Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Manusia Sebagai Makhluk Pendidikan

 


MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK PENDIDIKAN

 

1.1. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang diciptakan Tuhan secara sempurna yakni dibekali akal dan pikiran. Namun, dalam menjalani kehidupan ini tak jarang manusia tertarik untuk memiliki dan berambisi menguasai segala hal yang penting menurut dirinya sendiri. Ketertarikan manusia dengan hal tersebut tidak lepas dari permasalahan yang sering dihadapkan pada persoalan hidup. Dalam menghadapi permasalahan tersebut manusia justru cenderung mencari solusi dari segala sesuatu yang relevan, termasuk permasalahan menghadapi dirinya sendiri dalam berbagai konteks dan aspek kehidupan. Untuk itu manusia perlu memahami secara mutlak dalam mengenal dirinya sendiri dengan upaya memahami apa sesungguhnya manusia itu?.

 


Mengenai hal tersebut, ilmu pengetahuan berusaha menemukan, menggambarkan, serta melukiskan jawaban tersebut. Disanalah manusia dipandang harus bisa menguasaimberbagai ilmu pengetahuan untuk diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Mengapa demikian? Karena, sejatinya manusia memiliki akal yang diciptakan oleh Tuhan untuk bisa mengatur kehidupannya serta bisa mengendalikan hawa nafsunya sendiri. Hal ini menjadikan perbedaan yang mendasar dengan makhluk yang lain.

 

Pendidikan merupakan Proses mengubah sikap serta perilaku dalam usaha mendewasakan manusia melalui berbagai pengajaran dan pelatihan. Jadi, dikarena manusia diciptakan oleh Tuhan dengan dibekali akal serta pikiran manusia juga membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan kehidupannya demi keteraturan hidup serta memuaskan rasa keingintahuannya.

 

1.2. Rumusan Masalah

Makalah yang berjudul “Lingkungan Pendidikan” mengangkat beberapa rumusan masalah, di antaranya:

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan makhluk pendidikan?

1.2.2 Bagaimana hubungan manusia dengan pendidikan?

1.2.3 Bagaimana konsep hubungan manusia dengan pendidikan?

1.2.4Bagaimana konsep manusia sebagai human animal educandum, animal educable, dan serta manusia sebagai human educandus?

1.2.5 Bagaimana batas – batas dalam pendidikan?

1.2.6 Bagaimana perbandingan teori empirisme, nativisme dan konvergensi?

 

1.3. Tujuan

1.3.1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan makhluk pendidikan.

1.3.2 Memahami tentang hubungan manusia dengan pendidikan.

1.3.3 Memahami tentang konsep hubungan manusia dengan pendidikan.

1.3.4Memahami konsep manusia sebagai human animal educandum, animal educable, dan serta manusia sebagai human educandus.

1.3.5 Mengetahui batas – batas pendidikan.

1.3.6 Memahami perbandingan teori empirisme, nativisme dan konvergensi.

 

1.4. Manfaat

1.     Dengan penulisan makalah ini diharapkan memberikan manfaat kepada penulis dalam

2.     menambah wawasan mengenai manusia sebagai mahkluk pendidikan. Selain itu, pembaca

3.     juga diharapkan mampu mengetahui serta memahami hakikat manusia, hubungan manusia

4.     dengan pendidikan, batas-batas pendidikan,3

 

PEMBAHASAN

2.1. Hakikat Manusia

Mencari pengertian hakikat manusia merupakan suatu tugas metafisika. Lebih mendalam lagi adalah tugas tentang antropologi atau filsafat antropologi. filsafat antropologi ini berupaya mengungkapkan konsep atau berbagai gagasan yang bersifat mendasar tentang manusia dan berupaya menemukan karakteristik yang secara prinsipil atau bukan gradual yang membedakan dari makhluk lainnya antara lain yang berkenaan dengan: (1) asal usul adanya manusia, seperti Apakah adanya Manusia hanya kebetulan saja dari evaluasi atau hasil ciptaan Tuhan?, (2) struktur metafisika manusia, seperti apakah yang esensial dari manusia Apakah badannya atau jiwanya atau badan dan jiwanya?, (3) berbagai karakteristik

dan makna eksistensi manusia di dunia, antara lain berkenaan dengan individualitas dan sosialitas.

