Pengembangan Materi IPS di SD Kelas Awal (Rendah)
PENGEMBANGAN MATERI IPS DI SD
KELAS AWAL
Istilah pengembangan
seringkali berkaitan dengan penambahan, peningkatan, atau bahkan perluasan.
Definisi ini memang tidak salah. Meskipun demikian, perlu saya definisikan
terlebih dahulu bahwa pengembangan materi bukan berarti penambahan materi, tetapi
upaya menambah, meningkatkan, dan memperluas efektivitas dan efisiensi terkait dengan
penguasaan materi. Berlandas pada teori-teori pembelajaran spiral bahwa perlu
ada penyusunan materi secara sistematis dari mudah ke sukar, sederhana ke
kompleks, sempit ke luas, serta berlandas pada teori-teori konstruktivistik
bahwa belajar adalah proses aktif membangun pengetahuan dan pengalaman oleh
siswa (Supardan, 2015). Berbeda dengan mata pelajaran lain, materi-materi IPS
seringkali didapati berubah dalam waktu sangat singkat. Hal ini karena materi
IPS berasal dari fenomena-fenomena sosial yang juga secara hakikatnya mudah
berubah. Misalnya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir saja berapa negara yang
berubah status dari negara berkembang menjadi negara maju, berpindah ibukota,
pemekaran daerah provinsi/kabupaten, bahkan hal-hal yang terdekat dengan kehidupan
siswa semisal munculnya profesi-profesi baru karena perkembangan teknologi.
Oleh karena itu, penting bagi
seorang guru memahami konsep-konsep terkait pengembangan materi, khususnya
untuk pembelajaran di sekolah dasar kelas awal. Hal ini untuk memastikan materi
yang diajarkan pada siswa memang aktual dan melibatkan siswa secara aktif untuk
membangun pengetahuan dan pengalaman secara mandiri. Namun, sekaligus
memperhatikan sistematika materi dan ruang lingkupnya jelas, runtut, dan
relevan.
Pengembangan materi secara
spiral memiliki konteks bahwa dalam satu rentang waktu pembelajaran ada
materi-materi yang harus disampaikan di awal dan ada yang harus disampaikan
setelah materi-materi dasar dikuasai terlebih dahulu oleh siswa. Misalnya, akan
lebih mudah memahami materi tentang aktivitas ekonomi setelah menguasai materi
tentang pekerjaan. Mengapa demikian? Karena fenomena aktivitas ekonomi lebih
dekat dengan pengalaman siswa sehari-hari, meskipun itu sekedar belanja atau
jajan di kantin.
Selanjutnya, siswa dapat
mengaitkan materi tentang pekerjaan dengan aktivitas ekonomi sebagai “balok
bangunan pengetahuan” yang lebih relevan. Pengembangan materi erat kaitannya
dengan sistematika kurikulum dan perluasan materi. Sekira tahun 1950-1960, Paul
R. Hanna mengembangkan konsep pengembangan kurikulum melalui perluasan
komunitas atau Expanding Community Approach (Hanna, 1965). Di kemudian hari,
konsep ini dikembangkan lagi semakin rinci menjadi Expanding Environmental
Approach dan Expanding Thematical Approach (Baskerville & Sesow, 1976). Expanding
Community Approach adalah pendekatan penyusunan materi dengan ruang lingkup
kemasyarakatan yang melebar dan meluas. Dalam pendekatan ini misalnya, keluarga,
masyarakat petani, masyarakat desa, masyarakat perkotaan, dan masyarakat lainnya
yang lebih luas dan jauh. Sumber-sumber pembelajaran berasal dari masyarakat terkecil
lalu meluas ke masyarakat terbesar. Guru menentukan materi/tema/topik berdasarkan
ruang lingkup masyarakat dan menggali contoh pada kehidupan sehari-hari yang
muncul dari masyarakat terkecil.
Gambar 1. Expanding Community
Approach
Expanding Environmental
Approach (pendekatan lingkungan yang meluas). Misalnya diawali dengan lingkungan
keluarga-kampung, selanjutnya melebar dan meluas yaitu sekolah, desa,
kecamatan, kabupaten, provinsi, negara dan seterusnya. Sumber-sumber pembelajaran
berasal dari lingkungan terdekat ke lingkungan yang lebih jauh. Guru menentukan
materi/tema/topik berdasarkan ruang lingkup lingkungan dan juga menggali contoh
pada kehidupan sehari-hari yang muncul dari lingkungan terdekat.
Gambar 2. Expanding
Environmental Approach
Expanding Thematical Approach
(pendekatan tema yang meluas dan mendalam). Tema dimulai dari yang terdekat
hingga ke tema yang lebih luas. Susunan tema ditentukan dari kompleksitasnya.
Dalam penyusunan materi berdasarkan tema, terkadang muncul saling keterkaitan
tema-tema pembelajaran IPS, bahkan dengan mata pelajaran lainnya, dan itu wajar
karena karakteristik pembelajaran IPS yang memang interdisipliner. Pendekatan perluasan
materi ini memungkinkan siswa memahami tema-tema sederhana terlebih dahulu untuk
mempelajari tema-tema yang lebih kompleks.
