Landasan Filosofis Pendidikan
LANDASAN
FILOSOFIS PENDIDIKAN
A. Latar Belakang
Istilah filsafat (philosophy) berasal dari dua
suku kata dalam bahasa Yunani Kuno, yaitu philein (cinta) dan sophia
(kebijaksanaan). Jadi secara etimologis filsafat adalah cinta kepada kebijaksanaan
(Dagobert D. Runes, 1981). Adapun secara operasional filsafat mengandung dua
pengertian, yakni sebagai proses (berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat
(sistem teori atau pemikiran). Dua dari lima definisi filsafat yang dikemukakan
Titus dkk. (1959) menunjukkan pengeltian di atas: "philosophy is a method
of reflective thinking and reasoned inquiry; -philosophy is a group of theories
or systems of thought". Di pihak lain jika ditinjau secara leksikal
filsafat berarti sikap hidup atau pandangan hidup (KBBI, 1995).
Dapat didentifikasi enam hal berkenaan dengan
karakteristik filsafat, yaitu objek Yang dipelajari fılsafat (objek studi),
proses berfilsafat (proses studi), tujuan berfilsafat, hasil berfilsafat (hasil
studi), penyajian dan sifat kebenarannya. Objek studi filsafat adalah segala sesuatu,
meliputi segala sesuatu yang telah tergelar deryan sendirünya (ciptaan Tuhan) maupun
segala sesuatu sebagai hasil kreasi manusia Namun demikian dari segala sesuatu tersebut
hanya yang bersifat mendasarlah yang dipelajari atau dipertanyakan dan
dipikirkan oleh para filsuf. Pendek kata objek studi fılsafat bersifat
komprehensif mendasar. Proses studi atau proses berfilsafat dimulai dengan
ketakjuban, ketidakpuasan, hasmı bertanya, dan keraguan seseorang fılsuf
terhadap sesuatu yang dialaminya. Sehubungan dengan itu dalam berfilsafat para
filsuf tidak berpikir dengan bertolak kepada suatu asumsi yang telah ada, sebaliknya
mereka menguji asumsi yang telah ada.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat?
2. Apa yang dimaksud dengan filsafat
pendidikan?2
3. Apa itu filsafat pendidikan idealisme?
4. Apa yang dimaksud dengan pendidikan
realisme?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan
pembuatan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui filsafat.
2. Mengetahui Filsafat Pendidikan.
3. Mengetahui Filsafat Pendidikan Idealisme.
4. Mengetahui Filsafat Pendidikan Realisme.
D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan tujuan di atas berikut manfaat
yang diharapkan dapat pembaca terima:
1. Dapat menambah pengetahuan mengenai
filsafat pendidikan, filsafat pendidikan idealisme, dan filsafat pendidikan
realisme.
2. Dapat dijadikan sebagai sumber referensi
bagi mahasiswa khususnya pada bidang pendidikan terkait ilmu Landasan
Pendidikan.
A. Filsafat
1. Definisi Filsafat
Istilah filsafat (philosophy) berasal dari dua
suku kata dalam bahasa Yunani Kuno, yaitu philein (cinta) dan sophia
(kebijaksanaan). Jadi secara etimologis filsafat adalah cinta kepada
kebijaksanaan (Dagobert D. Runes, 1981). Adapun secara operasional filsafat
mengandung dua pengertian, yakni sebagai proses (berfilsafat) dan sebagai hasil
berfilsafat (sistem teori atau pemikiran). Dua dari lima definisi filsafat yang
dikemukakan Titus dkk. (1959) menunjukkan pengertian di atas: "philosophy
is a method of reflective thinking and reasoned inquiry; -philosophy is a group
of theories or systems of thought". Di pihak lain jika ditinjau secara
leksikal filsafat berarti sikap hidup atau pandangan hidup (KBBI, 1995).
2. Karakteristik Filsafat
Dapat didentifikasi enam hal berkenaan dengan
karakteristik filsafat, yaitu objek Yang dipelajari fılsafat (objek studi),
proses berfilsafat (proses studi), tujuan berfilsafat, hasil berfilsafat (hasil
studi), penyajian dan sifat kebenarannya. Objek studi filsafat adalah segala
sesuatu, meliputi segala sesuatu yang telah tergelar dengan sendirünya (ciptaan
Tuhan) maupun segala sesuatu sebagai hasil kreasi manusia. Namun demikian,
dari segala sesuatu tersebut hanya yang
bersifat mendasarlah yang dipelajari atau dipertanyakan dan dipikirkan oleh
para filsuf. Pendek kata objek studi fılsafat bersifat komprehensif mendasar.