 

Berdasarkan uraian uraian tersebut dapat kita simpulkan dari pengertian hakikat manusia yaitu seperangkat gagasan atau suatu konsep yang mendasar tentang hubungan manusia serta makna eksistensi manusia di dunia ini. pengertian hakikat manusia juga dapat dikaitkan dengan prinsip adanya manusia dengan kata lain pengertian hakikat manusia adalah seperangkat gagasan tentang sesuatu yang olehnya manusia memiliki karakteristik khas yang memiliki sesuatu martabat khusus (Louis Leahly, 1985).

 

Menurut Prayitno (2009), harkat martabat manusia (HMM) terdiri dari hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan pancadaya (15 butir HMM). Kemudian muncul pertanyaan, apakah kelima belas HMM ini sudah universal? Menurut penulis yakni Sarida Ambung, kelima belas butir HMM ini memiliki nilai universal, karena setiap individu di dunia diakui mempunyai kelima belas butir HMM ini. Ada 5 hakikat manusia jika ditinjau dari filsafat :

 

2.1.1 Manusia adalah makhluk yang paling indah dan sempurna.

Sebagaimana yang kita tahu bahwa manusia telah dibekali akal dan pikiran oleh Tuhan untuk memperluas pengetahuannya. Sehingga dengan adanya pendidikan manusia lebih mengenal indahnya peradaban serta adat istiadat dan bersikap sesuai dengan budaya dan adabnya. Pendidikan juga mampu mengembangkan budaya dan peradaban manusia ke arah yang lebih baik. Kemudian disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling sempurna diantara makhluk yang lain yakni memiliki akal, perasaan, dan emosional. Dalam pendidikan juga kita diajarkan untuk tidak membedakan bedakan orang lain seperti seorang guru yang mengajar peserta didik. Pendidik tidak boleh membeda bedakan peserta didiknya dari segi apapun contoh keturunan dan lain sebagainya karena semua manusia dimata Tuhan sama.

 

2.1.2 Manusia sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya.

Tuhan telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk yang lain. Berarti manusia harus mampu menjaga kehormatannya dan menjauhi hal-hal yang dapat merendahkan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam dunia pendidikan juga hal tersebut harus dijaga atau dipertahankan serta dikembangkan dalam rangka menjunjung tinggi kehormatan serta nilai-nilai kemanusiaan contohnya guru tidak boleh menghukumi peserta didik layaknya binatang.

 

2.1.3 Manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Setelah kita tahu bahwa manusia merupakan makhluk yang paling sempurna penciptaanya dibandingkan makhluk yang lain, hal ini membuat manusia dijadikan sebagai Khalifah di bumi. Hakikatnya setiap manusia yang lahir, terlahir untuk menjadi seorang pemimpin. Di dalam pendidikan jiwa kepemimpinan manusia dilatih sejak dimulai sejak kelas dasar. Tujuannya untuk dapat membentuk karakter dan skill yang nantinya bisa menumbuhkan bibit-bibit unggul untuk memimpin baik itu diri sendiri maupun orang lain.

 

2.1.4 Manusia sebagai makhluk yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan.

Karena manusia diciptakan Tuhan untuk beriman dan bertakwa. Dalam pendidikan juga punya dasar atau kaidah-kaidah yang berhubungan dengan keimanan kepada Tuhan agar pendidikan bisa membuat manusia hidup dengan tentram dan tidakhanya didunia ini saja tetapi juga di akhirat.

