Pengembangan Program Pendidikan Luar Sekolah
PENGEMBANGAN
PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
A. POPULASI SASARAN
Ada beberapa dasar
klasifikasi yang dapat dipakai untuk menunjukkan populasi sasaran dari
program-program PLS. Dasar-dasar klasifikasi yang dimaksud, seperti: Usia,
Jenis Kelamin, Lingkungan tempat tinggal, Latar belakang pekerjaan, Latar
belakang pendidikan yang dicapai, dan Latar belakang kelainan sosial.
Berdasarkan usia,
populasi sasaran Pengembangan program PLS bisa dibagi ke dalam tiga kategori
besar, yaitu: Usia Anak-anak, Usia Pemuda/Remaja, dan Uisa Orang Dewasa.
Penglihatan berdasarkan usia ini, juga penting diperhatikan di dalam
pengembangan program PLS; Tingkatan usia berkaitan langsung dengan tingkatan
perkembangan, baik dalam arti psikologis maupun sosial. Apa yang digemari,
diminati dan menjadi kebutuhan dari populasi sasaran, bisa jadi berbeda
dikarenakan variabel usia perkembangan tersebut. Majalah Bobo misalnya,
meskipun ia sudah dibuat sebaik mungkin isinya, toh lebih mengena dan khusus
digemari oleh populasi yang berusia anak-anak saja; jenis-jenis permainan
tertentu, ada yang secara khusus menjadi kegemaran anak-anak atau remaja atau
orang dewasa. Untuk melahirkan program-program PLS ( isinya apa, jalurnya mana,
dan sebagainya) yang cocok untuk masing-masing tingkatan usia tadi, tentu saja
diperlukan pengkajian secara mendalam, khususnya bertolak dari analisa
psikologi perkembangan.
Variabel jenis kelamin,
sudah jelas hanya terbagi dua, yaitu laki dan wanita. Kenapa variabel ini musti
diperhitungkan? Sudah jelas, ada yang bersifat kodrati dan berupa
definisi-definisi kebudayaan (pembatasan yang dilahirkan oleh kebudayaan) yang
menyebabkan lainnya harapan masyarakat tentang peranan-peranan yang semestinya dimainkan masing-masing. Apa
harapan masyarakat terhadap peranan wanita, begitu pula halnya pada laki-laki,
hal tersebut tentunya wajar bila terlihat pula didalam program-program PLS.
Program PKK misalnya, ia lebih mengena sebagai konsumsi wanita, sedangkan
montir lebih cocok menjadi konsumsi laki-laki.
Variabel lingkungan
tempat tinggal, bisa dibagi ke dalam perkotaan, pinggiran kota dan
pedesaan-pedalaman. Masing-masing lingkungan tempat tinggal mempunyai tuntutan
hidup sendiri-sendiri, dikarenakan berbedanya lingkungan alam dan ciri-ciri
perkembangan masyarakatnya. Orientasi pada jasa misalnya, lebih mengena sebagai
konsumsi masyarakat perkotaan, industry kerajinan tangan terasa lebih sesuai
bagi masyarakat pinggiran kota, sedangkan kemampuan pertanian dalam arti luas
akan lebih cocok bagi masyarakat pedesaan. Pengkajian terhadap variabel
lingkungan tempat tinggal ini, sedikit banyak akan bisa memberi warna kepada
corak program di masing-masing lingkungan tempat tinggal, corak warna tersebut
bukan hanya pada aspek yang bersifat vokasional, tetapi juga pada aspek-aspek
lainnya, seperti sanitasi dan konservasi lingkungan, sikap mental dan
sebagainya.
Dilihat dari segi latar
belakang pekerjaan, bisa dibagi ke dalam: warga masyarakat yang belum memasuki
lapangan kerja, dan warga masyarakat yang telah berkecimpung di dalam dunia
kerjanya masing-masing. Bagi warga masyarakat yang belum memasuki lapangan
kerja, sesuai dengan latar belakangnya masing-masing, bisa jadi : ada yang sama
sekali tidak mempunyai bekal kemampuan akan tetapi belum memadai, dan ada pula
yang sudah memadai bekal kemampuannya, akan tetapi belum tersalurkan ke
lapangan kerja. Sedangkan bagi warga masyarakat yang sudah berkecimpung didalam dunia kerja, variasinya juga bisa
bergerak diantara: Riil obyektif masih sangat minim kemampuannya sampai kepada
yang sudah memadai akan tetapi masih memerlukan penyegaran-penyegaran atau
re-training. Luas bidang pekerjaan, tentu saja bergantung pada kenyataan riil
yang hidup dan berkembang di masyarakat; untuk klasifikasi besarnya bisa dibagi
ke dalam Pertanian, Industri, Perdagangan, dan Pemerintahan. Dalam hubungannya
dengan variabel latar belakang pekerjaan ini, pengembangan program PLS
hendaknya tidak hanya menyentuh soal-soal kemampuan teknis (baca: Pengetahua
dan keterampilan), tetapi juga (malah terlebih penting) untuk juga menjangkau
soal-soal sikap mental (kepeloporan, motivasi, dedikasi, ketekunan, berpikir
jauh ke depan, dan sebagainya).
Variabel latar belakang
pendidikan yang dicapai, klasifikasinya bisa dibagi menjadi: Buta Huruf atau
tidak berkesempatan mengikuti pendidikan formal (bisa juga putus SD pada
tingkat-tingkat permulaan), sudah mampu baca tulis, akan tetapi belum memadai
tingkat pengetahuan lainnya sebagai bekal hidup dan bekerja (lulusan SD,
lulusan KPD I), Tingkat pengetahuan dan kemampuannya sudah relatif memadai
(lulusan KPD II dan III serta lulusan Sekolah Menengah), dan memiliki tingkat
pendidikan formal setingkat Perguruan Tinggi, variabel tingkat pendidikan
tersebut penting dipertimbangkan, terutama di dalam rangka penentuan titik
berat arah dan teknik-teknik serta jalur penyampaiannya. Untuk mereka yang
telah mengikuti pendidikan tinggi misalnya, tekanannya mungkin lebih tepat pada
soal mentalitas kepeloporan, semangat, orientasi masa depan, dan mungkin sudah
cukup bila menggunakan Pendidikan Berprogram (tertulis atau kaset, dan
sebgainya).
Variabel latar-belakang
kelainan sosial, tentu saja dimaksudkan secara terbatas pada warga masyarakat
yang memiliki kelainan-kelainan sosial.
kelainan-kelainan sosial yang dimaksud, variasinya seperti: warga
masyarakat yang normal akan tetapi terlantar (yatim piatu, fakir miskin, tuna
wisma), Warga masyarakat yang mengalami penyimpangan sosial non-politik (korban
narkotika, pelaku-pelaku kejahatan, tuna susila, serta berbagai bentuk
kenakalan), dan Warga masyarakat yang menjadi tahanan politik. Masing-masing
variasi di atas, tentu saja memerlukan therapy pendidikan yang berbeda-beda.
Gejala-gejala kelainan sosial di atas juga seharusnya disentuh oleh
program-program PLS.
B. LANGKAH-LANGKAH
Didalam pengembangan
program PLS, pada dasarnya mengikuti sejumlah langkah-langkah tertentu.
Langkah-langkah yang akan dikemukakan pada bagian ini, terbatas pada
langkah-langkah pokoknya saja, detailnya pada masing-masing langkah pokok tidak
menjadi perhatian dibagian ini, sebab terlampau sulit dipolakan secara umum.
Adapun langkah-langkah pokok yang dimaksud ialah:
1)
Penentuan
populasi sasaran,
2)
Identifikasi
kebutuhan belajar,
3)
Identifikasi
sumber-sumber belajar yang relevan, dan
4)
Penentuan
strategi pelaksanaan PLS.
Keempat langkah-langkah tersebut, berikut
ini akan diuraikan secara satu persatu.
1) Penentuan
populasi sasaran
Penentuan populasi
sasaran merupakan langkah pertama yang perlu secara tegas di tetapkan;
Penentuan tersebut bisa jadi menggambarkan berbagai variasi, misalnya pedesaan,
usia muda, terbatas pada kaum wanitanya. Soal populasi sasaran tersebut sangat
penting ditetapkan secara cermat dan jelas batasnya, perlu dihindari penetapan
populasi yang bersifat mengambang. Jelas atau mengambangkannya pipulasi sasaran
akan menentukan langkah-langkah berikutnya. Perlu dicamkan bahwa program PLS
berangkat dan akhirnya akan bermuara pada populasi sasaran. Kecermatan
menetapkan batasa-batasan pupulasi sasaran (tentu saja berdasarkan pertimbangan
yang masuk akal), sedikit banyak akan memperlancar langkah-langkah berikutnya,
lebih dari itu, juga bisa mempertinggi tingkat efisiensi dan efektifitas.
