Manusia Sebagai Makhluk Pendidikan
MANUSIA
SEBAGAI MAKHLUK PENDIDIKAN
1.1. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang diciptakan
Tuhan secara sempurna yakni dibekali akal dan pikiran. Namun, dalam menjalani
kehidupan ini tak jarang manusia tertarik untuk memiliki dan berambisi
menguasai segala hal yang penting menurut dirinya sendiri. Ketertarikan manusia
dengan hal tersebut tidak lepas dari permasalahan yang sering dihadapkan pada
persoalan hidup. Dalam menghadapi permasalahan tersebut manusia justru cenderung
mencari solusi dari segala sesuatu yang relevan, termasuk permasalahan menghadapi
dirinya sendiri dalam berbagai konteks dan aspek kehidupan. Untuk itu manusia perlu
memahami secara mutlak dalam mengenal dirinya sendiri dengan upaya memahami apa
sesungguhnya manusia itu?.
Mengenai hal tersebut, ilmu pengetahuan
berusaha menemukan, menggambarkan, serta melukiskan jawaban tersebut. Disanalah
manusia dipandang harus bisa menguasaimberbagai ilmu pengetahuan untuk
diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Mengapa demikian? Karena, sejatinya
manusia memiliki akal yang diciptakan oleh Tuhan untuk bisa mengatur kehidupannya
serta bisa mengendalikan hawa nafsunya sendiri. Hal ini menjadikan perbedaan
yang mendasar dengan makhluk yang lain.
Pendidikan merupakan Proses mengubah sikap
serta perilaku dalam usaha mendewasakan manusia melalui berbagai pengajaran dan
pelatihan. Jadi, dikarena manusia diciptakan oleh Tuhan dengan dibekali akal
serta pikiran manusia juga membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan
kehidupannya demi keteraturan hidup serta memuaskan rasa keingintahuannya.
1.2. Rumusan Masalah
Makalah yang berjudul “Lingkungan Pendidikan”
mengangkat beberapa rumusan masalah, di antaranya:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan makhluk
pendidikan?
1.2.2 Bagaimana hubungan manusia dengan
pendidikan?
1.2.3 Bagaimana konsep hubungan manusia dengan
pendidikan?
1.2.4Bagaimana konsep manusia sebagai human
animal educandum, animal educable, dan serta manusia sebagai human educandus?
1.2.5 Bagaimana batas – batas dalam
pendidikan?
1.2.6 Bagaimana perbandingan teori empirisme,
nativisme dan konvergensi?
1.3. Tujuan
1.3.1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan
makhluk pendidikan.
1.3.2 Memahami tentang hubungan manusia dengan
pendidikan.
1.3.3 Memahami tentang konsep hubungan manusia
dengan pendidikan.
1.3.4Memahami konsep manusia sebagai human
animal educandum, animal educable, dan serta manusia sebagai human educandus.
1.3.5 Mengetahui batas – batas pendidikan.
1.3.6 Memahami perbandingan teori empirisme,
nativisme dan konvergensi.
1.4. Manfaat
1. Dengan penulisan makalah ini diharapkan
memberikan manfaat kepada penulis dalam
2. menambah wawasan mengenai manusia sebagai
mahkluk pendidikan. Selain itu, pembaca
3. juga diharapkan mampu mengetahui serta
memahami hakikat manusia, hubungan manusia
4. dengan pendidikan, batas-batas pendidikan,3
PEMBAHASAN
2.1. Hakikat Manusia
Mencari pengertian hakikat manusia merupakan
suatu tugas metafisika. Lebih mendalam lagi adalah tugas tentang antropologi
atau filsafat antropologi. filsafat antropologi ini berupaya mengungkapkan
konsep atau berbagai gagasan yang bersifat mendasar tentang manusia dan
berupaya menemukan karakteristik yang secara prinsipil atau bukan gradual yang
membedakan dari makhluk lainnya antara lain yang berkenaan dengan: (1) asal
usul adanya manusia, seperti Apakah adanya Manusia hanya kebetulan saja dari
evaluasi atau hasil ciptaan Tuhan?, (2) struktur metafisika manusia, seperti
apakah yang esensial dari manusia Apakah badannya atau jiwanya atau badan dan
jiwanya?, (3) berbagai karakteristik
dan makna eksistensi manusia di dunia, antara
lain berkenaan dengan individualitas dan sosialitas.