 

2.1.5 Manusia pemilik hak-hak asasi manusia.

Hak asasi manusia diantaranya hak untuk hidup dan kebebasan, kebebasan dari

perbudakan dan penyiksaan, kebebasan berpendapat dan berekspresi, hak untuk

bekerja, pendidikan, dan masih banyak lagi. Di dalam pendidikan juga terdapat dasardasar hakikat yang melekat pada dirinya. hal ini berarti bahwa dalam pendidikan juga

tidak boleh merendahkan atau tidak boleh mengacuhkan hak-hak asasi manusia.

 

 

2.2. Manusia sebagai animal educandum, animal educable, dan animal educandus

Manusia memerlukan pendidikan karena manusia memiliki ciri fisik sama dengan hewan dengan hakikat sebagai berikut.

 

2.2.1 Manusia sebagai “animal educandum”

Manusia sebagai “animal educandum” bermakna bahwa manusia adalah hewan yang perlu dididik. Manusia pada hakikatnya tidak memiliki kemampuan. Hal ini dicontohkan saat manusia pertama kali lahir. Manusia memerlukan orang lain untuk dapat hidup. Manusia merupakan makhluk yang lemah dan tidak dapat berbuat apaapa saat pertama kali lahir. Hal ini berbeda dengan hewan yang dapat berjalan, berenang dan mencari makan dengan sendirinya sesaat setelah dilahirkan. Hal inilah yang mendasari pemikiran bahwa manusia perlu untuk dididik dengan bantuan orang lain dan lingkungan yang mendukung.

 

2.2.2 Manusia sebagai animal educable

Manusia sebagai animal educable bermakna bahwa manusia dapat dididik karena manusia memiliki kemampuan. Manusia pada hakikatnya memiliki minat, bakat, motivasi, kemampuan dan kemauan yang berbeda antara individu satu dan lainnya. Hal ini juga yang mendasari bahwa manusia adalah makhluk yang unik karena pasti akan memiliki perbedaan dengan individu lainnya meski kembar identik sekalipun. Kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu tersebutlah yang perlu untuk digali dan dikembangkan.

 

2.2.3 Manusia sebagai animal educandus

Manusia sebagai animal educandus bermakna bahwa sesungguhnya manusia dapat mendidik dirinya sendiri. Manusia dapat memperoleh sumber pembelajaran dari berbagai sumber dengan sendirinya. Manusia dapat memperoleh sumber belajar dari pengalaman, lingkungan alam, materi dalam ruang kelas, lingkungan sosial masyarakat dll. Manusia memiliki kemampuan dalam memetik dan mencerna seluruh pengetahuan yang masuk dalam struktur kognitifnya sehingga memunculkan sebuah tindakan yang berguna bagi diri dan lingkungannya. Atas dasar inilah maka manusia hendaknya memerlukan pendidikan sebagai sarana dalam pengembangan potensi diri untuk mendapatkan hidup yang bermakna.

 

2.3. Hubungan Pendidikan Dengan Manusia

Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan berupa “pe” dan berakhiran “an”, yang mengandung arti “perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini awalnya berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa

Inggris dengan kata “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering kali diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan. Istilah lain ”Ta‟lim” yang berarti pengajaran dan “ta‟dib” yang berarti melatih. Kenapa manusia dikatakan sebagai makhluk pendidikan? Karena, Manusia memiliki berbagai potensi seperti potensi akal, hati, jasmani, dan juga rohani yang tidak dimiliki oleh

makhluk lain. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan berbagai macam potensi peserta didik yang dimiliki agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Serta mencetak manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan tanggungjawab pendidikan merupakan sesuatu hal yang harus dipenuhi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pendidikan dapat diartikan sebagai humanisasi atau upaya memanusiakan manusia yaitu suatu upaya membantu manusia untuk dapat berikhtiar dengan martabatnya sebagai manusia.