2) Identifikasi
kebutuhan belajar
Setelah langkah
pertama, selanjutnya perlu diikuti dengan langkah identifikasi terhadap
kebutuhan belajar dari populasi sasaran tadi. Pada langkah ini, memang terutama
bergerak pada apa-apa yang relevan didikkan pada popualsi sasaran, baik yang
berupa pengetahuan, keterampilan, atau sikap mental. Identifikasi tersebut
tentu saja dapat menggunakan berbagai teknik, asalkan tetap terekam spesifikasi
kebutuhan belajar, baik berdasarkan kebutuhan yang dirasakan (Felt-needs, Inggeris)
maupun kebutuhan-kebutuhan belajar yang riil-obyektif (objec-tive-needs, Inggeris).
Dalam hubungan ini perlu, perlu dihindari perekaman kebutuhan yang bergerak di
tingkat permukaan. Di dalam langkah identifikasi tersebut di samping perlu
menyentuh apa-apa yang relevan dididikkan, juga sedapat mungkin
mengidentifikasi kesempatan belajar dari populasi sasaran. Soal yang terakhir
ini juga amat penting, sebab secara langsung akan berkaitan dengan langkah
strategis pelaksanaan PLS itu sendiri.
3) Identifikasi
Sumber-sumber Belajar
Istilah sumber
belajar menunjuk pada segala macam sumber, baik manusia maupun non-manusia yang
memberi kemungkinan terjadinya kegiatan atau proses belajar dari populasi
sasaran. Sumber belajar yang berupa manusia, misalnya: orang-orang terampil di
tengah masyarakat, orang-orang berpengetahuan luas, orang-orang berpengalaman,
atau orang-orang yang diperkirakan bernilai partisipasinya di dalam membina dan
mengembangkan populasi sasaran. Sedangkan sumber-sumber yang non-manusiawi,
misalnya: Gedung-gedung, peralatan belajar, kelembagaan-kelembagaan di
masyarakat (sosial, ekonomi, pemerintahan, dan sebagainya), dan mungkin juga
terdapat sumber-sumber lainnya yang bernilai fungsional bagi terjadinya
kegiatan atau proses belajar dari populasi sasaran. Di dalam mengidentifikasi
sumber-sumber belajar tadi, di samping bergerak di dalam soal ada atau
tidaknya, sedikit atau banyak, juga perlu menjangkau kadar kemungkinan
pendaya-gunaannya bagi pelaksanaan program PLS (termasuk juga persyaratan di
dalam pendaya-gunaannya).
4) Penentuan
strategi pelaksanaan PLS
Istilah strategi
berasal dari kata majjemuk bahasa Yunani: Statos, artinya pasukan, dan agein
artinya pemimpin; Jadi menjawab tentang bagaimana memimpin pasukan, tentu saja
supaya bisa memenangkan pertempuran atau peperangan. Bisa juga, usaha atau
gerakan PLS dianggap semacam “peperangan”, yaitu memerangi realitas pendidikan
yang melekat pada populasi sasaran, untuk itu perlu strategi, bukan?
Menentukan
strategi pelaksanaan PLS (bisa juga juga disebut dengan politik yang ditempuh
dalam pelaksanaan) pada dasarnya bergantung pada hasil penemuan atau
identifikasi langkah-langkah sebelumnya. (baca: batasan populasi sasaran,
kebutuhan belajar populasi sasaran, dan sumber-sumber belajar yang potensial
serta fisibel).
Pada langkah
keempat ini, dituntut untuk berpikir menyeluruh (over-all, Inggeris) dan
innovatif. Gambaran medan harus tergambar dengan jelas, gambaran kekuatan yang
dipunyai juga musti tertulis dengan jelas, atas dasar itu perlu menetapkan; APA
YANG MAU DI CAPAI DAN BAGAIMANA CARANYA. Operasionalisasi tujuan perlu
dilakukan, jalur-jalur yang akan ditempuh juga perlu ditegaskan, bagaimana
sekuensi pengalaman belajar di sepanjang jalur-jalur yang bakal ditempuh tadi
juga musti secara tegas teroperasionalkan, bagaimana bermainnya pada
jalur-jalur tadi juga sangat penting ditegaskan batasan-batasanny. Serta
bagaimana membolisir kekuatan-kekuatan yang dipunyai di dalam proses
pelaksanaan mendidik populasi sasaran. Berpikir model strategi tadi, bisa
berlaku di dalam pendaya-gunaan jalur-jalur manapun (baca: Pendidikan melalui
kursus, Pendidikan Berprogram melalui Radio, TV, Kaset atau modula-modula
tertulis, Pengajian-pengajian, Bimbingan-bimbingan Kelompok, dan sebagainya).
