Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Disiplin Belajar

  1. Pengertian Disiplin
            Disiplin belajar merupakan suatu kondisi yang sangat penting dan menentukan keberhasilan seorang siswa dalam proses belajarnya. Disiplin merupakan titik pusat dalam pendidikan, tanpa disiplin tidak akan ada kesepakatan antara guru dan murid yang mengakibatkan prestasi yang dicapai kurang optimal terutama dalam belajar. Dengan kesadaran yang tinggi dalam disiplin belajar, seorang siswa dapat ditumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap pentingnya belajar.
            Istilah disiplin berasal dari bahasa latin “Disciplina” yang menunjuk pada kegiatan belajar mengajar. Istilah tersebut sangat dekat dengan istilah dalam bahasa inggris “Disciple” yang berarti mengikuti orang untuk belajar di bawah pengawasan seorang pemimpin. Dalam kegiatan belajar tersebut, bawahan dilatih untuk patuh dan taat pada peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemimpin (Tu’u, 2004: 30).
            Menurut Ekosiswoyo dan Rachman (2000:97), disiplin hakikatnya adalah pernyataan sikap mental individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan, kepatuhan, yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan.
            Menurut Arikunto (1990:114), di dalam pembicaraan disiplin dikenal dua istilah yang pengertiannya hampir sama tetapi pembentukannya secara berurutan. Kedua istilah itu adalah disiplin dan ketertiban, ada juga yang menggunakan istilah siasat dan ketertiban. Ketertiban menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan dan tata tertib karena didorong oleh sesuatu dari luar misalnya karena ingin mendapat pujian dari atasan. Selanjutnya pengertian disiplin atau siasat menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti tata tertib karena didorong kesadaran yang ada pada kata hatinya. Itulah sebabnya biasanya ketertiban itu terjadi dahulu, kemudian berkembang menjadi siasat.
            Menurut Mulyasa (2003:108) disiplin adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam suatu sistem tunduk pada peraturan yang ada dengan senang hati. Disiplin adalah suatu tata tertib yang dapat mengatur tatanan kehidupan pribadi dan kelompok (Bahri, 2002:12). Disiplin timbul dari dalam jiwa karena adanya dorongan untuk menaati tata tertib tersebut. Dalam belajar disiplin sangat diperlukan. Disiplin dapat melahirkan semangat menghargai waktu, bukan menyia-nyiakan waktu berlalu dalam kehampaan (Bahri, 2002:13).
            Siswa yang memiliki disiplin akan menunjukkan ketaatan dan keteraturan terhadap perannya sebagai seorang pelajar yaitu belajar secara terarah dan teratur. Dengan demikian siswa yang berdisiplin akan lebih mampu mengarahkan dan mengendalikan perilakunya. Disiplin memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia terutama siswa dalam hal belajar. Disiplin akan memudahkan siswa dalam belajar secara terarah dan teratur.
            Berdasarkan pendapat-pendapat di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa disiplin adalah kepatuhan menaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh seseorang dengan konsisten dan konsekuen.

  1. Pengertian Disiplin Belajar
            Disiplin merupakan suatu cara yang digunakan oleh guru untuk mendidik dan membentuk perilaku siswa menjadi orang yang berguna dan berprestasi tinggi dalam bidang pelajaran. Ini dapat dilihat dari pengertian disiplin menurut Maman Rachman dalam Tu’u (2004:32) yaitu sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya. Tujuan seluruh disiplin adalah membentuk perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu diidentifikasikan.
            Secara psikologis, belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2). 
            Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa disiplin belajar dalam penelitian ini adalah sikap siswa yang terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan dan keteraturan berdasarkan acuan nilai moral individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang mencakup perubahan berfikir, sikap, dan tindakan yang sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan seseorang dalam belajar secara konsisten dan konsekuen.
a.      Unsur-unsur Disiplin Belajar
       Bila disiplin diharapkan mampu mendidik siswa untuk berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan kelompok sosial mereka, ia harus mempunyai empat unsur pokok. Hurlock (1999:84) menyebutkan empat unsur pokok tersebut adalah sebagai berikut:
b.    Peraturan
      Adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku. Pola tersebut mungkin ditetapkan oleh guru, orang tua dan teman bermain. Tujuan peraturan adalah untuk mewujudkan anak lebih bermoral dengan membekali pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Peraturan yang jelas dan dapat diterapkan secara efektif akan membantu anak merasa aman dan terhindar dari tingkah laku yang menyimpang dan bagi orang tua, berguna untuk memanfaatkan hubungan yang serasi antara anak dan orang tua.