 

Pendidikan juga merupakan upaya agar manusia memperoleh hak-hak yang harus dimiliki menurut sejarah di negara-negara Eropa mula-mula muncul masalah mengenai HAM yang telah diinjak-injak oleh kepemerintahan yang monarki atau absolutisme sebab pada asalnya yang menjadikan masalah pokok mengenai pendidikan yakni Bagaimana cara individu itu memperoleh hak-hak yang asasi. Oleh karena itu, tugas kita sebagai warga negara bahkan sebagai negara sekalipun adalah menjamin berkembangnya hak-hak bagi setiap individu. Dengan diperolehnya kesempatan maka warga negara tersebut harus mempunyai kesamaan yang aktual dan oleh sebab itu dia dapat memberikan kemampuannya kepada negara menurut Condorcet inilah tujuan pokok pendidikan nasional dan dilihat dari segi ini pendidikan merupakan tugas pemerintahan yang adil. Oleh karena itu, manusia dijuluki sebagai makhluk yang berpendidikan. Menurut (Daulai, 2021), Pada dasarnya pengertian pendidikan dapat dilihat dari Segi individual dan Segi sosial-kultural.

 

2.3.1 Segi individual

Pendidikan dapat diartikan sebagai proses bimbingan dan pengarahan yang dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik terhadap pertumbuhan dan perkembangan kemampuan dasar atau pembawaan sampai pada titik maksimalnya. Pertumbuhan dan perkembangan kemampuan tersebut berlangsung secara bertahap

yang berbeda-beda intensitas dan ekstensitasnya bagi masing-masing individu anak didik. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut berjalan berdasarkan atas hukumhukum, yaitu (1) hukum perkembangan kesatuan organis, yang menganggap bahwa perkembangan manusia itu berlangsung secara menyeluruh baik fungsi-fungsi

psikologisnya maupun fungsi-fungsi fisiologisnya, yang satu sama lain saling  berkaitan. (2) Hukum perkembangan berdasarkan tempo atau yang disebut hukum Tempo ialah menyatakan bahwa setiap manusia berbeda-beda kecepatan perkembangan pertumbuhannya baik yang berkaitan dengan fungsi-fungsi psikologisnya maupun fisiologisnya. Kadang-kadang salah satu fungsi fisiologisnya (jasmaniah) berkembang lebih cepat dari fungsi psikologisnya, akan tetapi kadangkadang sebaliknya fungsi psikologisnya berkembang lebih cepat dari pada fungsi fisiologis dalam waktu tertentu. Atau dapat juga terjadi salah satu fungsi psikologisnya lebih lambat laun dari pada fungsi psikologis yang lainnya, misalnya, fungsi berfikir manusia lebih cepat berkembang dari fungsi perasaannya atau sebaliknya. (3) Hukum yang ketiga ialah Konvergensi yaitu yang menyatakan bahwa perkembangan anak didik/manusia berlangsung secara interaktif (saling pengaruhmempengaruhi) antara kemampuan dasar dengan kemampuan sekitar.

 

2.3.2 Segi sosio-cultura

Jika pendidikan dilihat dari segi kebudayaan maka dapat didefenisikan sebagai proses kebudayaan manusia melalui nilai-nilai kultural masyarakat dengan transfer (pengalihan) atau transformasi (pengubahan) nilai-nilai kebudayaan tersebut untuk diwariskan kepada generasi yang lebih muda oleh generasi yang lebih tua. Pengertian pendidikan menurut pandangan sosiokultural tersebut mengandug makna pelestarian nilai-nilai terhadap kultural masyarakat dari generasi ke generasi.

 

2.4. Batas-batas Pendidikan

Pendidikan sebagai upaya sadar untuk membantu seseorang dalam mengaktualisasikan dirinya sepenuh dan selengkapnya tetapi tidak terlepas dariketerbatasan. Keterbatasan tersebut terdapat pada peserta didik, pendidik, interaksi pendidikan, lingkungan dan sarana pendidikan.

