjutkan oleh anak sulungnya yang bernama Mulawarman. Mulawarman dikenal sebagai raja Kutai yang membawa kerajaan tersebut pada masa kejayaannya. Bahkan beberapa sejarawan menganggap bahwa Mulawarman adalah pendiri Kerajaan Kutai karena ia mampu membawa stabilitas pada kerajaan tersebut.

 

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, masa kejayaan atau zaman keemasan Kerajaan Kutai terjadi dalam masa pemerintahan Mulawarman. Kehidupan ekonomi dalam masa pemerintahan Mulawarman berkembang sangat pesat yang dapat dilihat dari aktivitas perekonomiannya. Dalam salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Kutai, dikatakan bahwa Mulawarman telah banyak menyelenggarakan upacara slametan emas yang sangat banyak.

 

2. Kerajaan Tarumanegara

Sejarah Berdirinya Kerajaan Tarumanegara

Dalam catatan sejarah, kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan Hindu tertua ke-2 di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358–382 Masehi di tepi sungai Citarum, yang sekarang masuk ke wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Raja Jayasingawarman adalah seorang maharesi atau pendeta yang berasal dari India, tepatnya dari daerah Salankayana. Raja Jayasingawarman mengungsi ke nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Kerajaan Magadha. 

 

Saat tiba di Jawa Barat, Raja Jayasingawarman meminta izin kepada Raja Dewawarman VIII, raja Kerajaan Salakanagara yang berkuasa masa itu, untuk membuka pemukiman baru. Setelah mendapatkan persetujuan, Raja Jayasingawarman pun membangun Kerajaan Tarumanegara. Nama tersebut berasal dari dua kata, yaitu “Taruma” dan “Nagara”. “Nagara” memiliki arti kerajaan atau negara, sementara “Taruma” atau “Nila” diambil dari nama sungai Citarum yang membelah Jawa Barat. Disesuaikan dengan letak kerajaan Tarumanegara berada di tepi sungai Citarum.

 

Kehidupan sosial dan politik kerajaan Tarumanegara terbilang maju. Hal ini terlihat dari daerah kekuasaannya yang sangat luas. Daerah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara meliputi Banten sampai Cirebon. Sejak berdiri, Kerajaan Tarumanegara mengalami masa kejayaan sebanyak 3 generasi. Kerajaan Tarumanegara mengalami masa keemasan saat dipimpin oleh Raja Tarumanegara ke-3, yaitu Raja Purnawarman.

Keberadaan Kerajaan Tarumanegara ini pernah tercatat dalam berita dari kerajaan Tiongkok. Dalam berita tersebut, dikatakan bahwa Kerajaan To-Lo-Mo atau Tarumanegara pernah mengirimkan utusan mereka ke Tiongkok pada tahun 528, 538, dan 666 Masehi untuk kunjungan persahabatan. Kabar lainnya mengenai Kerajaan Tarumanegara datang dari Gunawarman, seorang pendeta dari Kashmir yang mengatakan bahwa agama yang dianut rakyat Tarumanegara adalah Hindu.

 

Puncak Kejayaan

Nama raja dari Kerajaan Tarumanegara lainnya yang tercatat dalam Naskah Wangsakerta adalah Raja Purnawarman. Raja Purnawarman memerintah Kerajaan Tarumanegara dari tahun 395–434 Masehi. Ia bergelar Sri Maharaja Purnwarman Sang Iswara Digwijaya Bhima Prakarma Suryamaha Purasa Jagatpati. Kerajaan Tarumanegara mencapai puncak kejayaannya saat dipimpin oleh Raja Purnawarman. Dalam sejarah kerajaan Tarumanegara tertulis, kemasyuran kerajaan ini diabadikan dalam Prasasti zaman Purnawarman mengenai dibangunnya pelabuhan dan beberapa sungai sebagai sarana perekonomian. Pada masa pemerintahan Purnawarman, Kerajaan Tarumanegara juga memperluas kekuasaan dengan menaklukkan raja-raja kecil di Jawa Barat.Selain itu, pemerintahan di masa Purnawarman sangat memperhatikan pemeliharaan aliran sungai. Seperti pada tahun 410 Masehi, Raja Purnawarman memperbaiki Kali Gangga hingga Sungai Cisuba yang terletak di daerah Cirebon. Selain itu, di tahun atau 421 Masehi, Purnawarman memperindah daerah aliran Sungai Cupu yang mengalir hingga istana raja.

