Kajian Kurikulum Secara Filsafat Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “Pendidikan adalah sebuah proses
pembelajaran bagi setiap individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang
lebih tinggi mengenai objek tertentu dan spesifik”. Menurut John Dewey, “Pendidikan
adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual
dan emosional ke arah alam dan sesama manusia”. Sedangkan menurut UU No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Pasal 1 Ayat 1 “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. Jadi,
dapat diartikan bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana yang
dilakukan oleh manusia dalam sebuah kelembagaan yang memiliki tujuan untuk mendekatkan manusia pada tingkat
kesempurnaan yaitu mengembangkan potensi diri, memiliki kekuatan spiritual,
memiliki akhlak dan budi pekerti yang baik, memiliki kecerdasan dan agar
manusia itu sendiri bermanaat bagi masyarakat, bangsa dan Negara. Menurut Hilda Taba, “Kurikulum adalah sebuah rancangan
pembelajaran, yang disusun dengan mempertimbangkan berbagai hal mengenai proses
pembelajaran serta perkembangan individu”. Menurut William C.
Bagley “(the curriculum).. is a storehouse of organized race experience,
conserved (until) needed in the constructive solution of new and antired
problems”, atau dapat diartikan
bahwa kurikulum adalah gudang dari pengalaman yang terorganisir, dilestarikan
(sampai) dibutuhkan dalam solusi masalah baru. Sedangkan menurut UU No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), “Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Jadi, dapat diartikan bahwa
kurikulum adalah sebuah rancangan pembelajaran yang terencana dan terarah untuk
diberikan kepada siswa oleh lembaga pendidikan agar tujuan pendidikan dapat
tercapai.
Kurikulum mempunyai peran yang sangat penting dalam
seluruh kegiatan pendidikan, tidak hanya itu kurikulum juga menentukan proses
pelaksanaan dan hasil pendidikan. Oleh karena itu, mengingat pentingnya kurikulum
dalam dunia pendidikan serta dalam perkembangan kehidupan manusia, penyusunan
kurikulum tidak dapat dikerjakan secara sembarangan. Pendidikan, kurikulum, dan
pembelajaran memiliki keterikatan yang sangat erat dan penting, apalagi dalam
sebuah kelembagaan pendidikan Pendidikan
sebagai lembaga yang menampung, karena dalam sebuah lembaga terdapat sebuah
rancangan yang terencana dan terarah yang biasa disebut dengan kurikulum. Tetapi
semua itu tidak akan terlaksana jika tanpa adanya implementasi. Implementasi
itu dapat dilakukan melalui pembelajaran. Oleh karena itu, pendidikan,
kurikulum dan pembelajaran tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
Dalam penyusunannya, kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat,
yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam sesuai
dengan tuntutan zaman. Landasan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan
yang bersumber dari kepercayaan yang menjadi pijakan untuk pengembangan
kurikulum yang dinamis. Hal ini terjadi karena kurikulum diibaratkan sebagai sebuah rumah yang harus mempunyai pondasi yang
kuat agar dapat berdiri tegak, tidak mudah rubuh dan dapat memberikan
kenyamanan bagi siapa saja penghuni di dalamnya. Pondasi tersebut adalah
landasan-landasan untuk kurikulum agar memberikan kemudahan bagi peserta didik
untuk menuntut ilmu dan menjadikannya sebagai sesuatu yang berguna bagi dirinya
sendiri, agama, masyarakat dan negara. Apabila landasan kurikulumnya lemah
dalam pendidikan maka yang ambruk adalah manusianya. Dengan demikian kurikulum
dalam pendidikan harus diberikan perhatian yang sangat besar baik dari
pemerintah sebagai penanggung jawab umum maupun pihak sekolah yang turun
langsung dalam mengimplementasikan kurikulum tersebut ke peserta didik agar
tujuan pendidikan bisa tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Berikut ini
akan dibahas mengenai kajian kurikulum secara filsafat baik ontologi,
epistemologi, dan aksiologi dengan berdasar kepada UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS).
1. Ontologi Kurikulum
Ontologi
adalah cabang filsafat (metafisika umum) yang mempelajari atau membahas tentang
hakikat ada-nya segala sesuatu yang ada secara komprehensif atau dengan kata
lain “Ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan keberadaan
sesuatu yang ada, menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hubungan
sebab-akibat yaitu ada manusia, ada alam, da nada kausa prima dalam suatu
hubungan yang menyeluruh, teratur, dan tertib dalam keharmonisan” (Suparlan
Suhartono, 2007). Dalam ontologi juga membahas tentang benar atau salah. Suasana belajar berdasarkan kurikulum ontologi ini cenderung bersifat
verbal, berupa pencarian data, informasi, dan lain-lain yang harus dipelajari
oleh peserta didik. Ontologi dibedakan menjadi tiga aliran besar, yaitu :
a.
Ontologi supranature, merupakan
ontologi yang sumber realitanya berada pada daerah spritual ketuhanan.
b.