Berdasarkan uraian uraian tersebut dapat kita
simpulkan dari pengertian hakikat manusia yaitu seperangkat gagasan atau suatu
konsep yang mendasar tentang hubungan manusia serta makna eksistensi manusia di
dunia ini. pengertian hakikat manusia juga dapat dikaitkan dengan prinsip
adanya manusia dengan kata lain pengertian hakikat manusia adalah seperangkat
gagasan tentang sesuatu yang olehnya manusia memiliki karakteristik khas yang memiliki
sesuatu martabat khusus (Louis Leahly, 1985).
Menurut Prayitno (2009), harkat martabat
manusia (HMM) terdiri dari hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan pancadaya
(15 butir HMM). Kemudian muncul pertanyaan, apakah kelima belas HMM ini sudah
universal? Menurut penulis yakni Sarida Ambung, kelima belas butir HMM ini
memiliki nilai universal, karena setiap individu di dunia diakui mempunyai
kelima belas butir HMM ini. Ada 5 hakikat manusia jika ditinjau dari filsafat :
2.1.1 Manusia adalah makhluk yang
paling indah dan sempurna.
Sebagaimana yang kita tahu bahwa manusia telah
dibekali akal dan pikiran oleh Tuhan untuk memperluas pengetahuannya. Sehingga
dengan adanya pendidikan manusia lebih mengenal indahnya peradaban serta adat
istiadat dan bersikap sesuai dengan budaya dan adabnya. Pendidikan juga mampu
mengembangkan budaya dan peradaban manusia ke arah yang lebih baik. Kemudian
disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling sempurna diantara makhluk
yang lain yakni memiliki akal, perasaan, dan emosional. Dalam pendidikan juga
kita diajarkan untuk tidak membedakan bedakan orang lain seperti seorang guru
yang mengajar peserta didik. Pendidik tidak boleh membeda bedakan peserta
didiknya dari segi apapun contoh keturunan dan lain sebagainya karena semua
manusia dimata Tuhan sama.
2.1.2 Manusia sebagai makhluk yang paling
tinggi derajatnya.
Tuhan telah menciptakan manusia sebagai
makhluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk yang lain. Berarti
manusia harus mampu menjaga kehormatannya dan menjauhi hal-hal yang dapat
merendahkan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam dunia pendidikan juga hal tersebut
harus dijaga atau dipertahankan serta dikembangkan dalam rangka menjunjung
tinggi kehormatan serta nilai-nilai kemanusiaan contohnya guru tidak boleh
menghukumi peserta didik layaknya binatang.
2.1.3 Manusia sebagai khalifah di muka
bumi.
Setelah kita tahu bahwa manusia merupakan
makhluk yang paling sempurna penciptaanya dibandingkan makhluk yang lain, hal
ini membuat manusia dijadikan sebagai Khalifah di bumi. Hakikatnya setiap
manusia yang lahir, terlahir untuk menjadi seorang pemimpin. Di dalam
pendidikan jiwa kepemimpinan manusia dilatih sejak dimulai sejak kelas dasar.
Tujuannya untuk dapat membentuk karakter dan skill yang nantinya bisa
menumbuhkan bibit-bibit unggul untuk memimpin baik itu diri sendiri maupun
orang lain.
2.1.4 Manusia sebagai makhluk yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan.
Karena manusia diciptakan Tuhan untuk beriman
dan bertakwa. Dalam pendidikan juga punya dasar atau kaidah-kaidah yang
berhubungan dengan keimanan kepada Tuhan agar pendidikan bisa membuat manusia
hidup dengan tentram dan tidakhanya didunia ini saja tetapi juga di akhirat.
2.1.5 Manusia pemilik hak-hak asasi
manusia.