Proses studi atau proses berfilsafat dimulai dengan ketakjuban, ketidakpuasan,
hasmı bertanya, dan keraguan seseorang fılsuf terhadap sesuatu yang dialaminya.
Sehubungan dengan itu dalam berfilsafat para filsuf tidak berpikir dengan bertolak
kepada suatu asumsi yang telah ada, sebaliknya mereka menguji asumsi yang telah
ada. Selain itu, berpikir filosofis atau berfılsafat bersifat kontemplatif,
artinya berpikir untuk mengungkap hakikat dari sesuatu yang dipikirkan, atau
berpikir spekulatif yakni berpikir melampaui fakta yang ada untuk mengungkapkan
apa yang ada di balik yang nampak, atau disebut pula berpikir radikal, yaitu
berpikir sampai kepada akar dari sesuatu yang dipertanyakan hingga terungkap
hakikat dari apa yang dipertanyakan tersebut.
Adapun dalam rangka mengungkap hakikat scsuatu
yang dipertanyakannya itu para filsuf berpikir secara sinoplik, yaitu berpikir
dengan pola yang bersifat merangkum keseluruhan tentang apa yang sedang
dipikirkan atau dipertanyakan, pola berpikir ini merupakan kebalikan dari pola
berpikir analitik. Perlu dipahami pula bahwa dalam berpikirnya itu para fılsuf
melibatkan seluruh pengalaman insan nya sehingga hersifat subjektif. Tujuan
para filsuf berpikir sedemikian rupa mengenai apa yang dipertanyakannya yaitu
untuk memperoleh kebenaran.
Hasil berfilsafat antara lain adalah sistem
teori, sistem pikiran atau konsep yang bersifat normative atau preskriptif dan
individualitistik-unik. Hasil berfilsafat bersifat normatif atau preskriptif
artinya bahwa sistem gagasan filsafat menunjukkan tentang apa yang
dicita-citakan atau apa yang seharusnya. Sedangkan individualistik artinya
bahwa sistem gagasan filsafat yang dikemukakan filsuf tertentu akan berbeda
dengan sistem gagasan fılsafat yang dikemukakan filsuf lainnya. Ini mungkin
terjadi antara lain karena sifat subjektif dari proses berpikirnya yang
melibatkan pengalaman insani masing-masing filsuf. Sebab itu maka kebenaran
fılsafat bersifat subjektif-paralelistik, maksudnya bahwa sistem gagasan
fılsafat adalah benar bagi filsuf yang bersangkutan atau bagi para penganutnya
antara sistem gagasan fılsafat yang satu dengan sistem gagasan filsafat yang lainnya
tidak dapat saling menjatuhkan mengenai kebenarannya, dengan kata lain bahwa masing-masing
aliran filsafat memiliki kebenaran yang berlaku dalam realnya masingmasing.
Adapun hasil berfilsafat tersebut disajikan
para filsuf secara tematik sistematis dalam bentuk naratif (uraian, lisan, dan
tertulis) atau profetik (dialog/tanya jawab lisan/tertulis)
3. Sistematika/Cabang-cabang Filsafat
Berdasarkan objek yang dipelajarinya filsafat
dapat diklasifikasi ke dalam:
a. Filsafat Umum atau Filsafat Murni
b. Filsafat Khusus atau Filsafat Terapan
(Redja Mudyahardjo, 1995).5
Cabang Filsafat Umum terdiri atas:
c. Metafisika yang meliputi:
1) Metafisika Umum atau Ontologi
2) Metafisika Khusus yang meliputi cabang: (1)
kosmologi, (2) teologi, dan (3) Antropologi.
d. Epistemologi
e. Logika
f. Aksiologi yang meliputi cabang Etika dan
Estetika.
Adapun cabang Filsafat Khusus antara lain:
a. Filsafat Hukum
b. Filsafat Ilmu
c. Filsafat Pendidikan, dsb
4. Aliran Filsafat
Sebagaimana dapat dipahami dari uraian dimuka,
bahwa karakteristik berpikir para filsuf yang bersifat kontemplatif dan
subjektif telah menghasilkan sistem gagasan yang bersifat individualistik-unik.