 

2.4.1 Batas pendidikan pada peserta didik

Peserta didik sebagai manusia dapat memiliki perbedaan dalam kemampuan bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan dan dsb. Dari perbedaan tersebut tentunya ada peserta didik yang lebih unggul dari peserta didik yang lain. Pengetahuan pendidikan tenntang hal tersebut hendaknya menjadi acuan untuk mencari untuk mencari metode / langkah-langkah pendidikan yang cocok dalam pembelajaran pesrta didik, sehingga dapat berkembang dengan baik.

 

2.4.2 Batas pendidikan pada pendidikan

Sebagai manusia biasa, pendidikan memiliki keterbatasan-keterbatasan. Disini yang menjadi permasalahan adalah keterbatasan tersebut dapatditelolir.Keterbatasan yang tidak bisa ditelolir apabila menyebabkan tak terwujudnya interaksi. Contohnya apabila seorang pendidik tersebut tidak tahuapa yang akan diajarkan pada peserta didik, hal ini dapat menyebabkan tidak terjadinya interaksi. Selain itu pendidik yang tidak bermoral juga masuk dalam halini. Karena pendidikan pada intinya adalah usaha yang dilandasi moral.Keterbatasan yang relatif pada dasarnya masih bis ditelolir dengan catat si pendidik tersebut mau mengurangi keterbatasannya. Misalnya hal yang harusdikurangi adalah kekurangmampuan dalam menggunakan alat peraga. Keterbatasan dalam interaksi pendidik dapat terjadi karena bahasa yang dipakai untuk mendidik sehingga alat komunikasi katanya tidak bisa dimengerti.Tugas pendidik dalam hal ini adalah berusaha mengurangi sebanyak-banyaknya

 

2.5. Perbandingan teori empirisme, nativisme, dan konvergensi

2.5.1 Teori empirisme

teori empirisme berpandangan bahwa pribadi manusia terbentuk dari pengalaman berinteraksi dengan lingkungan. Manusia dipandang lahir dalam keadaan kosong, dan kekosongan tersebut akan diisi oleh pengalaman. Pengalaman sehari-harilah yang akan mengisi kekosongan itu, dan akumulasinya akan membentuk pribadi manusia (Toenlioe, 2014). Jika teori ini digunakan secara konsisten dalam penyelenggaraan pendidikan maka akan menghasilkan implikasi-implikasi sebagai berikut:

a) Pendekatan otoriter akan dijadikan dalam pendekatan utama dalam pengelolaan pendidikan;

b) Sejalan dengan pendekatan otoriter, sentralisasi menjadi kebijakan utama dalam penyelenggaraan pendidikan;

c) Sentralisasi akan memberikan dampak penyeragaman dalam penataan semua komponen pendidikan, mulai dari guru, siswa, kurikulum, strategi, sampai evaluasi.

 

2.5.2 Teori nativisme

Teori nativisme berpandangan bahwa pribadi manusia dibawa sejak lahir. Manusia dipandang telah terbentuk pribadinya saat masih berada dalam kandungan. Pribadi manusia bersifat genetik, di turunkan dari orangtua kepada anak (Toenlioe, 2014). Nativisme berpadangan bahwa semua kepribadian manusia merupakan sebuah takdir yang sudah ditentukan oleh tuhan sejak lahir, tentunya teori ini bertolak belakang dengan teori empirisme. Jika teori ini digunakan secara konsisten dalam sistem pendidikan, maka menimbulkan implikasi sebagai berikut:

a) Pendekatan laissez faire akan dijadikan pendekatan utama dalam pengelolaan pendidikan;

b) Sejalan dengan pendekatan laissez faire, sentralisasi atau otonomi mutlak akan menjadi kebijakan utama penyelenggaraan pendidikan.

c) Dengan otonomi mutlak, maka akan terjadi pemberian kebebasan seluasluasnya kepada sekolah dalam mengelola pendidikan;

d) Kebebasan dalam mengelola pendidikan mencakup semua komponen pendidikan, mulai dari guru, siswa kurikulum, strategi, sampai evaluasi.

