Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Desain Didaktis



Desain Didaktis

 

Desain didaktis merupakan desain bahan ajar matematika yang memperhatikan hambatan belajar siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Fitriyani (2010, hlm. 11) yang mengungkapkan bahwa “desain didaktis merupakan desain bahan ajar yang memperhatikan respon siswa”. Dalam pelaksanaanya sebelum guru melakukan pembelajaran guru harus membuat perancangan bahan ajar yang akan digunakan.  Desain didaktis dibuat untuk meminimalisir hambatan belajar yang terjadi pada siswa.

 

Annizar, E. K dan Suryadi, D (2016) menyatakan bahwa “DDR (Didactical Design Research) adalah penelitian yang mengungkapkan hambatan belajar (learning obstacle) dalam proses pembelajaran dan bertujuan untuk mengantisipasi dan menghilangkan hambatan belajar dalam pembelajaran”.

 

“Desain didaktis merupakan rancangan bahan ajar yang disusun berdasarkan penelitian learning obstacle suatu materi pembelajaran dengan harapan dapat mengurangi kesulitan yang diawali siswa dalam pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran terpenuhi”(Annizar, E. K dan Suryadi, D, 2016). Hal ini sejalan dengan Nur'aeni, E, dan Muharram, M. R. W (2016a) yang menyatakan bahwa

 

didactical design is a learning plan form of teaching materials which aiming to reduce or eliminate learning obstacle based on the preliminary study. Artinya, desain didactical adalah bentuk rencana pembelajaran bahan ajar yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan hambatan belajar didasarkan pada studi pendahuluan.

 

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa DDR (Didactical Design Research) adalah suatu metode penelitian untuk perancangan pembelajaran bahan ajar yang bertujuan untuk mengantisipasi, mengurangi atau menghilangkan hambatan belajar siswa (learning obstacle) pada studi pendahuluan.

 

Menurut Suryadi (2013, hlm 2) menyatakan bahwa Didactical Design Research terdiri dari tiga tahapan, yaitu:

 

(1) Analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran (prospective analysis) yang wujudnya berupa Desain Didaktis Hipotesis termasuk ADP (Antisipasi Didaktis Pedagogis), (2) analisis metapedadidaktik, dan (3) analisis restrosfektif (restrospective analysis), yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil analisis metapedadidaktik.

 

Berdasarkan paparan tersebut, maka prosedur tahapan Didactical Design Research (DDR), dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu:

1)        Analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran (prospective analysis) yang wujudnya berupa Desain Didaktis Hipotesis termasuk ADP (Antisipasi Didaktis Pedagogis), dalam hal ini yang dilakukan yaitu analisis situasi didaktis yang diawali dengan menganalisis kurikulum dan menentukan fokus materi mengenai jaring-jaring kubus kemudian membuat instrumen studi pendahuluan untuk mengungkapkan hambatan belajar (learning obstacle) yang dialami siswa. Kemudian, setelah menemukan hambatan belajar (learning obstacle) yang siswa alami, peneliti menyusun Antisipasi Didaktis Pedagogis (ADP) yaitu berupa antisipasi untuk menangani hambatan belajar (learning obstacle) yang muncul. Oleh karena itu, desain pembelajaran yang disusun oleh peneliti diharapkan dapat mengatasi hambatan belajar (learning obstacle) yang dialami siswa.

 

2)        Analisis metapedadidaktik

Dalam proses pembelajaran guru harus bisa membimbing dan mengelola siswa supaya dapat mengatasi hambatan belajar yang terjadi pada siswa. Dalam hal ini guru harus bisa mengembangkan bahan ajar guna untuk mengatasi masalah belajar yang terjadi pada siswa saat pembelajaran berlangsung sehingga siswa bisa mengerti materi yang diajarkan oleh guru. Hubungan antara guru dengan siswa ataupun siswa dengan materi merupakan suatu kesatuan dari komponen pembelajaran. Hubungan tersebut digambarkan Kansanen (Suryadi, 2010 hlm. 5) sebagai sebuah Segitiga Didaktis yang menggambarkan hubungan didaktis (HD) antara siswa dan materi, serta hubungan pedagogis (HP) guru dan siswa

 

  

Gambar 2.1 Segitiga Didaktik Kansanen

 

Karena hubungan didaktis dan hubungan pedagogis ini terjadi di dalam proses pembelajaran yang sangat kompleks maka, guru harus membuat rancangan pembelajaran dengan memperhatikan hubungan keduanya. Dengan demikian, seorang guru pada saat merancang sebuah situasi didaktis, sekaligus juga perlu memikirkan prediksi respons siswa atas situasi tersebut serta antisipasinya sehingga tercipta situasi didaktis baru. Maka dari itu, Suryadi menambahkan suatu hubungan antisipatif antara guru dengan materi yang disebut sebagai Antisipasi Didaktis dan Pedagogis (ADP) seperti yang diilustrasikan pada gambar berikut ini

 



 

Gambar 2.2 Segitiga Didaktis Hasil Modifikasi Suryadi (2010)

 

Kemampuan guru dalam memandang segitiga didaktis ini oleh Suryadi (2010) selanjutnya disebut dengan metapedadidaktik yang dapat diartikan sebagai kemampuan guru untuk:

“(1) Memandang komponen-komponen segitiga didaktis yang dimodifikasi yaitu ADP, HD, dan HP sebagai suatu kesatuan utuh, (2) mengembangkan tindakan sehingga tercipta situasi didaktis dan pedagogis yang sesuai dengan kebutuhan siswa, (3) mengidentifikasi serta menganalisis respon siswa sebagai akibat tindakan didaktis maupun pedagogis yang dilakukan, (4) melakukan tindakan didaktis maupun pedagogis lanjutan berdasarkan hasil analisis respon siswa menuju pencapaian target pembelajaran”.

 

 

Hubungan segitiga didaktis di atas merupakan acuan bagi guru dalam merancang suatu pembelajaran. Dengan demikian, peran guru dalam gambar segitiga itu yang sudah dimodifiaksi adalah menciptakan situasi didaktis sehingga dalam proses pembelajaran siswa bisa belajar secara efektif. Dalam hal ini guru perlu menguasai materi ajar atau pengetahuan lain yang berkaitan dengan kemampuan didaktis dan kemampuan pedagogis.

 

Suryadi (2010) menyatakan bahwa Metapedadidaktik meliputi tiga komponen yang terintegrasi, yaitu “kesatuan, fleksibilitas dan koherensi. Komponen kesatuan berkaitan dengan kemampuan guru dalam memandang modifikasi didaktis sebagaisatu kesatuan yang utuh. Komponen fleksibilitas menekankan bahwa skenario pembelajaran hanyalah prediksi. Komponen koherensi berkaitan dengan situasi didaktis pedagogis yang selalu dinamis selama proses pembelajaran.

 

3)        Analisis restrosfektif (restrospective analysis), yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil analisis metapedadidaktik, dalam tahap ini, peneliti melakukan analisis dari mulai tahap perencanaan sebelum pembelajaran sampai dengan tahap implementasi desain awal pembelajaran, maka dari hasil analisis ini akan tersusunnya desain revisi yang akan menyempurnakan pembelajaran sebelumnya.

 

Melalui tiga tahapan tersebut akan menghasilkan desain pembelajaran inovatif yang dapat meminimalisir munculnya berbagai hambatan belajar (leraning obstacle), sehingga proses pembelajaran akan lebih bermakna dan berjalan dengan optimal.