Namun demikian, dalam peta perkembangan sistem pikiran filsafat para ahli
filsafat menemukan kesamaan dan konsistensi pikiran dalam bentuk beberapa
aliran pikiran dari para filsuf tertentu. Dengan demikian, maka dikenal adanya berbagai
aliran filsafat seperti Idealisme, Realisme, Pragmatisme, dsb
B. Landasan Filosofis Pendidikan
Landasan filosofis pendidikan adalah
seperangkat asumsi yang bersumber dari filsafat yang dijadikan titik tolak
dalam pendidikan.
1. Struktur Landasan Filosofis Pendidikan6
Landasan filosofis pendidikan sesungguhnya
merupakan suatu sistem gagasan tentang pendidikan yang dideduksi atau
dijabarkan dari suatu sistem gagasan filsafat umum (Metafisika, Epistemologi,
Aksiologi) yang dianjurkan oleh suatu aliran filsafat tertentu. Hal ini dapat
dipahami sebagaimana disajikan oleh Callahan and Clark (1983) dalam karyanya
“Foundations of Education”, dan sebagaimana disajikan Edward J. Power (1982)
dalam karyanya “Philosophy of Education, Studies in Philosophies, Schooling and
Educational Policies”. Berdasarkan kedua sumber di atas dapat dipahami bahwa
terdapat hubungan implikasi antara gagasan-gagasan dalam cabang-cabang filsafat
umum terhadap gagasan-gagasan Pendidikan. Hal ini antara lain dapat
divisualisasikan seperti berikut ini.
Konsep Filsafat Umum Konsep Pendidikan
1. Hakikat realistis
2. Hakikat manusia
3. Hakikat pengetahuan
4. Hakikat nilai
1. Tujuan pendidikan
2. Kurikulum pendidikan
3. Metode pendidikan
4. Peranan pendidik dan peserta didik
2. Karakteristik Landasan Filosofis Pendidikan
Landasan filosofis pendidikan berisi tentang
gagasan gagasan atau konsep-konsep yang bersifat normatif atau preskriptif.
Landasan filosofis pendidikan dikatakan bersifat nomatif atau preskriptif,
sebab landasan filosofis pcndidikan tidak berisi konsep-konsep pendidikan apa
adanya (faktual), melainkan berisi tentang konsep-konsep pendidikan yang
seharusnya atau yang dicita-citakan (ideal), yang disarankan oleh filsuf
tertentu untuk dijadikan titik tolak dalam rangka praktek pendidikan atau studi
pendidikan.
3. Aliran Dalam Landasan Filosofis Pendidikan
Sebagaimana halnya didalam filsafat umum,
bahwa didalam landasan filsafat pendidikan juga terdapat berbagai aliran
pikiran. Hal ini dapat dipahami sebagai implikasi dari aliran-aliran yang
terdapat di dalam filsafat umum atau filsafat pendidikan. Sehubungan dengan ini
dikenal adanya landasan filosofis pendidikan idealisme, realisme, pragmatisme,
dsb.
C. Filsafat Pendidikan Idealisme
1. Konsep Filsafat Umum Idealisme
Metafisika: Para filosof Idealisme mengklaim
bahwa realitas hakikatnya bersifat spiritual. Manusia: Manusia adalah makhluk
spiritual. Manusia adalah makhluk berpikir, mcmiliki tujuan hidup dan hidup
dalarn dunia dengan suatu aturan moral yang jelas. Pikiran manusia diberkahi
kemampuan rasional dan karena itu mampu menentukan pilihan (bebas).
Epistemologi: Pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali atau berpikir
dan melalui intuisi. Kebenaran mungkin diperoleh manusia yang mempunyai pikiran
yang baik, kebanyakan yang hanya sampai pada tingkat pendapat. Uji kebenaran
pengetahuan dengan uji koherensi/konsistensi. Aksiologi: Manusia diperintah
oleh nilai moral imperatif yang bersumber dari realitas yang absolut. Nilai bersifat
absolut dan tidak berubahIdealisme merupakan sebuah pemikiran filosofis yang telah
memberikan pengaruh besar terhadap dunia pendidikan selama beberapa abad dan sebagai
sebuah filsafat, idealisme kurang memberikan pengaruh secara langsung terhadap pendidikan
pada abad ke-20 dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya (Rusdi, 2013).