Hak asasi manusia diantaranya hak untuk hidup
dan kebebasan, kebebasan dari
perbudakan dan penyiksaan, kebebasan
berpendapat dan berekspresi, hak untuk
bekerja, pendidikan, dan masih banyak lagi. Di
dalam pendidikan juga terdapat dasardasar hakikat yang melekat pada dirinya.
hal ini berarti bahwa dalam pendidikan juga
tidak boleh merendahkan atau tidak boleh
mengacuhkan hak-hak asasi manusia.
2.2. Manusia sebagai animal educandum,
animal educable, dan animal educandus
Manusia memerlukan pendidikan karena manusia
memiliki ciri fisik sama dengan hewan dengan hakikat sebagai berikut.
2.2.1 Manusia sebagai “animal
educandum”
Manusia sebagai “animal educandum” bermakna
bahwa manusia adalah hewan yang perlu dididik. Manusia pada hakikatnya tidak
memiliki kemampuan. Hal ini dicontohkan saat manusia pertama kali lahir.
Manusia memerlukan orang lain untuk dapat hidup. Manusia merupakan makhluk yang
lemah dan tidak dapat berbuat apaapa saat pertama kali lahir. Hal ini berbeda
dengan hewan yang dapat berjalan, berenang dan mencari makan dengan sendirinya
sesaat setelah dilahirkan. Hal inilah yang mendasari pemikiran bahwa manusia
perlu untuk dididik dengan bantuan orang lain dan lingkungan yang mendukung.
2.2.2 Manusia sebagai animal educable
Manusia sebagai animal educable bermakna bahwa
manusia dapat dididik karena manusia memiliki kemampuan. Manusia pada
hakikatnya memiliki minat, bakat, motivasi, kemampuan dan kemauan yang berbeda
antara individu satu dan lainnya. Hal ini juga yang mendasari bahwa manusia
adalah makhluk yang unik karena pasti akan memiliki perbedaan dengan individu
lainnya meski kembar identik sekalipun. Kemampuan yang dimiliki oleh
masing-masing individu tersebutlah yang perlu untuk digali dan dikembangkan.
2.2.3 Manusia sebagai animal educandus
Manusia sebagai animal educandus bermakna
bahwa sesungguhnya manusia dapat mendidik dirinya sendiri. Manusia dapat
memperoleh sumber pembelajaran dari berbagai sumber dengan sendirinya. Manusia
dapat memperoleh sumber belajar dari pengalaman, lingkungan alam, materi dalam
ruang kelas, lingkungan sosial masyarakat dll. Manusia memiliki kemampuan dalam
memetik dan mencerna seluruh pengetahuan yang masuk dalam struktur kognitifnya
sehingga memunculkan sebuah tindakan yang berguna bagi diri dan lingkungannya.
Atas dasar inilah maka manusia hendaknya memerlukan pendidikan sebagai sarana
dalam pengembangan potensi diri untuk mendapatkan hidup yang bermakna.
2.3. Hubungan Pendidikan Dengan
Manusia
Istilah pendidikan berasal dari kata “didik”
dengan memberinya awalan berupa “pe” dan berakhiran “an”, yang mengandung arti
“perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini awalnya berasal
dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan
kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris dengan kata “education” yang berarti
pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering kali
diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan. Istilah lain ”Ta‟lim”
yang berarti pengajaran dan “ta‟dib” yang berarti melatih. Kenapa manusia
dikatakan sebagai makhluk pendidikan? Karena, Manusia memiliki berbagai potensi
seperti potensi akal, hati, jasmani, dan juga rohani yang tidak dimiliki oleh
makhluk lain. Pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan berbagai macam potensi peserta didik yang dimiliki agar menjadi
manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Serta mencetak manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan tanggungjawab
pendidikan merupakan sesuatu hal yang harus dipenuhi dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup masyarakat. Pendidikan dapat diartikan sebagai humanisasi atau
upaya memanusiakan manusia yaitu suatu upaya membantu manusia untuk dapat
berikhtiar dengan martabatnya sebagai manusia.