 

Prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara:

1.     Prasasti Ciaruteun (Pada prasasti ini terdapat gambar telapak kaki, lukisan laba-laba, dan huruf ikal melingkar)

2.     Prasasti Kebon Kopi (Pada prasasti ini terdapat gambar telapak kaki, lukisan laba-laba, dan huruf ikal melingkar)

3.     Prasasti Jambu (Isi prasasti ini adalah “Tapak kaki ini adalah tapak kaki Sri Purnawarman, Raja tarumanagara. Baginda termasyhur gagah berani, jujur dan setia menjalankan tugasnya”.)

4.     Prasasti Cidanghyang (Prasasti ini berisi 2 baris kalimat yang berbentuk puisi yang ditulis dengan huruf Palawa dan bahasa Sansekerta, isi prasasti ini mengagung-agungkan keberanian raja Purnawarman

5.     Prasasti Pasir Awi

6.     Prasasti Muara Cianten

7.     Prasasti Tugu (Dalam prasasti ini, disebutkan mengenai pembangunan saluran air yang panjangnya 6.112 tombak. 6.112 tombak itu setara 11 km. Aliran air itu diberi nama Gomati yang dibandun dalam waktu 21 hari)

 

3. Kerajaan Sriwijaya

Berdirinya Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya lahir pada abad ke-7 Masehi dengan pendirinya yang bernama Dapuntahyang Sri Jayanasa. Keterangan ini tertulis pada salah satu prasasti yang ditemukan di Bangka. Prasasti Kedukan Bukit (682 Masehi) menyebutkan nama Dapunta Hyang, dan prasasti Talang Tuo (684 Masehi) memperjelasnya menjadi Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Kedua prasasti ini adalah penjelasan tertua mengenai seseorang yang dianggap sebagai raja atau pemimpin Sriwijaya. Dalam Prasasti Kedukan Bukit juga menceritakan bahwa Dapunta Hyang mengadakan perjalanan dengan memimpin 20 ribu tentara dari Minanga Tamwan ke Palembang, Jambi, dan Bengkulu. Dalam perjalanan tersebut, ia berhasil menaklukkan daerah-daerah yang strategis untuk perdagangan sehingga Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur.
Berdasarkan prasasti Kota (686 M) di Pulau Bangka, Sriwijaya diperkirakan telah berhasil menguasai Sumatera bagian selatan, Bangka dan Belitung, bahkan sampai ke Lampung.

Sakyakirti adalah seorang mahaguru agama Buddha yang ada di Kerajaan Sriwijaya. Menurut kesaksian I-Tsing Sriwijaya telah menjadi pusat agama Buddha. Di sana ada lebih dari seribu pendeta yang belajar agama Buddha. Diperkirakan di Sriwijaya sudah berdiri sebuah perguruan Buddha. Perguruan ini mempunyai hubungan baik dengan perguruan Buddha yang ada di Nalanda, India.

Sejarah Kerajaan Sriwijaya menjadi bukti bahwa agama Buddha pernah besar di Indonesia. Selain sebagai kerajaan penganut Buddha pertama di Nusantara, Sriwijaya pernah menjadi pusat pengajaran ajaran yang dirintis oleh Sidharta Gautama ini. Selain itu, lokasi. Kerajaan Sriwijaya juga masih kerap diperdebatkan.

 

4. Kerajaan Mataram

Sejarah berdirinya kerajaa mataram

Sekitar abad ke-8 di Jawa Tengah berdiri Kerajaan Mataram. Munculnya kerajaan ini diterangkan dalam prasasti yang ditemukan di daerah Canggal, di barat daya Magelang. Dalam prasasti canggal diterangkan bahwa Raja Sanjaya telah mendirikan lingga di atas bukit Kunjarakunja (di gunung Wukir) pada tahun 732 masehi. jawa (Mataram) yang kaya akan padi dan emas, mula-mula diperintah oleh Raja Sanna. Setelah Raja Sanna meninggal, negara pecah karena kehilangan pelindung. Penggantinya ialah Raja sanjaya anak Sannaha, saudara perempuan Raja Sanna. Raja Sanjaya berhasil menaklukkan beberapa daerah sekitarnya dan menciptakan kemakmuran bagi rakyatnya.