Ontologi nature, merupakan
ontologi yang sumber realitanya berada di alam.
c.
Ontologi human , merupakan
ontologi yang sumber realitanya berada di dalam pengalaman manusia.
Kurikulum
bertujuan untuk menyiapkan peserta didik yang siap untuk hidup dan bekerja
dalam masyarakat. Kurikulum ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional
sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 3 dimana pendidikan
bertujuan mengembangkan potensi peserta didik untuk menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreastif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi,
serta bertanggung jawab. Kurikulum memberikan kesempatan pada sekolah ditiap
daerah untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan karakteristik daerah
masing-masing, baik dari segi kondisi daerah, waktu, kemampuan anak, dan latar
belakang peserta didik. Pada dasarnya, kurikulum diharapkan mampu menjawab
tantangan untuk mampu membekali peserta didik dalam menghadapi persaingan
global di kehidupan sekarang dan masa datang. Selain itu, kurikulum mengikuti
perkembangan peserta didik sesuai jenjang pendidikan yang mereka tempuh.
2. Epistemologi
Kurikulum
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari
tentang hakikat pengetahuan, membahas mengenai sumber-sumber pengetahuan,
cara-cara memperoleh pengetahuan dan kriteria kebenaran pengetahuan. Berdasarkan
hasil analisis mengenai sumber pengetahuan, dalam kurikulum mengajarkan bahwa
pengetahuan dapat diperoleh dari luar yaitu dari pendidik sedangkan pengetahuan
tersebut dikembangkan kembali dalam setiap diri individu, hal ini sejalan
dengan aliran filsafat konstruktivisme. Cara-cara memperoleh pengetahuannya
yaitu berkaitan dengan Pasal 4 dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (SISDIKNAS), yaitu:
(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis
dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Berdasarkan pasal 4 ayat
1 ini mengartikan bahwa dalam kurikulum cara memperoleh pengetahuannya yaitu
diperoleh secara adil tanpa ada perbedaan, semua orang mendapatkan pengetahuan
yang sama dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), nilai agama,
budaya, dan keragaman bangsa Indonesia.
(2) Pendidikan
diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan
multi makna.
Berdasarkan pasal 4 ayat
2 ini mengartikan bahwa dalam kurikulum peserta didik mendapatkan
pengetahuannya secara terbuka tanpa ada rahasia, semua peserta didik bebas
mendapatkan pengetahuan namun tetap tertib dan sistematik.
(3) Pendidikan
diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
yang berlangsung sepanjang hayat.
Berdasarkan pasal 4 ayat
3 ini mengartikan bahwa dalam kurikulum peserta didik memperoleh pengetahuan
dari pendidikan yang merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat, dengan kata lain dalam kurikulum tidak
ada batasan waktu dalam memperoleh pengetahuan semua orang berhak mendapatkan
pengetahuan sepanjang hayatnya meskipun tidak dalam lembaga pendidikan formal
saja.
(4) Pendidikan
diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan pasal 4 ayat
4 ini mengartikan bahwa dalam kurikulum peserta didik tidak hanya diberikan
pengetahuan akademik saja, tetapi peserta didik juga diberikan pengetahuan
berupa moral dan sikap dalam pembelajarannya.
(5) Pendidikan
diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung
bagi segenap warga masyarakat.
Berdasarkan pasal 4 ayat
5 ini mengartikan bahwa dalam kurikulum peserta didik mendapatkan
pengetahuannya dengan cara membaca suatu literatur, menulis, dan berhitung.
Untuk itu peserta didik harus terlebih dahulu diajarkan mengenali 3 hal di atas
yaitu membaca, menulis, dan berhitung.
(6) Pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran
serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Berdasarkan pasal 4 ayat 6 ini mengartikan bahwa di
dalam kurikulum peserta didik mendapatkan pengetahuannya tidak hanya berasal
dari lembaga pendidikan formal saja, seperti sekolah. Tetapi untuk meningkatkan
kualitas pesrta didik tersebut dibantu juga dengan pendidikan nonformal dan
informal, seperti les privat dan pembelajaran di dalam keluarga ataupun
masyarakat. Sehingga, semua elemen bangsa Indonesia dapat berperan serta dalam
menyelenggarakan dan mengendalikan mutu layanan pendidikan.
