Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengimbasan Pendidikan Inklusif

 


PENGIMBASAN PENDIDIKAN INKLUSIF

 

PENDIDIKAN INKLUSIF

Pendidikan untuk semua dalam mengakomodir semua perbedaan, Sekolah harus siaga (siap menerima PDBK di sekolah). Penyesuaian sistem berlaku bagi semua anak dalam mengatasi hambatan belajar dan memfasilitasi kebutuhan Pembelajaran Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus

 

Keberagaman peserta didik di kelas inklusif memiliki karakteristik tersendiri, baik pada peserta didik reguler maupun pada peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK). Keberadaan PDBK dipayungi Undang Undang Dasar 1945 pasal 31, ayat 1 mengamanatkan bahwa; “Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan” dan ayat 2; “Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya’. Dengan demikian, peserta didik dalam kelas walaupun berbeda keyakinan, fisik, gender, latar belakang keluarga, harapan, kemampuan, kelebihan peserta didik memiliki hak untuk belajar.

 

Begitupun guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan baik, harus memahami berbagai perbedaan. Setiap individu memiliki karakteristik sendiri, baik dalam gaya belajar atau kemampuan mengaktulisasikan berbagai kemampuan dan keterampilannya, misalnya perbedaan Gender.

 

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Anak Berkebutuhan Khusus dengan Hambatan Sensorik

Anak berkebutuhan khusus dikelompokkan sesuai dengan jenis hambatan yang dialami. Terdiri dari :

Anak dengan Hambatan Penglihatan (Tunanetra) Anak dengan hambatan penglihatan dan Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu) seseorang yang mengalami kehilangan/gangguan pendengaran.

2. Anak dengan Hambatan Mental Kognitif

a. Anak dengan Hambatan Intelektual (Tunagrahita)

b. Anak dengan Hambatan Fisik

a. Anak dengan Hambatan Anggota Gerak (Tunadaksa)

3. Anak dengan Hambatan Lainnya

a. Anak dengan Gangguan Perilaku dan Emosi

b. Anak Autis

c. Anak Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa

d. Kesulitan Belajar Spesifik (Disleksia, Diskalkulia, Disgrafia)

 

Sekolah Ramah Anak (SRA) adalah sekolah yang aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup, mampu menjamin, memenuhi, menghargai hak hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi dan perlakuan salah lainya serta mendukung partisipasi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif dan nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anak perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus, terutama dalam perencanaan kebijakan pembelajaran dan pegawasan.

 

Layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus dapat dilakukan dengan mengimplementasikan sistem pendidikan inklusif. Saat ini Pemerintah telah mengakomodasi penyelenggaraan pendidikan inklusif dengan menerbitkan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, khususnya terdapat pada Pasal 6 ayat 1 sampai dengan 3, yaitu:

1.          Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif
sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

2.          Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya sumber daya pendidikan
inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk.

3.          Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu tersedianya sumber daya
pendidikan inklusif.
Peraturan di atas menunjukkan bahwa seluruh pemerintah daerah harus menjamin
terselenggaranya pendidikan inklusif di daerahnya masing-masing.

 

Layanan Pemblejaran

Asesmen seperti berikut ini: Lerner
(Mulyono, 2001) mengemukakan bahwa assesmen adalah suatu proses pengumpulan
informasi selengkap-lengkapnya mengenai individu yang akan digunakan untuk
membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan individu tersebut.

Asesmen akademik, asesmen non-akademik dan asesmen perkembangan

Planning Matrix, Program layanan kebutuhan khusus didasarkan pada simpulan hasil asesmen secara langsung. Hal ini tidak salah namun materi yang dipergunakan sebagai dasar
penyusunan program masih berupa potongan-potongan simpulan atas hasil asesmen
yang telah dilakukan. Tahapan sebelum menyusun planning matrix. Planning matrix
adalah mapping diskripsi tentang kondisi ABK secara individu yang menggambarkan
tentang kondisi actual hambatan karakteristiknya, dampak, strategi layanan dan media
yang diperlukan dalam intervensi.

 

Hakikat Pembelajaran Individual

Program Pembelajaran Individual dikenal dengan The Individualized Education Program (IEP) yang diprakarsai oleh SAMUEL GRIDLEY HOWE tahun 1971, yang merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK). Bentuk pembelajaran ini sudah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1992, yang merupakan satu rancangan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) agar mereka mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhannya dengan lebih memfokuskan pada kemampuan dan kelemahan kompetensi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK). MERCER and MERCER (1989) mengemukakan bahwa “program pembelajaran individual menunjuk pada suatu program pembelajaran dimana peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) bekerja dengan tugas-tugas yang sesuai dengan kondisi dan motivasinya”. Hal ini disebabkan karena perbedaan antara individu pada peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) sangat beragam, sehingga layanan pendidikannya lebih diarahkan pada layanan yang bersifat individual, walaupun demikian layanan yang bersifat klasikal dalam batas tertentu masih diperlukan. Progrm Pembelajaran Individual harus merupakan program yang dinamis, artinya sensitif terhadap berbagai perubahan dan kemajuan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK),