Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pendidikan Karakter di Sekolah dengan Pembiasaan

Tujuan akhir dari semua pendidikan adalah karakter. Sekolah berkontribusi, baik atau buruk, terhadap karakter dan kepribadian tiap murid. Karena perkembangan karakter merupakan bagian integral dari pendidikan, maka pendidikan karakter harus menjadi pertimbangan dari guru. Pendidikan moral tidak dapat sepenuhnya berhasil jika dianggap sebagai mata pelajaran saja yang diajarkan dalam periode tertentu. Meski bukan menjadi penekanan yang melingkupi seluruh kehidupan dan pekerjaan sekolah tetapi mendidik karakter murid harus selalu hadir dalam pikiran guru.
Pendidikan karakter memiliki dua tujuan realisasi cita-cita besar yaitu, kesejahteraan sosial dan pengembangan kepribadian individu. Keduanya saling  melengkapi. Perilaku yang berkontribusi pada kebaikan orang lain akan memberi cara nyata dalam pengembangan kepribadian, dan, sebaliknya, realisasi kapasitas individu berkontribusi, dalam jangka panjang, pada kualitas total dari kehidupan kelompok. Untuk menjadi pemandu dan panutan yang efektif dalam pengembangan karakter murid, guru tidak hanya harus memiliki pandangan dan kemampuan interaksi sosial yang luas dan amanah, tetapi juaga sensitif terhadap kemungkinan potensi laten murid.

Pengembangan karakter moral yang sehat meliputi:
Pengetahuan tentang apa yang benar; kesadaran prinsip moral, dan pelbagai alasan yang mendasari prinsip moral itu. Ini adalah landasan intelektual.
Sikap dan Keinginan yang benar, apresiasi terhadap kualitas karakter yang baik dalam diri sendiri dan orang lain. Dalam hal ini emosi memainkan peran besar.
Kebiasaan berperilaku yang benar.

Karakter ini tercermin dalam tindakan kebiasaan. Apa yang yang ditunjukkan oleh apa yang dilakukan seseorang. Sikap dan kebiasaan yang benar memberikan motif untuk tindakan yang benar dan kebiasaan hidup yang terpadu. Pengetahuan saja tidak cukup, begitu pula niat, jika tidak disertai dengan tindakan yang benar. Murid harus memiliki kesempatan untuk memahami mengapa beberapa tindakan terkategori baik dan buruk, mereka harus dibantu untuk mengembangkan sikap-sikap emosional untuk melakukan hal-hal yang baik dalam pelbagai kesempatan yang beragam. 
Setiap pendidikan karakter harus mendapat perhatian. Studi di bidang ini mengungkapkan bahwa sebagian besar masalah perilaku disebabkan karena murid tidak mengerti mengapa hal-hal tertentu harus dilakukan dan yang lain tidak. Ada kebutuhan besar untuk berdiskusi tentang masalah perilaku yang timbul dalam pengalaman murid yang akan membantu ke pemahaman yang jelas tentang isu-isu moral. Diskusi panjang menyiratkan bahwa guru tidak akan mendikte opini, tetapi akan berusaha untuk merangsang pemikiran dan mengapresiasi murid terkait keputusan yang rasional. Refleksi lanjutan pada masalah etik berfungsi untuk mempercepat penilaian moral serta untuk memperbaiki gagasan/pemahaman tertentu yang salah dan sikap yang tidak benar. Murid, pada kenyataannya, sangat tertarik pada masalah mereka sendiri, dan pemahaman sosial serta kemampuan interaksi sosial guru ke murid akan sangat mempengaruhi diskusi ini. 
Sikap dan Perilaku yang benar merupakan perpaduan antara pemahaman moral yang benar dan sebagai akibat dari kepuasan yang menyertai tindakan yang benar. Tugas guru dalam hubungan ini adalah untuk memastikan bahwa kepuasan terjadi. Kepuasan yang muncul secara alami dari tindakan itu adalah nilai yang jauh lebih besar daripada kepuasan yang berasal dari suatu imbalan. Guru harus menyadari bahwa insentif seperti tanda bintang dan hadiah hanyalah bersifat sementara sebagai perangsang agar mereka bersikap benar. Akan tetapi jika keinginan untuk hadiah tetap mendominasi sebagai motif, itu justru akan menjadi penghalang daripada membantu ke sikap dan karakter yang benar. Apresiasi karakter yang baik, dulu dan sekarang, sangat diperlukan dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang benar.
Setiap sekolah memberikan kesempatan untuk melaksanakan karakter baik yang dididik. Ini adalah tugas guru untuk mengatur standar perilaku di sekolah dan tidak akan puas sampai kebiasaan yang diinginkan menjadi mapan. Dalam bekerja menuju akhir ini, guru harus melakukan penilaian yang baik kapan menggunakan tekanan otoritas dan kapan menggunakan pendekatan personal. Biasanya, dengan menunjukkan sikap yang benar dan mengukur sampai standar yang diinginkan, lebih baik puas dengan hasil kecil tetapi mewakili pertumbuhan karakter yang benar daripada mencapai hasil lebih besar dengan cara sewenang-wenang. Dalam kasus apapun kebijakan yang konsisten sangat diperlukan. Seiring tercapainya kebiasaan benar yang diharapkan, prinsip yang terlibat harus sesuai dengan perkembangan usia murid. Pada saat yang sama murid harus dipimpin untuk melihat penerapan prinsip ini dalam situasi terkait. Dengan cara ini jumlah terbesar kemungkinan transfer akan tercapai.