 

Kerajaan Mataram Kuno atau sering juga disebut dengan Kerajaan Mataram Hindu atau Kerajaan Medang merupakan kerajaan penerus dari Kerajaan Kalingga di Jawa yang diperkirakan eksis pada abad ke-8 hingga 10 Masehi. Mataram Kuno yang bercorak Hindu (dan Buddha) biasanya disebut untuk membedakan dengan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri sekitar abad ke 16 M. Bhumi Mataram adalah sebutan lama untuk Yogyakarta dan sekitarnya, di daerah inilah diperkirakan Kerajaan Mataram Kuno pertama berdiri. Kerajaan Mataram Kuno memiliki dua periode berdasarkan lokasi atau ibu kota pemerintahannya. Pertama adalah periode awal Kerajaan Medang yaitu di Jawa Tengah di bawah Wangsa Sanjaya dan Sailendra (732-929 M), serta yang kedua ketika pindah ke Jawa Timur dan dikuasai oleh Wangsa Isyana (929-1016 M). Pada 929 M, Kerajaan Mataram Kuno dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok. Menurut George Coedes dalam The Indianized states of Southeast Asia (1968), ada beberapa faktor kemungkinan yang mendorong perpindahan tersebut. Pertama adalah faktor politik, yakni sering terjadinya perebutan kekuasaan yang berimbas terhadap terancamnya kesatuan wilayah kerajaan ini. Kedua adalah faktor bencana alam, yaitu peristiwa meletusnya Gunung Merapi. Faktor ketiga adalah adanya potensi ancaman dari kerajaan lain, termasuk serangan dari Kerajaan Sriwijaya. Sedangkan faktor keempat adalah motif keagamaan dan ekonomi, termasuk ketiadaan pelabuhan yang membuat Kerajaan Mataram Kuno sulit menjalin kerja sama dengan kerajaan lain. Lokasi tepatnya pusat Kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Tengah diperkirakan berada di Bhumi Mataram atau Yogyakarta pada masa awal berdirinya di bawah pemerintahan Rakai Mataram Sang Sanjaya. Letusan Gunung Merapi yang Konon Mengubah Sejarah Jawa Sejarah Candi Sambisari: Pernah Terkubur Letusan Gunung Merapi Kemudian, lokasi ibu kota kerajaan ini sempat berpindah-pindah, antara lain ke Mamrati pada masa Rakai Pikatan, pada era Dyah Balitung (Rakai Watukura) dipindahkan ke Poh Pitu, dan sempat kembali lagi ke Bhumi Mataram pada masa Dyah Wawa (Rakai Sumba). Mamrati dan Poh Pitu diperkirakan berada di antara wilayah Yogyakarta hingga Jawa Tengah bagian selatan (Magelang atau Kedu). Kerajaan Mataram Kuno punya banyak peninggalan yang berupa candi-candi megah, termasuk Candi Borobudur di Magelang, Candi Prambanan, Candi Kalasan, dan Candi Sewu di Yogyakarta, serta beberapa candi lainnya. Setelah dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok yang kemudian bergelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa (929-947), Kerajaan Mataram Kuno menempati pusat pemerintahan di daerah yang disebut Tamwlang. Masa-masa berikutnya terjadi lagi perpindahan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Timur atau era Dinasti Isyana, yakni dipindahkan ke Watugaluh. Dikutiip dari buku Antologi Sejarah Candi Boyolangu (2016) tulisan Lailatul Mahfudhoh, Tamwlang maupun Watugaluh diperkirakan terletak di sekitar Jombang, Jawa Timur. Setelah Kerajaan Medang runtuh pada awal abad ke-9 M, selanjutnya muncul kerajaan-kerajaan penerus Wangsa Mataram, dari Kahuripan, Jenggala, Kediri, Singhasari, Majapahit, Demak, Jipang, Giri, Kalinyamat, Pajang, hingga era Mataram Islam yang memunculkan Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Mangkunegaran, serta Pakualaman.