 

2.5.3 Teori konvergensi

Teori konvergensi lahir sebagai respon terhadap teori empirisme dan teori nativisme yang bertolak belakang. Teori nativisme berpandangan bahwa pribadi manusia adalah hasil perpaduan antara unsur genetik dan pengalaman berinteraksi dengan lingkungan. Dalam dirinya, namun potensi tersebut hanya bisa berkembang maksimal bila lingkungan menyediakan pengalaman berlajar. Pribadi manusia terbentuk dari perpaduan antara dua faktor utama, yakni faktor internal dan faktor eksterna (Toenlioe,2014).

 

Jika teori ini digunakan secara konsisten dalam penyelenggaraan pendidikan, maka akan terdapat implikasi berikut:

a) Pendekatan demokratis akan dijadikan pendekatan utama dalam pengelolaan pendidikan;

b) Pendekatan demokratis akan membentuk kebijakan pendidikan yang mengikat secara nasional, namun dalam kebijakan mengikat tersebut terdapat ruang yang memadai bagi daerah untuk berinisiatif dan berkreativitas dalam menyelenggarakan pendidikan;

c) Akan terjadi perpaduan secara sinergis terhadap komponen manusia, yakni pendidik serta peserta didik;

d) Dalam konteks pendidikan sekolah, bakat serta minat guru dan siswa akan dijadikan acuan awal penataan pendidikan;

e) Penataan komponen lainnya, konkritnya kurikulum, strategi, dan evaluasi, akan mengacu pada bakat serta minat guru dan siswa.10

 

3.1. Kesimpulan

Hakikat manusia yaitu seperangkat gagasan atau suatu konsep yang mendasar tentang hubungan manusia serta makna eksistensi manusia di dunia ini. Terdapat 5 hakikat manusia jika ditinjau dari filsafat, yakni: (1) manusia adalah makhluk yang paling indah dan sempurna, (2) manusia sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya, (3) manusia sebagai khalifah di muka bumi, (4) manusia sebagai makhluk yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, dan (5) manusia pemilik hak-hak asasi manusia.

 

Manusia dikatakan sebagai makhluk pendidikan, karena memiliki berbagai potensi seperti potensi akal, hati, jasmani, dan juga rohani yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan berbagai macam potensi peserta didik yang dimiliki agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Oleh karena itu, pendidikan dapat diartikan sebagai humanisasi atau upaya memanusiakan manusia, yaitu suatu upaya membantu manusia untuk dapat berikhtiar dengan martabatnya sebagai manusia.

 

3.2. Saran

Manusia memiliki Hasrat untuk mengetahui. Pendidikan juga berfungsi untuk menyadarkan manusia agar manusia mampu mengenal, melihat dan memahami realitas kehidupan yang ada di sekelilingnya. Manusia perlu mendidik diri karena manusia sebagai mahkluk yang disebut Animal Educable, artinya pada hakikatnya manusia adalah mahluk yang dapat dididik.

 

DAFTAR PUSTAKA

Daulai, A. F. (2022). HAKIKAT MANUSIA DAN PENDIDIKAN. TAZKIYA, 10(2).

Junaedi, D. (2018). Menafsir Teks, Memahami Konteks: Menelisik Akar Perbedaan Penafsiran terhadap al-Qur’an. Deepublish.

Sahlan, A. K. (2018). Mendidik perspektif psikologi. Deepublish.

Sumantri, M. S., & MSM, P. (2015). Hakikat Manusia dan Pendidikan.

Toenlioe, A. J. (2014). Teori dan Filsafat pendidikan. PENERBIT GUNUNG SAMUDERA [GRUP PENERBIT PT BOOK MART INDONESIA].

Yunitasari, D. (2018). Mengupas Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Pendidikan Dan Implikasinya. Pelita Bangsa Pelestari Pancasila, 13(1), 77-93a