Pendidikan juga merupakan upaya agar manusia
memperoleh hak-hak yang harus dimiliki menurut sejarah di negara-negara Eropa
mula-mula muncul masalah mengenai HAM yang telah diinjak-injak oleh
kepemerintahan yang monarki atau absolutisme sebab pada asalnya yang menjadikan
masalah pokok mengenai pendidikan yakni Bagaimana cara individu itu memperoleh
hak-hak yang asasi. Oleh karena itu, tugas kita sebagai warga negara bahkan
sebagai negara sekalipun adalah menjamin berkembangnya hak-hak bagi setiap
individu. Dengan diperolehnya kesempatan maka warga negara tersebut harus mempunyai
kesamaan yang aktual dan oleh sebab itu dia dapat memberikan kemampuannya kepada
negara menurut Condorcet inilah tujuan pokok pendidikan nasional dan dilihat
dari segi ini pendidikan merupakan tugas pemerintahan yang adil. Oleh karena
itu, manusia dijuluki sebagai makhluk yang berpendidikan. Menurut (Daulai,
2021), Pada dasarnya pengertian pendidikan dapat dilihat dari Segi individual
dan Segi sosial-kultural.
2.3.1 Segi individual
Pendidikan dapat diartikan sebagai proses
bimbingan dan pengarahan yang dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik
terhadap pertumbuhan dan perkembangan kemampuan dasar atau pembawaan sampai
pada titik maksimalnya. Pertumbuhan dan perkembangan kemampuan tersebut
berlangsung secara bertahap
yang berbeda-beda intensitas dan
ekstensitasnya bagi masing-masing individu anak didik. Pertumbuhan dan
perkembangan tersebut berjalan berdasarkan atas hukumhukum, yaitu (1) hukum
perkembangan kesatuan organis, yang menganggap bahwa perkembangan manusia itu
berlangsung secara menyeluruh baik fungsi-fungsi
psikologisnya maupun fungsi-fungsi
fisiologisnya, yang satu sama lain saling
berkaitan. (2) Hukum perkembangan berdasarkan tempo atau yang disebut
hukum Tempo ialah menyatakan bahwa setiap manusia berbeda-beda kecepatan perkembangan
pertumbuhannya baik yang berkaitan dengan fungsi-fungsi psikologisnya maupun
fisiologisnya. Kadang-kadang salah satu fungsi fisiologisnya (jasmaniah)
berkembang lebih cepat dari fungsi psikologisnya, akan tetapi kadangkadang
sebaliknya fungsi psikologisnya berkembang lebih cepat dari pada fungsi fisiologis
dalam waktu tertentu. Atau dapat juga terjadi salah satu fungsi psikologisnya
lebih lambat laun dari pada fungsi psikologis yang lainnya, misalnya, fungsi
berfikir manusia lebih cepat berkembang dari fungsi perasaannya atau sebaliknya.
(3) Hukum yang ketiga ialah Konvergensi yaitu yang menyatakan bahwa perkembangan
anak didik/manusia berlangsung secara interaktif (saling pengaruhmempengaruhi)
antara kemampuan dasar dengan kemampuan sekitar.
2.3.2 Segi sosio-cultura
Jika pendidikan dilihat dari segi kebudayaan
maka dapat didefenisikan sebagai proses kebudayaan manusia melalui nilai-nilai
kultural masyarakat dengan transfer (pengalihan) atau transformasi (pengubahan)
nilai-nilai kebudayaan tersebut untuk diwariskan kepada generasi yang lebih
muda oleh generasi yang lebih tua. Pengertian pendidikan menurut pandangan
sosiokultural tersebut mengandug makna pelestarian nilai-nilai terhadap
kultural masyarakat dari generasi ke generasi.
2.4. Batas-batas Pendidikan
Pendidikan sebagai upaya sadar untuk membantu
seseorang dalam mengaktualisasikan dirinya sepenuh dan selengkapnya tetapi
tidak terlepas dariketerbatasan. Keterbatasan tersebut terdapat pada peserta
didik, pendidik, interaksi pendidikan, lingkungan dan sarana pendidikan.