Tetapi bagaimanapun di dalam gagasan filsafat
idealisme masih merambas pada pemikiran pendidikan barat. Gagasan-gagasan
idealisme telah dikenalkan oleh Plato sebelum berkembang di abad ke 19 M.
Secara historis, idealisme telah diformulasi dengan jelas dan diintrodusir oleh
Plato pada abad ke-4 sebelum Masehi (S.M), dengan gagasan-gagasan dan pemikiran
filosofis tersebut, akhirnya Plato dijuluki dengan Bapak Idealisme (Rusdi,
2013).
Dalam dunia pemikiran modern, idealisme
ditumbuh kernbangkan oleh tokoh-tokoh seperti Rene Descartes (1596-1650),
George Berkeley (1685-1753)), Immanuel Kant (1724- 1804) dan George Hegel
(1770-1831) dan tokoh idealisme yang menerapkan gagasan-gagasan idealisme pada
pendidikan modern di antaranya adalah J. Donald Butler dan Herman H. Horne
(Rusdi, 2013). Menurut Rusdi (2013) sepanjang sejarahnya, idealisme terkait
dengan agama, karena keduanya sama-sama berfokus pada aspek spritual dan moral.
2. Makna Idealisme
Herman Horne (dalam Rusdi, 2013) mengatakan
idealisme merupakan pandangan yang menyimpulkan bahwa alam merupakan ekspresi
dari pikiran, juga mengatakan bahwa subtansi dari dunia ini adalah dari alam
pikiran serta berpandangan bahwa hal-hal yang bersifat materi dapat dijelaskan melalui
jiwa. Senada dengan itu, Ahmad Tafsir (dalam Rusdi 2013) mengemukakan bahwa
dalam kajian filsafat, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat
dunia fisik hanya dapat dipahami dalam ketergantungannya pada jiwa (mind) dan
spirit (ruh). lstilah ini diambil dari "idea", yaitu sesuatu yang
hadir dalamjiwa. Lebih lanjut George R. Knight (dalam Rusdi 2013) menguraikan
bahwa idealisme pada mulanya adalah suatu penekanan pada realitas ide gagasan,
pemikiran, akal pikir dari pada suatu penekanan pada objek-objek dan dayadaya
materi.
Filosofis idealisme merupakan hakikat dunia
fisik hanya bisa dipahami dengan ketergantungan pada jiwa dan sprit
(Alwi&Hasyid, 2015). Menurut Alwi dan Hasyid (2015), kaum idealis percaya
bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual yang memiliki pembawaan
spiritual yang sesuai dengan potensinya. Anak dipandang sebagai tujuan dan
bukan alat oleh pendidikan yang idealisme. Pendidikan harus menekankan kesesuian
batin antara anak dan alam semesta (Hardi&Zuchdi, 2020).
Idealisme menegaskan bahwa hakikat kenyataan
adalah ide sebagai gagasan kejiwaan, apa yang dianggap kebenaran realitas
hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran bersifat spiritual
atau mental (Rasid, 2018). Ide sebagai sebuah gagasan kejiwaan yaitu suatu
kebenaran atau nilai sejati yang absolut dan abadi. Seorang guru yang menganut
paham idealisme harus membimbing bukan sebagai prinsip eksternal melainkan
kemungkinan-kemungkinan yang perlu dikembangkan siswa (Sadulloh, dalam
Hardi&Zuchdi, 2020 ).
Kita dapat mendalami makna pendidikan
berdasarkan kajiannya, yaitu sebagai berikut:
a. Menurut pandangan idealisme metafisik,
realitas adalah ketidak berubahan spiritual atau mental, sedangkan menurut
metafisik, realitas adalah objektif dan yang disusun dari bahan dan bentukan
yang bercampur berdasarkan hukum alam (Alwi&Hasyid, 2015). Menurut
pragmatis metafisik, realitas adalah pengalaman yang selalu berubah atau
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Sedangkan menurut
eksistensilis, realitas adalah subjektif dengan fokok-fokok terdahulu yang
sudah ada (Alwi&Hasyid, 2015).