c.     Hukuman
      Hukuman berasal dari kata kerja lain “punire”. Hurlock (1999:89) menyatakan bahwa hukuman berarti menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. Tetapi hukuman untuk perilaku yang salah hanya dapat dibenarkan bila ia mempunyai nilai pendidikan dan ketika perkembangan bicara dan bahasa anak telah baik, penjelasan verbal harus menggantikan hukuman
d.    Penghargaan
      Hurlock (1999:90) mengistilahkan “penghargaan” berarti tiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang baik. Penghargan tidak perlu berbentuk materi tetapi dapat berupa kata-kata pujian, senyuman, atau tepukan dipunggung dan belaian. Banyak orang yang merasa bahwa penghargaan itu tidak perlu dilakukan karena bisa melemahkan motivasi anak untuk melakukan apa yang harus dilakukannya. Sikap guru yang memandang enteng terhadap hal ini menyebabkan anak merasa kurang termotivasi untuk belajar. Oleh karena itu guru harus sadar tentang betapa pentingnya memberikan penghargaan atau ganjaran kepada anak khususnya jika mereka berhasil.
e.     Konsistensi
      Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas, keajegan, atau suatu kecenderungan menuju kesamaan (Hurlock, 1999:91). Disiplin tidak mungkin terlaksana tanpa konsistensi. Dengan demikian konsistensi merupakan suatu kecenderungan menuju kesamaan. Disiplin yang konstan akan mengakibatkan tiadanya perubahan untuk menghadapi kebutuhan perkembangan yang berubah. Disiplin mempunyai nilai mendidik yang besar yaitu peraturan yang konsisten bisa memicu proses belajar anak. Dengan adanya konsistensi anak akan terlatih dan terbiasa dengan segala hal yang bersifat tetap, sehingga mereka akan termotivasi untuk melakukan hal yang benar dan menghindari hal yang salah.
2.     Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Belajar
            Disiplin turut berpengaruh terhadap prestasi belajar. Hal ini dapat terlihat pada siswa yang memiliki disiplin yang tinggi akan belajar dengan baik dan teratur, serta akan menghasilkan prestasi yang baik pula. Faktor-faktor belajar turut berpengaruh terhadap tingkat disiplin individu. Suryabrata (2001:249) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin belajar adalah sebagai berikut:
a.     Faktor Ekstrinsik
1)      Faktor non-sosial, seperti keadaan udara, suhu udara, waktu, tempat dan alat-alat yang dipakai untuk belajar.
2)      Faktor sosial, terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan kelompok.
b.    Faktor Instrinsik
1)   Faktor psikologi, seperti minat, bakat, motivasi, konsentrasi, dan kemampuan kognitif.
2)   Faktor fisiologis, yang termasuk dalam faktor fisiologis antara lain pendengaran, penglihatan, kesegaran jasmani, keletihan, kekurangan gizi, kurang tidur dan sakit yang diderita.
3.     Perlunya Disiplin Belajar
            Belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan pendidikan. Hal ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami siswa sebagai anak didik. Siswa yang menyadari belajar merupakan suatu kebutuhan dan kewajiban dengan sendirinya akan belajar tanpa ada yang memaksa dan siswa tersebut memiliki kecenderungan disiplin yang tinggi dalam belajarnya.
            Disiplin apabila dikembangkan dan diterapkan dengan baik, konsisten dan konsekuen akan berdampak positif bagi kehidupan dan perilaku siswa. Disiplin dapat mendorong siswa belajar secara konkret dalam praktik hidup di sekolah tentang hal-hal positif, melakukan hal-hal yang lurus dan benar, menjauhi hal-hal negatif. Dengan pemberlakuan disiplin, siswa belajar beradaptasi dengan lingkungan yang baik itu, sehingga muncul keseimbangan diri dalam hubungan dengan orang lain. Jadi disiplin menata perilaku seseorang dalam hubungannya di tengah lingkungannya.
            Menurut Maman Rachman yang dikutip oleh Tu’u (2004:35) menjelaskan pentingnya disiplin bagi para siswa sebagai berikut:

a.       Memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang.
b.      Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan.
c.       Cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditujukan peserta didik terhadap lingkungannya.
d.      Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan individu lainnya.
e.       Menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang sekolah.
f.        Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar.
g.      Peserta didik belajar hidup dengan kebiasaan yang baik, positif, dan bermanfaat baginya dan lingkungannya.
h.      Kebiasaan baik itu menyebabkan ketenangan jiwanya dan lingkungannya.

4.     Upaya Menegakkan Disiplin
            Disiplin perlu ditegakkan agar tidak terjadi pelanggaran. Bila pelanggaran terjadi akan berakibat terganggunya usaha pencapaian tujuan pengajaran. Usaha yang bisa dilakukan sekolah untuk menciptakan disiplin bagi siswa, dengan menetapkan berbagai peraturan yang disebut tata tertib. Berbagai macam aturan yang harus dijalankan oleh siswa termuat didalamnya termasuk berbagai sanksi yang akan dijatuhkan apabila siswa melanggar peraturan tata tertib sekolah.
            Meskipun sudah ada tata tertib yang disertai berbagai sanksi dan hukuman, belum tentu siswa mau menaati tata tertib tersebut. Tu’u (2004:52) mengemukakan sebab-sebab pelanggaran disiplin biasanya bersumber dari reaksi negatif karena kurang terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan. Misalnya, kurang perhatian dan kurang kasih sayang, kurang penghargaan, hubungan sosial kurang, kebutuhan fisik yang belum terpenuhi. Selain itu, menurut Tu’u (2004:53) ada juga penyebab pelanggaran disiplin yang lain antara lain:
a.       Disiplin sekolah yang kurang direncanakan dengan baik dan mantap.
b.      Perencanaan yang baik, tetapi implementasinya kurang baik dan kurang dimonitor oleh kepala sekolah.
c.       Penerapan disiplin yang tidak konsisten dan tidak konsekuen.
d.      Kebijakan kepala sekolah yang belum memprioritaskan peningkatan dan pemantapan disiplin sekolah.
e.       Kurang kerjasama dan dukungan guru-guru dalam perencanaan dan implementasi disiplin sekolah.
f.        Kurangnya dukungan dan partisipasi orang tua dalam menangani disiplin sekolah, secara khusus siswa yang bermasalah.
g.      Siswa di sekolah tersebut banyak yang berasal dari siswa bermasalah dalam disiplin diri. Mereka ini cenderung melanggar dan mengabaikan tata tertib sekolah.

            Bentuk-bentuk pelanggaran disiplin siswa yang kerap kali terjadi antara lain: bolos, tidak mengerjakan tugas dari guru, mengganggu kelas yang sedang belajar, menyontek, tidak memperhatikan pelajaran yang sedang dijelaskan oleh guru, berbicara dengan teman sebelahnya saat pelajaran berlangsung, terlambat hadir di sekolah, membawa rokok dan merokok di lingkungan sekolah, terlibat dalam penggunaan obat terlarang dan perkelahian atau tawuran (Tu’u, 2004:55).
            Usaha untuk membina dan menumbuhkan kedisiplinan pada diri siswa menjadi bagian integral dari suatu proses atau kegiatan belajar. Ada beberapa teknik atau cara untuk menumbuhkan dan membina disiplin belajar siswa sebagaimana yang diungkapkan oleh Tu’u (2004:44) sebagai berikut: “1)Teknik Disiplin Otoritarian, 2) Teknik Disiplin Permisif, 3) Teknik Disiplin Demokratis”. Mengenai penjelasan dari berbagai teknik tersebut adalah sebagai berikut :