2.4.1 Batas pendidikan pada peserta didik
Peserta didik sebagai manusia dapat memiliki
perbedaan dalam kemampuan bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan dan dsb.
Dari perbedaan tersebut tentunya ada peserta didik yang lebih unggul dari
peserta didik yang lain. Pengetahuan pendidikan tenntang hal tersebut hendaknya
menjadi acuan untuk mencari untuk mencari metode / langkah-langkah pendidikan
yang cocok dalam pembelajaran pesrta didik, sehingga dapat berkembang dengan
baik.
2.4.2 Batas pendidikan pada pendidikan
Sebagai manusia biasa, pendidikan memiliki
keterbatasan-keterbatasan. Disini yang menjadi permasalahan adalah keterbatasan
tersebut dapatditelolir.Keterbatasan yang tidak bisa ditelolir apabila
menyebabkan tak terwujudnya interaksi. Contohnya apabila seorang pendidik tersebut
tidak tahuapa yang akan diajarkan pada peserta didik, hal ini dapat menyebabkan
tidak terjadinya interaksi. Selain itu pendidik yang tidak bermoral juga masuk
dalam halini. Karena pendidikan pada intinya adalah usaha yang dilandasi
moral.Keterbatasan yang relatif pada dasarnya masih bis ditelolir dengan catat
si pendidik tersebut mau mengurangi keterbatasannya. Misalnya hal yang
harusdikurangi adalah kekurangmampuan dalam menggunakan alat peraga. Keterbatasan
dalam interaksi pendidik dapat terjadi karena bahasa yang dipakai untuk mendidik
sehingga alat komunikasi katanya tidak bisa dimengerti.Tugas pendidik dalam hal
ini adalah berusaha mengurangi sebanyak-banyaknya
2.5. Perbandingan teori empirisme,
nativisme, dan konvergensi
2.5.1 Teori empirisme
teori empirisme berpandangan bahwa pribadi
manusia terbentuk dari pengalaman berinteraksi dengan lingkungan. Manusia
dipandang lahir dalam keadaan kosong, dan kekosongan tersebut akan diisi oleh
pengalaman. Pengalaman sehari-harilah yang akan mengisi kekosongan itu, dan
akumulasinya akan membentuk pribadi manusia (Toenlioe, 2014). Jika teori ini
digunakan secara konsisten dalam penyelenggaraan pendidikan maka akan
menghasilkan implikasi-implikasi sebagai berikut:
a) Pendekatan otoriter akan dijadikan dalam pendekatan
utama dalam pengelolaan pendidikan;
b) Sejalan dengan pendekatan otoriter,
sentralisasi menjadi kebijakan utama dalam penyelenggaraan pendidikan;
c) Sentralisasi akan memberikan dampak
penyeragaman dalam penataan semua komponen pendidikan, mulai dari guru, siswa,
kurikulum, strategi, sampai evaluasi.
2.5.2 Teori nativisme
Teori nativisme berpandangan bahwa pribadi
manusia dibawa sejak lahir. Manusia dipandang telah terbentuk pribadinya saat
masih berada dalam kandungan. Pribadi manusia bersifat genetik, di turunkan
dari orangtua kepada anak (Toenlioe, 2014). Nativisme berpadangan bahwa semua
kepribadian manusia merupakan sebuah takdir yang sudah ditentukan oleh tuhan
sejak lahir, tentunya teori ini bertolak belakang dengan teori empirisme. Jika
teori ini digunakan secara konsisten dalam sistem pendidikan, maka menimbulkan
implikasi sebagai berikut:
a) Pendekatan laissez faire akan dijadikan
pendekatan utama dalam pengelolaan pendidikan;
b) Sejalan dengan pendekatan laissez faire,
sentralisasi atau otonomi mutlak akan menjadi kebijakan utama penyelenggaraan
pendidikan.
c) Dengan otonomi mutlak, maka akan terjadi
pemberian kebebasan seluasluasnya kepada sekolah dalam mengelola pendidikan;
d) Kebebasan dalam mengelola pendidikan
mencakup semua komponen pendidikan, mulai dari guru, siswa kurikulum, strategi,
sampai evaluasi.