b. Menurut idealis aksiologi, mengetahui
adalah memikirkan kembali tentang ide-ide yang terpendam. Berdasarkan
epistimologi, mengetahui yaitu terdiri dari abstraksi dan sensasi. Hasil
“mengetahi” juga berasal dari pencarian pengalaman yang didapat dari penggunaan
metode ilmiah, sedangkan menurut eksesual epistimologi, mengetahui berarti
membuat pilihan personal (Alwi&Hasyid, 2015).
c. Dipandang dari aksiologi idealism, nilai
menurut (Alwi&Hasyid, 2015) adalah sesuatu yang absolut dan kekal, dan
realis menambahkan bahwa keabsolutan itu berdasarkan pada hukum alam, sedangkan
menurut pragmatis aksiologi, nilai bersifat situasional atau relative, dan
berdasarkan eksistensialism, nilai
haruslah menjadi pilihan yang bebas.
d. Idealisme penerapan pendidikan, subjek
bahan kurikulum menekankan ide yang besar dari budaya dan pandangan realism
dalam subjek bahan kurikulum sangat menekankan humanistik dan disiplin ilmiah
(Alwi&Hasyid, 2015).
Sedangkan menurut pragmatis, penerapan
pengajaran yaitu pengajaran mengatur pemecahan masalah sesuai dengan metode
ilmiah. Pandangan eksensialisme menganggap dialog kelas merangsang kesadaran
tiap individu untuk menciptakan konsep pilihannya masing-masing
(Alwi&Hasyid, 2015).
Kontruksi analitis filsafat pendidikan
idealisme berdasarkan karakteristik menurut Hardi&Zuchdi (2020) adalah
sebagai berikut.
a. Hakikat spiritual manusia dan alam semesta.
b. Kurikulum yang diterapkan di sekolah
berorientasi keagamaan.
c. Bertujuan untuk memberikan kontribusi pada
pengembangan pikiran dan kepribadian.
d. Guru harus melatih keterampilan kreatif dan
memberikan kesempatan bagi pikiran peserta didik untuk menganalisis, menemukan,
mensintesis dan menciptakan.
3. Implikasi Filsafat Idealisme Dalam
Pendidikan
Dalam implikasi filsafat idealisme dalam
pendidikan yaitu ditinjau dari modus hubungan antara filsafat dengan
pendidikan. Imam Barnadib (dalam Rusdi 2013) mengemukakan bahwa pada
hakikatnya, hubungan antara filsafat dan pendidikan merupakan hubungan
keharmonisan, bukan hanya hubungan insidental semata. Lebih lanjut Imam
Barnadib (dalam Rusdi, 2013) mengemukakan bahwa untuk memahami filsafat
pendidikan, perlu dilihat pendekatan mengenai apa dan bagaimana filsafat pendidikan.
Menurutnya, pendekatan itu dapat dilihat melalui beberapa sudut pandang. Hubungan
linier antara filsafat dan pendidikan yang tersusun merupakan salah satu pandangan
filsafat pendidikan. Sebagai contoh, sejumlah aliran filsafat dapat dihubungkan
sedemikian rupa menjadi filsafat pendidikan, realisme dan pendidikan menjadi
filsafat pendidikan realisme, pragmatisme dan pendidikan menjadi filsafat pendidikan
pragmatism dan idealisme dan pendidikan menjadi filsafat pendidikan idealisme
(Rusdi, 2013).
Filsafat pendidikan idealisme dapat ditijau
dari tiga cabang filsafat, yaitu ontologi yang berperan cabang yang mengubah
atas teori umum mengenai semua hal, epistemologi adalah yang membahas mengenai
pengetahuan, dan aksiologi yang membahas tentang nilai.
Ontologi dari filsafat pendidikan idealisme
menyatakan bahwa kenyataan dan kebenaran itu pada hakikatnya adalah ide-ide
atau hal-hal yang berkualitas spiritual Rusdi, 2013). Oleh karena, hal yang
harus pertama ditinjau dari peserta didik yaitu mempunyai kehidupan yang
bersifat ontologis dan idealistis, serta pemahaman sebagai makhluk spiritual.
Dengan demikian, pendidikan mempunyai tujuan yaitu untum membimbing peserta
didik mejadi makhluk yang mempunyai kepribadian bermoral serta memiliki
cita-cita yang serba baik juga bertaraf tinggi.