a.       Teknik Disiplin Otoritarian
      Dalam disiplin otoritarian, peraturan dibuat sangat ketat dan rinci. Disiplin otoritarian selalu berarti pengendalian tingkah laku berdasarkan tekanan, dorongan, pemaksaan dari luar diri seseorang. Hukuman dan ancaman kerapkali dipakai untuk memaksa, menekan, mendorong seseorang mematuhi dan menaati peraturan. Disini, tidak diberi kesempatan bertanya mengapa disiplin itu harus dilakukan dan apa tujuan disiplin itu. Orang hanya berfikir kalau harus dan wajib mematuhi dan menaati peraturan yang berlaku. Teknik ini biasanya tidak akan berhasil dengan baik dalam menumbuhkan dan membina kedisiplinan belajar, kalau berhasil hanya bersifat sementara atau siswa cenderung melanggar.
b.      Teknik Disiplin Permisif
      Dalam disiplin ini siswa dibiarkan bertindak menurut keinginannya. Kemudian dibebaskan untuk mengambil keputusan sendiri dan bertindak sesuai dengan keputusan yang diambilnya itu. Siswa yang berbuat sesuatu, dan ternyata membawa akibat melanggar norma atau aturan yang berlaku tidak diberi sanksi atau hukuman. Akibat dari teknik ini akan mengalami kebingungan dalam mengambil tindakan apabila mengalami suatu kesulitan belajar.
c.       Teknik Disiplin Demokratis.
      Pendekatan disiplin demokratis dilakukan dengan memberi penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak memahami mengapa diharapkan mematuhi dan menaati peraturan yang ada. Teknik ini menekankan aspek edukatif bukan aspek hukuman. Sanksi atau hukuman dapat diberikan kepada yang menolak atau melanggar tata tertib. Akan tetapi, hukuman dimaksud sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan mendidik. Teknik ini biasanya akan membuahkan hasil yang lebih baik karena siswa diberi kesempatan untuk mengambil keputusan.
            Ada celah yang amat besar antara apa yang dijelaskan guru dan apa yang dipahami oleh pembelajar. Untuk mengurangi celah ini, para guru perlu melibatkan siswa melalui pemahaman lebih dalam dan umpan balik dengan strategi pembelajaran eksplisit dan implisit. Pembelajaran eksplisit bisa berupa diskusi, membaca, mendengarkan, mengeja, fakta matematika, tanya jawab, lembar kerja, dan perkuliahan. Pembelajaran implisit bisa berupa simulasi, proyek teather, kunjungan lapangan, permainan peran, game-game kompleks, menciptakan model, dan pengalaman langsung.
            Elaborasi memberikan kesempatan kepada otak untuk menyortir, menyelediki, menganalisis, menguji, dan memperdalam pembelajaran. Proses elaborasi adalah tahap memastikan para pembelajar tidak hanya sekedar mengulang informasi dari fakta-fakta yang ada secara mekanik, tetapi juga membangun jalur neural yang kompleks dalam otak mereka yang dapat menghubungkan subjek-subjek dengan cara-cara yang bermakna.

            Tahap elaborasi merupakan tahap yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Tahap ini merupakan tahap pemahaman siswa terhadap informasi baru yang dipelajarinya. Pemahaman terhadap informasi baru yang disampaikan itu bisa dilakukan melalui pembelajaran eksplisit (langsung) maupun pembelajaran implisit (tidak langsung).