2.5.3 Teori konvergensi
Teori konvergensi lahir sebagai respon
terhadap teori empirisme dan teori nativisme yang bertolak belakang. Teori
nativisme berpandangan bahwa pribadi manusia adalah hasil perpaduan antara
unsur genetik dan pengalaman berinteraksi dengan lingkungan. Dalam dirinya,
namun potensi tersebut hanya bisa berkembang maksimal bila lingkungan
menyediakan pengalaman berlajar. Pribadi manusia terbentuk dari perpaduan
antara dua faktor utama, yakni faktor internal dan faktor eksterna
(Toenlioe,2014).
Jika teori ini digunakan secara konsisten
dalam penyelenggaraan pendidikan, maka akan terdapat implikasi berikut:
a) Pendekatan demokratis akan dijadikan
pendekatan utama dalam pengelolaan pendidikan;
b) Pendekatan demokratis akan membentuk
kebijakan pendidikan yang mengikat secara nasional, namun dalam kebijakan
mengikat tersebut terdapat ruang yang memadai bagi daerah untuk berinisiatif
dan berkreativitas dalam menyelenggarakan pendidikan;
c) Akan terjadi perpaduan secara sinergis
terhadap komponen manusia, yakni pendidik serta peserta didik;
d) Dalam konteks pendidikan sekolah, bakat
serta minat guru dan siswa akan dijadikan acuan awal penataan pendidikan;
e) Penataan komponen lainnya, konkritnya
kurikulum, strategi, dan evaluasi, akan mengacu pada bakat serta minat guru dan
siswa.10
3.1. Kesimpulan
Hakikat manusia yaitu seperangkat gagasan atau
suatu konsep yang mendasar tentang hubungan manusia serta makna eksistensi
manusia di dunia ini. Terdapat 5 hakikat manusia jika ditinjau dari filsafat,
yakni: (1) manusia adalah makhluk yang paling indah dan sempurna, (2) manusia
sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya, (3) manusia sebagai khalifah di
muka bumi, (4) manusia sebagai makhluk yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan,
dan (5) manusia pemilik hak-hak asasi manusia.
Manusia dikatakan sebagai makhluk pendidikan,
karena memiliki berbagai potensi seperti potensi akal, hati, jasmani, dan juga
rohani yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan berbagai macam potensi peserta didik yang dimiliki agar menjadi
manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Oleh karena itu, pendidikan dapat diartikan
sebagai humanisasi atau upaya memanusiakan manusia, yaitu suatu upaya membantu
manusia untuk dapat berikhtiar dengan martabatnya sebagai manusia.
3.2. Saran
Manusia memiliki Hasrat untuk mengetahui.
Pendidikan juga berfungsi untuk menyadarkan manusia agar manusia mampu
mengenal, melihat dan memahami realitas kehidupan yang ada di sekelilingnya.
Manusia perlu mendidik diri karena manusia sebagai mahkluk yang disebut Animal
Educable, artinya pada hakikatnya manusia adalah mahluk yang dapat dididik.
DAFTAR PUSTAKA
Daulai, A. F. (2022). HAKIKAT MANUSIA DAN
PENDIDIKAN. TAZKIYA, 10(2).
Junaedi, D. (2018). Menafsir Teks, Memahami
Konteks: Menelisik Akar Perbedaan Penafsiran terhadap al-Qur’an. Deepublish.
Sahlan, A. K. (2018). Mendidik perspektif
psikologi. Deepublish.
Sumantri, M. S., & MSM, P. (2015). Hakikat
Manusia dan Pendidikan.
Toenlioe, A. J. (2014). Teori dan Filsafat
pendidikan. PENERBIT GUNUNG SAMUDERA [GRUP PENERBIT PT BOOK MART INDONESIA].
Yunitasari, D. (2018). Mengupas Hakikat
Manusia Sebagai Makhluk Pendidikan Dan Implikasinya. Pelita Bangsa Pelestari
Pancasila, 13(1), 77-93a