Aspek epistemologi dari idealisme adalah
pengetahuan hendaknya bersifat ideal dan spritual yang dapat menuntun kehidupan
manusia pada kehidupan yang lebih mulia (Rusdi, 2013). Pada pengetahuan
tersebut tidak hanya terikat pada fisik tetapi mengutamkan hal yang bersifat
spiritual. Sedangkan dalam aspek aksiologi pada idealisme menempatkan nilai
pada dataran yang bersifat tetap dan idealistic, artinya pendidik hendaknya
tidak menjadikan peserta didik terombang ambing oleh sesuatu yang bersifat
relatif atau temporer (Rusdi, 2013)
Dapat dipahami bahwa pandangan umm mengenai
filsafat idealisme yaitu terkait dari hal-hal yang bersifat ideal juga
spiritual dan hal ini sangat menentukan tentang cara pandang memasuki dunia
pendidikan. Berdasarkan hal tersebut, menurut Rusdi (2013) bahwa hal-hal yang
bersifat ideal dapat menentukan pandangan dan pemikiran terhadap berbagai hal
dalam pendidikan yaitu dari segi tujuan, materi, pendidik, peserta didik dan hakikat
pendidikan secara keseluruhan.
D. Filsafat Pendidikan Realisme
1. Konsep Filsafat Umum Realisme
Filsafat Realisme adalah suatu objek yang
tampak pada Indra maksudnya adalah tampak secara real. Realisme adalah
pemikiran aliran klasik yang disandarkan oleh tokoh yang bernama Aries Toteles
yang cara memandang dunia dengan material. Pada prinsip realisme itu sendiri
cara memandangnya dengan nyata dan lebih real dalam dunia fisik dan rohani.
Realisme sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan karena Realisme memiliki
tujuan dalam dunia pendidikan karena Realisme memiliki tujuan dalam dunia pendidikan
yaitu mengembangkan pola berpikir secara intelektual dan lebih real dalam mencari
sebuah kebenaran yang ada dalam dunia fisik dan rohani.
a. Metafisika
Berasal dari bahasa Yunani “meta” yang berarti
selain, sesudah atau sebaliknya. Dan “fisika” berarti alam nyata. Jadi
metafisika adalah ilmu yang menyelidiki hakikat dibalik alam nyata ini (teori
tentang keberadaan zat, tentang hakikat serta pikiran, dan kaitan antara zat
dengan pikiran). Metafisika dapat12 dikatakan sebuah usaha sistematis, dalam mencari
hal yang ada dibelakang halhal yang fisik dan bersifat partikular atau
kebendaan. Sehingga metafisika merupakan ilmu mengenai yang ada yang bersifat
universal.
b. Manusia
Hakikat manusia sebagai makhluk yang
diciptakan dengan kesempurnaan dalam cara berfikir serta caranya untuk
mengendalikan diri. Manusia juga diberi nafsu dan hasrat. Hasrat untuk mencapai
tujuan dengan memenuhi syarat untuk menjadi manusia yang berkarakter. Serta
manusia bisa bebas dan tertekang.
c. Epistemologi
Secara etimologi,istilah epistemologi berasal
dari kata Yunani “episteme” yang berarti pengetahuan, dan “logos” berarti
teori. Epistemologi dapat didefenisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari asal mula atau sumber,struktur, metode, dan sahnya (validitas)
pengetahuan.
Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah
cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai
proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip
kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. Sedangkan D.W Hamlyn,
mendefenisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandaiannya serta
secara umum hal itu dapat diandaikannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki
pengetahuan.
Pengertian epistemologi yang lebih jelas
diungkapkan oleh Dagobert D. Runes, menyatakan bahwa epistemologi adalah cabang
filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas
pengetahuan.
d. Aksiologi
Istilah aksiologi dalam bahasa Inggris adalah
axiology. Berasal dari kata Yunani axios (layak, pantas), dan logos (ilmu,
studi mengenai). Dalam filsafat pembicaraan aksiologi dilakukan untuk
mengetahui batas arti, tipe, kriteria dan status epistemologis dari
nilai-nilai.
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang
membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri dan bagaimana manusia
menggunakan ilmu tersebut. Hakikat yang ingin dicapai aksiologi adalah hakikat
manfaat yang terdapat dalam suatu pengetahuan. Aksiologi meliputi nilai-nilai
yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan
sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan.