Begitu strategi
tertetapkan, selanjutnya tinggal pelaksanaan program PLS. Pada pelaksanaan ini
diperlukan mekanisme feedback dan monitoring, sehingga pelaksanaan program PLS
menjadi lebih memenuhi atau mencapai sasaran.
C. JENIS DAN ISI
Jenis program PLS
dan isinya, pada dasarnya bergantung pada kebutuhan pendidikan (baca:
Kebutuhan-Belajar populasi sasaran). Hal tersebut mudah dimengerti, sebab
kehadiran Program PLS memang berangkat dan bermuara pada kepentingan populasi
sasaran; Isi dan tujuannya senantiasa berorientasi pada hal-hal yang
riil-obyektif dan dirasakan sebagai kepentingan kehidupan (life-relevant,
Inggeris) dari populasi sasaran.
Jenis program PLS
berdasarkan fungsinya, ialah: Pendidikan Keaksaraan, Pendidikan Vokasional,
Pendidikan Kader, Pendidikan Umum dan Penyuluhan, dan Pendidikan Penyegaran
Jiwa-raga. Sedangkan Isi pendidikan, bisa dibagi ke dalam: Isi yang berhubungan
mutu kehidupan (quality of life, Inggeris), dan isi yang berhubungan dengan
ketrampilan untuk meningkatkan pendapatan (income generating skills, Inggeris).
Pendidikan
Keaksaraan
Jenis program Pendidikan Keaksaraan, ia berhubungan dengan
populasi sasaran yang belum dapat membaca-menulis (juga hitung dan bahasa
Indonesia elementer). Dulu program ini dikenal dengan istilah Pemberantasan
Buta Huruf (PBH). Sekarang, program keaksaraan tersebut terkenal istilah Kursus
Pengetahuan Dasar (KPD). Target pendidikannya dari program Pendidikan
Keaksaraan ini ialah: Terbebasnya populasi sasaran dari Buta-Baca, Buta-Tulis,
Buta-Bahasa Indonesia, dan Buta Pengetahuan Umum Fungsional bagi kehidupan
sehari-hari. Populasi sasaran yang relevan dengan jenis program ini masih relatif
besar di Indonesia, kususnya di daerah pedesaan (pedesaan sekitar 36%, dan
perkotaan sekitar 4%; dihitung dari yang berumur 10 tahun ke atas).
Pendidikan
Vokasional
Jenis program Pendidikan Vokasional, ia berhubungan dengan
populasi sasaran yang mempunyai handicap (hambatan) di dalam pengetahuan dan
ketrampilannya guna kepentingan bekarja atau mencari penghasilan-nafkah. Di
dalam masyarakat, jenis program ini banyak sekali berkembang, yaitu berwujud
kursus-kursus ketrampilan, seperti: Kursus Montir, Kursus Pertukangan, Kursus
Mengetik, Kursus Jahit-menjahit, dan sebagainya. Jenis program ini bisa
dikatakan dengan jenis Pendidikan Ketrampilan atau Latihan Kejuruan. Target pendidikannya dari jenis Program Pendidikan
Vokasional ini ini ialah: Terbebasnya populasi sasaran dari ketidak atau
kekurang mampuannya di dalam pekerjaan-pekerjaan teknis yang sedang atau akan
dimasukinya. Pendidikan kembali di dalam
jabatan, jadi bersifat penyegaran (re-training, Inggeris), kalau itu berkaitan
dengan soal-soal vokasional-teknis, maka dapat juga dikategorikan dengan jenis
Program Vokasional. Populasi sasaran yang relevan dengan jenis program
vokasional ini, rasanya cukup besar, sebab: Tenaga-tenaga kerja yang telah
berada pada posnya masing-masing, sebagian besar masih terasa perlu
ditingkatkan kemampuan-kemampuannya, di samping itu, angkatan kerja baru tidak
sedikit jumlahnya yang tidak atau kurang memiliki bekal keteampilan sebagai
persiapan bekerja, belum lagi, kemungkinan melayani tenaga-kerja yang ingin beralih
bidang kerja atau membuka lapangan kerja sambilan.