 

5. Kerajaan Kahanjuran

            Kerajaan kahanjuran adalah kerajaan bercorak Hindu yang berpusat di Desa Kejuron, dekat Kota Malang sekarang. Kerajaan yang berdiri pada abad ke-8 masehi ini diyakini sebagai kerajaan pertama di Jawa Timur. Sumber sejarah Kerajaan Kanjuruhan didapatkan dari Prasasti Dinoyo yang ditemukan di Malang. Dalam prasasti tersebut, disebutkan bahwa raja Kerajaan Kanjuruhan yang paling terkenal adalah Gajayana.

            Para ahli menduga bahwa Kerajaan Kanjuruhan erat hubungannya dengan Kerajaan Kalingga (Holing) yang ada di Jawa Tengah. Menurut berita dari Tiongkok, sekitar tahun 742-755 masehi, Raja Kiyen yang saat itu berkuasa memindahkan ibu kota Holing ke Jawa Timur. Munculnya Kerajaan Kanjuruhan diketahui dari Prasasti Dinoyo yang berangka tahun 760 masehi. Prasasti ini bertuliskan huruf Kawi dengan bahasa Sanskerta. Di dalam Prasasti Dinoyo diceritakan bahwa Kerajaan Kanjuruan diperintah oleh Raja Dewashimha. Setelah meninggal, ia kemudian digantikan putranya, Limwa, yang dikenal sebagai Gajayana. Gajayana memiliki putri bernama Uttajana yang menikah dengan Jananiya Masa Kejayaan Kerajaan Kanjuruhan Dari Prasasti Dinoyo diketahui bahwa Raja Gajayana yang beragama Siwa memerintah dengan adil dan dicintai rakyatnya. Di bawah kekuasaannya, Kerajaan Kanjuruhan mencapai puncak keemasan. Kerajaan Kanjuruhan mengalami perkembangan pesat dalam bidang pemerintahan, sosial, ekonomi, ataupun seni budaya. Wilayah kekuasaannya meliputi daerah Malang, lereng timur dan barat Gunung Kawi, dan ke utara hingga pesisir laut Jawa. Selama masa pemerintahan Gajayana, jarang terjadi peperangan, pencurian, dan perampokan karena raja selalu bertindak tegas sesuai hukum. Raja Gajayana juga membuat sebuah tempat suci pemujaan yang sangat bagus untuk memuliakan Resi Agastya. Selain itu, dibangun pula arca sang Resi Agastya dari batu hitam yang sangat elok. Bersamaan dengan pentasbihan bangunan suci tersebut, Gajayana menganugerahkan sebidang tanah, sapi, kerbau, serta budak laki-laki dan perempuan sebagai penjaga kepada para pendeta. Setelah Gajayana mangkat, kekuasaan jatuh ke tangan putrinya, Uttejana yang menikah dengan Pangeran Jananiya dari Paradeh. Semua raja Kerajaan Kanjuruhan terkenal akan kebijaksanaan dan kemurahan hatinya Kerajaan ini tidak lama berkembang karena pada akhirnya berhasil ditaklukkan oleh Mataram. Peninggalan Kerajaan Kanjuruhan yang bisa dijumpai saat ini adalah Candi Badut dan Candi Karangbesuki di Malang.

 

6. Kerajaan Kediri

            Kerajaan Kediri bermula dari perintah Raja Airlangga untuk membagi kerajaan menjadi dua bagian pada tahun 1041 Masehi. Pembagian kerajaan dimaksudkan untuk menghindari pertikaian, seperti dikutip dari buku Ensiklopedia Sejarah Lengkap Indonesia dari Era Klasik sampai Kontemporer oleh Adi Sudirman.

Wilayah kerajaan Raja Airlangga dikenal sebagai Kahuripan. Pembagian kerajaan tersebut dilakukan Brahmana sakti bernama Empu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal sebagai Kerajaan Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri). Kerajaan ini dibatasi oleh Gunung Kawi dan Sungai Brantas, seperti dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M).