Kriteria kebenaran
adalah sutau pengetahuan dikatakan benar apabila dapat diversifikasi dan
diaplikasikan atau diimplementasikan dalam kehidupan. Dari hasil analisis UU
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kurikulum mencerminkan
kriteria kebenarannya adalah pengetahuan dapat dipraktekan dan dapat memberikan
hasil berupa pencapaian dari visi dan misi pendidikan nasional. Dimana visi pendidikan nasional yaitu
terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa
untuk memberdayakan semua Warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah. Dengan visi pendidikan nasional tersebut, melahirkan misi
pendidikan nasional sebagai berikut:
1. Mengupayakan perluasan
dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh
rakyat Indonesia;
2. Membantu dan
memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini
sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3. Meningkatkan kesiapan
masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan
kepribadian yang bermoral;
4. Meningkatkan
keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan
ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan
standar nasional dan global; dan
5. Memberdayakan peran
serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi
dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sehingga dari
keseluruhan mengenai kriteria kebenaran yang berhubungan dengan visi dan misi
pendidikan, melahirkan pendidikan yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, selain itu juga bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
3. Aksiologi Kurikulum
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau
membahas tentang hakikat nilai, sehingga menghasilkan aksiologi etika dan
aksiologi estetika. Menurut UU No. 20 tahun 2003 hakikat nilai atau sumber
pertama nilai hakikatnya adalah Tuhan Yang Maha Esa, sejalan dengan aliran
filsafat Pancasila. Hal ini tercermin dari setiap muatan kurikulum di
pendidikan dasar dan pendidikan tinggi dimana pendidikan agama ditempatkan di
posisi paling atas, yang ditunjukan di pasal 37 ayat 1 dan 2 sebagai berikut :
(1) Kurikulum pendidikan dasar dan
menengah wajib memuat:
a.
pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
c. bahasa;
d. matematika;
e. ilmu pengetahuan alam;
f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan jasmani dan olahraga;
i. keterampilan/kejuruan; dan
j. muatan lokal.
(2)
Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a.
pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan; dan
c. bahasa.
Hal ini mencerminkan bahwa nilai itu hakikatnya
bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Karena manusia merupakan makhluk Tuhan yang
memiliki pribadi dan insan sosial maka nilai yang berasal dari Tuhan yang kemudian
diturunkan kepada manusia itu sendiri. Dari analisis Pasal 36 ayat 1 tentang kurikulum
yang berisi bahwa “Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Sedangkan
dalam pasal 3 yang berbunyi bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Dari pernyataan tersebut
kurikulum menghasilkan beberapa nilai yaitu diantaranya nilai religius
(keagamaan), nilai moral (yang berkaitan dengan akhlak atau perilaku), nilai
intelektual (yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengembangkan ilmu
yang didapatnya, nilai sosial atau kemasyarakatan yang dimaksudkan sebagai
media untuk mensosialisasikan dan mereproduksi nilai nilai tata susila
keyakinan dan nilai nilai dasar agar masyarakat luas berfungsi secara baik, dan
nilai demokratis sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
Pada hakikatnya kurikulum adalah alat untuk mencapai
tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau
pandangan hidup suatu bangsa, maka kurikulum harus mencerminkan falsafah atau
pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat
hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu Negara dengan
filasafat Negara yang dianutnya. Dalam perumusan tujuan pendidikan, penyusunan
program pendidikan, pemilihan dan penggunaan pendekatan atau strategi
pendidikan, peranan yang harus dilakukan pendidik atau peserta didik juga harus
sesuai dengan falsafah bangsa ini yaitu Pancasila.
Keberadan aliran-aliran filsafat dalam pengembangan
kurikulum di Indonesia dapat digunakan sebagai acuan, tetapi harus dikaji
terlebih dahulu kesesuaiannya dengan nilai-nilai falsafah hidup bangsa
Indonesia, karena tidak semua konsep aliran filsafat dapat diadopsi dan
diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Di antara aliran-aliran
tersebut yaitu :
a. Aliran Progresivisme
Menurut aliran progresivisme tentang kurikulum bahwa
aliran ini mengehendaki sekolah yang memiliki kurikulum yang bersifat fleksibel
yaitu tidak kaku, tidak menolak perubahan, dan tidak terikat oleh doktrin
tertentu, luas dan terbuka. Sesuai dengan Pasal 4 ayat 2 yang berbunyi “Pendidikan
diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan
multi makna”. Dengan demikian,
kurikulum dapat direvisi dan dievaluasi setiap saat, sesuai dengan kebutuhan.
b. Aliran Esensialisme
Aliran ini
menghendaki adanya kurikulum yang memuat mata pelajaran yang dapat mengantarkan
manusia untuk menghayati nilai-nilai kebenaran yang berasal dari Tuhan. Menurut
aliran ini kurikulum bertujuan untuk membentuk watak manusia yang ideal. Hal
ini disebutkan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 yang berbunyi “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
c. Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme
merupakan paham yang berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas
kemauannya yang bebas dan kreatif karenanya itu masing-masing individu bebas
menetukan mana yang benar atau salah. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran. Hal ini disebutkan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 4 ayat 4 yang berbunyi “Pendidikan diselenggarakan dengan
memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajaran”.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahkan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pembahasan kurikulum mencakup berbagai aspek
pengembangan kepribadian peserta didik secara menyeluruh untuk mengembangkan pembangunan
Negara dalam menghadapi tantangan global melalui peserta didik yang dapat
mengembangkan potensi, cerdas, berakhlak mulia, bertanggung jawab, sehat,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang baik.