Pendidikan
Kader
Jenis program pendidikan kader, berhubungan dengan populasi
sasaran yang sedang atau bakal memangku jabatan kepemimpinan atau pengelola
dari sesuatu bidang usaha di masyarakat, baik bidang usaha di bidang
sosial-ekonomis maupun sosial-budaya. Jenis pendidikan ini diperlukan, Karena
maju mundurnya sesuatu kelompok usaha di masyarakat (Badan, Lembaga, Yayasan,
Organisasi) dalam kenyataannya banyak bergantung kepada kemampuan dan ciri
mentalitas dari para pemimpin atau pengelolanya, sebab pemimpin atau pengelola
itulah yang menjadi motor dari gerak maju sesuatu kelompok usaha di masyarakat.
Dengan demikian, jenis pendidikan kader tersebut berurusan dengan soal-soal
kepemimpinan dan pengelolaan, bukan saja berhungan dengan aspek-aspek
kepribadian; Dari jenis pendidikan ini diharapkan lahir tokoh atau kader
pemimpin dan pengelola dari kelompok-kelompok usaha yang tersebar di
tengah-tengah masyarakat. Memberikan latihan kepemimpinan/ pengelolaan kepada
pengurus koperasi atau organisasi pemuda misalnya, digolongkan kedalam jenis
Pendidikan Kader.
Pendidikan
Umum dan Penyuluhan
Jenis program pendidkan Umum dan Penyuluhan, ia
berhubungan dengan berbagai variabel populasi sasaran, target pendidikannya
terbatas pada pemahaman dan menjadi lebih sadar terhadap sesuatu hal. Lingkup
geraknya bisa sangat luas, mulai dari soal-soal keagamaan, kenegaraan,
kesehatan, lingkungan hidup, gizi, hokum, dan sebagainya. Luas dan tingkatan
pengetahuan yang diperlukan, pada dasarnya bergantung pada variabel-variabel
dari populasi sasaran. Fungsi Mass Media selama ini, juga pengajian-pengajian
Ceramah-ceramah serta penyuluhan-penyuluhan di masyarakat, kesemuanya termasuk
dalam kategori Pendidikan Umum dan
Penyuluhan. Istilah Pendidikan Umum dan Penyuluhan “disatukan”, sebab isinya
bisa dikategorikan umum, sedangkan maksudnya, supaya populasi sasaran menjadi
mengerti, menjadi sadar, menjadi termotivasi (tersuluh).
Pendidikan
Penyegaran Jiwa-Raga
Jenis program pendidikan penyegaran jiwa-raga ini,
kaitannya dengan pengisian waktu luang, pengembangan minat atau bakat serta hobi. Bentuknya bisa
macam-macam, anatara lain berupa aktifitas
Olah-Raga, dan Seni. Di luar aktifitas Olah-Raga dan Seni, misalnya:
Kemah (camping, Inggeris), Rekreasi, Pendakian Gunung, dan sebagainya. Jenis
program ini tidak hanya penting bagi para remaja dan anak-anak, tetapi juga
bagi orang dewasa. Variabel populasi sasaran bisa jadi memberi warna yang
menentukan terhadap bentuk-bentuk aktifitas yang digemarinya, hal tersebut
perlu diidentifikasi untuk selanjutnya dijadikan bahan pengembangan.
Isi
Program PLS
Isi program PLS yang berkaitan dengan peningkatan mutu
kehidupan, seperti:
1)
Pengembangan
nilai-nilai etis, religi, estetis, sosial dan budaya,
2)
Pengembangan
wawasan dan tata-cara berpikir,
3)
Peningkatan
kesehatan pribadi, keluarga dan lingkungan,
4)
Peningkatan
dan pengembangan pengetahuan di dalam arti luas (sosial, ekonomi, politik,
ilmu-ilmua kealaman, bahasa, sejarah, dan sebagainya), serta
5)
Apresiasi
seni-budaya (sastera, lukis, tari, pahat, suara, tabuh, teater, dan
sebagainya).
Sedangkan isi
program PLS yang berhubungan dengan ketrampilan untuk meningkatkan pendapatan
(income generating skills), berhubungan dengan penguasaaan pengetahuan dan
ketrampilan yang dimaksudkan sebagai bekal bekerja, bekal memperoleh pendapatan.
Bidang-bidang yang relevan dengan maksud tersebut, seperti: Pertanian
(peternakan, perikanan, perkebunan, pertanian bahan makanan). Perindustrian,
pertukangan, perdagangan, lapangan jasa, dan sebagainya.