 

Pada awal masa perkembangan, Kerajaan Kediri tidak banyak diketahui orang. Prasasti Turun Hyang II (1044) yang dikeluarkan Kerajaan Jenggala hanya memberitakan adanya perang saudara antara Jenggala dan Kediri sepeninggal Raja Airlangga.
Sejarah Kerajaan Kediri atau Panjalu mulai diketahui oleh adanya Prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa. Sebelum Sri Jayawarsa, hanya raja Sri Samarawijaya yang diketahui. Letak kerajaan Kerajaan Kediri yakni di daerah Jawa Timur. Kerajaan Kediri berpusat di Daha, atau sekitar Kota Kediri sekarang. Pusat Kerajaan Kediri tersebut terletak di tepi Sungai Brantas, yang masa itu sudah menjadi jalur pelayaran yang ramai.

Masa pemerintahan Raja Sri Gandra dapat diketahui dari Prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradhana. Pada masa pemerintahannya dari tahun 1182 sampai 1185 Masehi, seni sastra mengalami perkembangan sangat pesat, diantaranya Empu Dharmaja mengarang kitab Smaradhana. Bahkan pada masa pemerintahannya juga dikeal cerita-cerita panji seperti cerita Panji Semirang.

 

Pada zaman Kediri karya sastra berkembang pesat sehingga banyak karya sastra yang dihasilkan. Karya sastra tersebut adalah sebagai berikut :

  • Kitab Wertasancaya karangan Empu Tan Akung yang berisi petunjuk tentang cara membuat syair yang baik.
  • Kitab Smaradhahana yang digubah oleh Empu Dharmaja dan berisi pujian kepada raja sebagai titisan Dewa Kama. Kitab ini juga menyebutkan bahwa nama ibu kota kerajaannya adalah Dahana.
  • Kitab Lubdaka karangan Empu Tan Akung yang berisi kisah Lubdaka sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
  • Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karean suka menolong dan sakti.
  • Kitab Samanasantaka karangan Empu Monaguna yang mengisahkan Bidadari Harini yang terkenal untuk Begawan Trenawindu.
  • Kitab Baharatayuda yang diubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh.
  • Kitab Gatotkacasraya dan Kitab Hariwangsa yang diubah oleh Empu Panuluh.


7. Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari berdiri pada 1222 M. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singasari, Malang.  Raja Kerajaan Singasari yang pertama bernama Ken Arok yang memiliki gelar Sri Rajasa Bathara Amurwabhumi. Sebelum menjabat sebagai seorang raja dulunya Ken Arok adalah seorang pengawal Tunggul Ametung yang kala itu menjabat sebagai seorang akuwu di Tumapel. Singkat cerita karena haus akan kekuasaan, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung dan menikahi istri cantiknya yang bernama Ken Dedes. Perjalanan Ken Arok dalam memenuhi ambisinya untuk menjadi raja dimulai dengan cara menjalin kerjasama dengan para Brahmana. Hal itu ditempuh Ken Arok untuk dapat menaklukkan Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh raja Kertajaya.

Singkat cerita, Ken Arok dan para sekutunya berhasil membuat Raja Kertajaya menyerahkan kekuasaanya. Lalu, pada masa kepemimpinan Ken Arok, ia memutuskan untuk memindahkan pusat kerajaan di Singasari. Sampai saat ini kerajaan Tumapel dikenal dengan Kerajaan Singasari. Semasa kepemimpinan Ken Arok sebagai raja Singasari, beliau selalu mengutamakan dan menjaga kehidupan sosial rakyatnya. Namun setiap raja yang berkuasa kerap kali merubah aturan dan kebijakan yang ada pada kerajaan tersebut.

 

8. Kerajaan Majapahit

            Kerajaan Majapahit berdiri pada akhir abad ke-13. Letak Kerajaan Majapahit berada di Mojokerto, Jawa Timur. Kerajaan Hindu-Buddha ini mengalami masa kejayaan pada abad ke-14.  Raja pertama adalah Raden Wijaya. Dia dinobatkan menjadi raja pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 Saka, atau bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Reden Wijaya, sang pendiri Kerajaan Majapahit, bergelar Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana. Masa pemerintahan Raden Wijaya berlangsung selama 16 tahun, yakni pada 1293 Masehi hingga 1309 Masehi.

            Masa kejayaan Kerajaan Majapahit tak terlepas dari peran Gajah Mada. Dia diangkat sebagai patih amangku bhumi pada 1336 M atau sewaktu Tribhuwana Tunggadewi berkuasa. Saat penobatannya, Gajah Mada bersumpah untuk menyatukan Nusantara di bawah panji Majapahit. Sumpah itu dinamakan Amukti Palapa atau dikenal dengan Sumpah Palapa. Gajah Mada berkeinginan untuk menguasai negara-negara di luar Majapahit. Negara-negara tersebut yakni Gurun (Lombok), Seran (Seram), Tanjung Pura (Kalimantan), Haru (Sumatera Utara), Pahang (Malaya), Dompo, Bali, Sunda, Palembang (Sriwijaya) dan Tumasik (Singapura). Gajah Mada pun mewujudkan sumpahnya. Wilayah Kerajaan Majapahit menjadi luas, bahkan melebihi dari yang dicita-citakan. Kerajaan Majapahit menguasai sebagian besar wilayah Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaya, dan wilayah-wilayah kepulauan di timur Jawa. Negara-negara yang dikuasai Majapahit tercatat dalam Kitab Negarakertagama pupuh 13 dan 14.

            Puncak kejayaan kerajaan ini berlangsung pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, yang berkuasa antara 1350-1389 M. Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit berhasil menaklukkan Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura), dan sebagian Kepulauan Filipina. Selain itu, kerajaan ini juga menjalin relasi dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, Vietnam, dan China.

 

Bukti Arkeologis dari Pengaruh Tradisi

1. Candi

Arifin (2016) berpendapat bahwa candi merupakan sebuah bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi. Candi merupakan sebuah bukti nyata teknologi masyarakat zaman sangat luar biasa karena dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada mampu menghasilkan sebuah bangunan megah, tinggi, dan kokoh pada masa itu. Di Jawa terdapat banyak jenis bangunan candi, seperti candi yang berfungsi sebagai tempat ibadah, candi sebagai tempat pemakaman, bahkan candi yang dibangun hanya karena bentuk kejayaan seorang pemimpin. Soekmono (dalam Arifin, 2016) beranggapan bahwa beberapa fungsi candi sebagai kuil dan tempat pemakaman abu jenazah sehingga bisa dikatakan bahwa fungsi candi bergantung pada raja yang memerintah pada masa itu.

2. Arca

            Ryan, Akbar, Andryani, dan Kom (2016) mengemukakan bahwa Indonesia memiliki kebudayaan dan sejarah yang beranekaragam dari zaman pra sejarah hingga pada masa kemerdekaan bangsa Indonesia. Salah satu benda dari jaman pra sejarah tersebut berupa arca, arca merupakan sarana yang penting dalam kehidupan keagamaan Hindu-Budha karena merupakan salah satu objek pemujaan kepada dewa. Arca dibagi menjadi 2 masa yaitu pada zaman pra sejarah dan masa tinggalan kerajaan sriwijaya. Arca merupakan termasuk dalam kategori benda arkeologi.

 

3. Prasasti

            Wijayati (2011) berpendapat bahwa prasasti merupakan sumber sejarah yang memberikan keterangan tentang peristiwa politik, birokrasi, religi, dan perikehidupan masyarakat di masa lalu. Menurut J.G. De Casparis, sebagaimana dikutip oleh Mujib, prasasti merupakan tulang punggung penulisan sejarah kuno Indonesia yang patut menjadi bahan pemikiran.

 

Kebudayaan Islam

Hermawan (2019) mengemukakan bahwa daerah yang mula-mula masuk Islam pertama kali adalah Samudra Pasai (Aceh Utara) dan Pantai Barat Pulau Sumatra yang selanjutnya menyebar ke berbagai daerah Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang masuknya Islam di Indonesia. Dari beberapa teori ini menggambarkan bahwa proses masuknya agama Islam ke Nusantara tidak berlangsung secara revolusioner, cepat, dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Tidak ada kesepakatan di antara para sejarawan tentang kapan sebenarnya Islam mulai masuk dan menyebar di Nusantara. Namun, menurut para sejarawan, ada teori-teori tentang kedatangan Islam ke Nusantarayang menurut Hermawan (2016: 8-9) dalam buku Pengantar Studi Islam Indonesiadapat dibagi menjadi empat teori sebagai berikut:

 

1.     Teori Mekah

HAMKA berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara langsung dari Mekah atau Arab sekitar abad ke-7 M/ 1 H. Adapun argumentasinya adalah sumber lokal Nusantara dan sumber Arab.Menurut HAMKA, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilai-nilai ekonomi melainkan murni motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangannya, jalur perdagangan antara Nusantara dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi. Teori Hamka ini sejalan dengan teorinya A.H. Johns yang berpendapat bahwa para musafir Arablah (para Sufi) yang mula-mula menyebarkan agama Islam di Nusantara. Adapun pendapat para orientalis Barat tentang Islam disebarkan oleh Orang-orang Gujarat adalah untuk mengaburkan dan merenggangkan hubungan rohani Arab-Melayu tentang penyebaran sumber ajaran Islam.

 

2.     Teori Gujarat

              Pencetus teori ini adalah J. Pijnapel yang diikuti Snouck Hurgronje dan dikembangkan J.P Moqueta. Pijnapel berpendapat bahwa meskipun orang-orang Arab yang bermazdhab Syafii telah bermukim di Gujarat (India Barat) dan Malabar, namun yang menyebarkan Islam ke bagian timur termasuk Nusantara adalah pedagang –pedagang muslim Gujarat pada abad ke-7 H/ 13 M. Snouck Hurgronje menilai bahwa para pedagang Gujaratlah yang terlebih dahulu menjalin hubungan perdagangan dengan orang-orang di Nusantara, baru datanglah orang-orang Arab yang bergelar Sayyid, Syarif untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Pendapat Moqueta menguatkan teori Gujarat, dimana Islam datang dari Gujarat berdasarkan temuan batu nisan Sultan Malik al-Shaleh pada 831 H/ 1297 M di Pasai dekat Aceh dan batu nisan Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M di Gresik sama-sama memiliki kemiripan dengan batu nisan yang dipakai orang-orang Kambay Gujarat, disamping juga sama-sama bermazdhab Syafii.

 

3.     Teori Persia (Iran)

Ada juga teori yang berbeda dengan kedua teori di atas yang mengemukakan bahwa Islam datang dan tersebar di Nusantara adalah dibawa oleh orang-orang Persia (Iran). Teori ini digagas oleh Hoesein Djajadiningrat seorang sejarawan dari Banten. Hoesein berpendapat bahwa ada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Persia dan Nusantara dalam hal memperingati 10 Muharram (Assyura) seperti tradisi Tabut di Pariaman Sumatera Barat. Kesamaan paham ajaran Syeikh Siti Jenar dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia serta kesamaan madzhab Syafii yang dipergunakan menguatkan teori ini bahwa Islam disebarkan oleh orang-orang Persia (Iran).

 

4.     Teori Cina (Tiongkok)

Disamping ketiga teori di atas yakni teori Arab, Gujarat dan Persia, ada juga anggapan bahwa Islam justru datang dan disebarkan oleh orang-orang Cina yang telah masuk Islam. Adalah Sumanto al-Qurtuby yang menyatakan bahwa menurut kronik Dinasti Tang (618-960 M) di daerah Kanton, Zhang-Zhao, Quanzhou dan pesisir Cina bagian Selatan telah terdapat sejumlah pemukiman Islam. Sedangkan hubungan perdagangan para perantau Cina dengan orang-orang di Nusantara khususnya Jawa sudah terbangun jauh sebelum Islam dikenal di Nusantara. Teori Cina ini diperkuat lagi oleh argumentasi yang didasarkan oleh sumber lokal (babad dan hikayat) bahwa Raja Islam pertama di Jawa yang bernama Raden Fatah (Pangeran Jin-bun) adalah keturunan Cina hasil perkawinan Raja Majapahit Prabu Brawijaya V dengan Putri Campa (Cina Selatan/Vietnam). Teori ini dikuatkan lagi banyaknya arsitektur  Tiongkok yang menghiasi Masjid-Masjid Kuno yang didirikan di wilayah pemukiman Cina di Jawa.