Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Karakteristik Korban bullying dan Penonton/Bystander Bullying


Karakteristik Korban bullying

Dalam perilaku bullying tidak mungkin terjadi hanya dengan pelaku, tetapi terdapat anak yang menjadi sasaran penganiayaan dan penindasan oleh pelakubullying. Anak-anak yang menjadi korban bullying memiliki postur tubuh yang lebih kecil dibanding temannya yang lain, lemah secara fisik ataupun psikis. Anak yang memiliki penampilan yang berbeda dari segi berpakaian dan berperilaku misalnya saja anak yang mengucilkan diri dari pergaulan, susah beradaptasi dengan lingkungannya, memiliki kepercayaan diri yang rendah, dan anak yang memiliki aksen yang berbeda. Anak orang tak mampu juga sering menjadi korban bullying bahkan anak orang kaya pun tidak luput dari perlakuan bullying. Selain itu, anak-anak yang kurang pandai dan memiliki keterbatasan fisik seperti gagap juga sering menjadi korban bullying. Karakteristik korban bullying adalah mereka yang tidak mampu melawan atau mempertahankan dirinya dari tindakan bullying.

 

Hidayati (dalam Sujarwo, 2017: 35) mengatakan,

“Sebagian anak yang menjadi korban bullying berasal dari latar belakang, etnik, keyakinan atau budaya yang berbeda dari kebanyakan anak di lingkungan tersebut. Ada pula anak-anak yang menjadi korban bullying memiliki keterbatasan kemampuan tertentu, misalnya mengalami kesulitan membaca, dan berhitung. Karakteristik lain yaitu korban bullying biasanya memiliki kecemasan dan kegugupan atau rasa tidak aman.”

 

Selanjutnya, Andina (dalam Sujarwo, 2017: 36) menyebutkan bahwa efek tindakan dari korban penganiayaan fisik dapat diklarifikasikan dalam beberapa kategori. Ada anak yang menjadi negatif dan agresif serta mudah frustasi. Dampak lain yang kurang terlihat, namun berefek jangka panjang adalah menurunnya kesejahteraan psikologis dan penyesuaian sosial yang buruk.

 

Diambil dari berbagai sumber yang ada, dapat disimpulkan bahwa karakteristik seorang anak yang menjadi korban bullying yaitu merasakan banyak emosi negatif seperti marah, dendam, kesal, tertekan, malu, takut, sedih, dan terancam namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi ini dapat berujung pada munculnya kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.

 

Penonton/Bystander Bullying

Banyaknya kasus bullying yang terjadi dipicu oleh berbagai macam hal seperti kurangnya pengetahuan tentang bullying atau sistem aturan sekolah yang kurang ketat dan anggapan sepele tentang perlakuan bullying. Padahal anggapan sepelepun akan berdampak sangat fatal jika dilakukan berulang-ulang. Dalam kasus bullying tersebut pasti ada korban, pelaku dan penonton (bystander). Penonton atau bystander adalah orang yang tampak berada disekitar dan memiliki peran intervensi terhadap terjadinya bullying dan sebagai orang yang berada di dekat korban dan menyaksikan perilaku school bullying yang terjadi.

 

Halimah, (dalam Sujarwo, 2017, hlm.36) mengemukakan istilah tiga mata rantai penindasan. Pertama bullying terjadi karena ada pihak yang menindas, kedua ada penonton yang diam saja atau bahkan mendukung, dan ketiga ada pihak yang dianggap lemah, serta menganggap dirinya sebagai pihak yang lemah. Halimah berpendapat bahwa dalam kasus bullying terdapat beberapa peran yang terjadi, diantaranya pelaku, korban, dan penonton (bystander) baik yang diam saja,  penonton yang memberi dukungan kepada pelaku dan penonton yang menolong korban. perilaku bullying sering kali bergantung pada reaksi penonton (bystander) yaitu penonton yang pasif atau penonton yang mendukung dengan menyoraki.

 

Diambil dari berbagai sumber yang ada, dapat disimpulkan bahwa penonton atau bystander adalah seseorang selain pelaku dan korban yang turut serta mempengaruhi bullying, jika bsytander berpihak kepada pelaku maka semakin agresif juga pelaku untuk lebih menindas korban, apabila bystander berpihak kepada korban, seperti pendapat dari Craig (dalam Sujarwo, 2017,hlm.37) bullying akan berhenti jika bystander yang berperan membantu korban untuk melerai atau menghentikannya. Bsytander memiliki peran yang sangat besar dalam kejadian bullying akan semakin agresif atau menghentikan tindakan bullying dengan membantu korban, jika bystander berpendapat ketika membantu korban akan membuat keadaan semakin buruk maka carilah bantuan ke orang lain yang lebih dewasa untuk menolong korban.

 

Berdasarkan penjelasan di atas, bullying di sekolah dapat disebabkan karena adanya kesenjangan/perbedaan dari segi status, kelas (senioritas), ekonomi, agama, jender, etnisitas atau rasisme. Selain itu juga akibat dari tradisi senioritas, kondisi sekolah yang kurang harmonis dan diskriminatif, keluarga yang tidak rukun, serta faktor internal dari individu yang membully maupun yang menjadi korban.