2. Implikasi Terhadap Pendidikan
Menurut (Tim Penyususn Mata Kuliah Landasan
Pendidikan UPI, 2021, hlm. 75) berikut tujuan, isi, dan metode Pendidikan: Tujuan
Pendidikan: Pendidikan memiliki tujuan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan
dan mampu melaksanakan tanggung jawab sosial. Kurikulum/Isi Pendidikan:
Kurikulum harus komprehensif, memuat sains, matematika, ilmu-ilmu kemanusiaan
dan sosial, serta nilai-nilai. Didalam kurikulum terdapat unsur pendidikan
liberal dan pendidikan praktis. Kurikulum disusun menurut mata pelajaran
(subject matter) dan berpusat pada materi pelajaran (subject centered). Metode:
Metodenya diharuskan logis dan psikologis. Pembiasaan adalah metode utama bagi
penganut realisme.14
A. Kesimpulan
Pendidikan mempunyai tujuan yaitu untuk
membimbing peserta didik menjadi makhluk yang mempunyai kepribadian bermoral
serta memiliki cita-cita yang serba baik juga bertaraf tinggi. Hubungan linier
antara filsafat dan pendidikan yang tersusun merupakan salah satu pandangan
filsafat pendidikan. Idealisme merupakan sebuah pemikiran filosofis yang telah memberikan
pengaruh besar terhadap dunia pendidikan selama beberapa abad dan sebagai sebuah
filsafat, ideaIisme kurang memberikan pengaruh secara langsung terhadap
pendidikan pada abad ke-20 dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.
Realisme sangat berpengaruh dalam dunia
pendidikan karena Realisme memiliki tujuan dalam dunia pendidikan karena
Realisme memiliki tujuan dalam dunia pendidikan yaitu mengembangkan pola
berpikir secara intelektual dan lebih real dalam mencari sebuah kebenaran yang
ada dalam dunia fisik dan rohani. Pendidikan memiliki tujuan untuk menyesuaikan
diri dengan kehidupan dan mampu melaksanakan tanggung jawab sosial. Dalam aspek
aksiologi pada idealisme menempatkan nilai pada dataran yang bersifat tetap dan
idealistic, artinya pendidik hendaknya tidak menjadikan peserta didik terombang
ambing oleh sesuatu yang bersifat relatif atau temporer.
B. Saran
Filsafat pendidikan, idealisme, serta realisme
memiliki peranan penting dalam pendidikan. Konsep-konsep filosofis tersebut
memberikan pengaruh besar terhadap dunia pendidikan dalam mengembangkan pola
berpikir serta prilaku yang baik agar tujuan dari suatu pendidikan dapat
tercepai. Maka dari itu, pengimplementasian atau penerapan konsep filosofis
pendidikan harus bisa dijaga, dikembangkan serta diterapkan dengan baik agar peserta
didik mampu menggunakan akal dan pikirannya dengan baik.15
Daftar Pustaka
Alwi, A., C., Hasyim, A. (2015). LANDASAN
FILOSOFIS PENDIDIKAN. Diakses dari https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net
Hardi, R. S., & Zuchdi, D. (2020).
Landasan Filosofis Buku Dunia Kata Karya M. Fauzil Adhim. Jurnal Ilmiah Telaah,
5(1), 14-25.
Horne, Herman., An Idealistic Philosophy of
Education dalam, Nelson B. Henry, Philosophies of Education, Illmois:
University of Chicago: 1942
Imam Barnabid. (2002). Filsafat Pendidikan.
Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Knight, George R.., Issues and Alternatives m
Education Philosophy, Terj. Mahmud Arif,
Filsafat Pendidikan, Isu-isu Kontemporer dan
Solusi Alternatif, Yogyakarta: Idea Press:2004
Rasid, A. (2018). Implikasi Landasan-Landasan
Pendidikan. AL-FIKRAH: Jurnal Studi Ilmu Pendidikan dan Keislaman, 1(1), 1-15.
Rusdi, R. (2013). Filsafat Idealisme:
Implikasinya dalam Pendidikan. Dinamika Ilmu: Jurnal Pendidikan. 13 (2).
Sadulloh,Uyoh. (2017). Pengantar Filsafat
Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Tafsir, Ahmad, (2004). Filsafat Umum, Akal dan
Hati sejak Thales sampai Capra. Bandung: Remaja Rosdakary.
Tim Penyusun Mata Kuliah Landasan Pendidikan.
(2021). Landasan Pendidikan. Bandung: UPI Press