Gambar 3. Expanding Thematical
Approach
Pengembangan materi IPS
hendaknya memperhatikan scope dan sequence. Scope meliputi
bidang ilmu kajian yang menjadi garapan pendidikan IPS. Sedangkan sequence adalah
taat urutan antara suatu materi dengan materi lain atau dalam konteks kurikulum
berkenaan dengan tata urutan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran
lain. Sequence dapat dikelompokkan menjadi dua pendekatan, yaitu
pendekatan logis dan pendekatan pedagogis. Pendekatan logis didasarkan pada
pemikiran logis suatu disiplin ilmu. Pendekatan pedagogis didasarkan pada
pertimbangan siswa dan bukan tata urutan
yang ada dari disiplin ilmu. Kriteria seperti kemudahan, familiarisasi dengan
pokok bahasan serta tingkat abstrak suatu materi pokok bahasan dijadikan dasar
pertimbangan penyusunan konten pembelajaran (Supriatna, 2010).
Konten pembelajaran IPS
meliputi fakta, konsep, dan generalisasi. Konten pembelajaran IPS ini disajikan
dalam bentuk materi pembelajaran, baik berupa isu, tema, maupun topik bahasan.
Jika guru menerapkan pendekatan pembelajaran berpusat pada guru, materi ini
cukup “ditransfer” kepada siswa, bersifat kognitif, dan siswa dievaluasi tentang
penguasaan mereka terhadap materi pembelajaran. Berbeda jika guru menerapkan pendekatan
pembelajaran berpusat pada siswa, materi pembelajaran ini tidak hanya bersifat kognitif.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini klasifikasi materi pembelajaran menurut
Anitah et al. (2014):
1. Fakta; adalah
segala hal yang bewujud kenyataan dan kebenaran, meliputi nama-nama objek,
peristiwa, simbol, nama tempat, nama orang, nama bagian atau komponen suatu benda,
dan sebagainya.
2. Konsep;
adalah segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai
hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat, dan sebagainya.
3. Prinsip;
adalah berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi terpenting, meliputi hukum,
dalil, rumus, paradigma, serta hubungan antar konsep yang menggambarkan implikasi
sebab-akibat.
4. Prosedur;
merupakan langkah-langkah sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu
aktivitas dan proses kronologi suatu sistem berjalan.
5. Sikap atau Nilai;
merupakan hasil belajar aspek sikap, misalnya nilai kejujuran, kasih sayang,
tolong-menolong, semangat dan minat belajar, dan bekerja, dan sebagainya.
Berdasarkan klasifikasi
tersebut, materi pembelajaran IPS tidak sekedar bersifat kognitif, tetapi juga
afektif dan psikomotor. Hal ini berimplikasi pada penyajian materi pembelajaran
yang tidak sekedar “transfer” tetapi juga melibatkan proses inkuiri, proses sosial
dalam kelas maupun kelompok, dan proses engaging berupa aksi sosial.
Selain itu, klasifikasi materi pembelajaran ini berimplikasi pada pemilihan
sumber pembelajaran dan bahan ajar yang beragam. Misalnya, materi pembelajaran
tentang keanekaragaman budaya di Indonesia, selain bisa disajikan secara
kognitif (melalui media atlas budaya) tetapi juga bisa dimunculkan dari
lingkungan sekitar siswa sendiri. Siswa dapat menjelaskan mengenai peristiwa,
budaya, dan artefak seni khas daerahnya. Selain itu, siswa juga dapat mengidentifikasi
video tentang budaya di suatu daerah tertentu, dan siswa diberikan kesempatan
untuk memberikan tanggapan tentang isi video tersebut, baik penilaian mereka terhadap
budaya tersebut, perbandingannya dengan budaya yang mereka ketahui, ataupun pertanyaan
lanjutan lainnya.
Materi pembelajaran juga dapat
diklasifikasikan sesuai dengan revisi Taksonomi Bloom tentang dimensi
pengetahuan (Woolfolk et al., 2007) sebagai berikut:
1. Faktual
Faktual merupakan pengetahuan
yang berupa potongan-potongan informasi yang terpisah/unsur-unsur dasar dalam
suatu dimensi ilmu. Faktual juga terbagi menjadi dua jenis yaitu terminologi
dan bagian detail dan unsur.
a. Faktual Terminologi
Terminologi mencakup
pengetahuan tentang label/simbol tertentu baik yang verbal maupun non verbal.
Misalnya simbol-simbol dalam peta, atlas, globe, operasi hitung, dan sebagainya.
b. Faktual Bagian Detail dan
Unsur
Bagian detail dan unsur
mencakup pengetahuan tentang orang, kejadian, waktu dan info lain yang sifatnya
spesifik. seperti pengetahuan tentang nama tempat, nama orang dan kejadian.
2. Konseptual
Konseptual merupakan
pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antaraunsur-unsur dasar dalam
struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersamasama. Pengetahuan
konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang implisit maupun
eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu pengetahaun tentang
klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan
tentang teori, model, dan sruktur.
a. Konseptual klasifikasi dan
kategori
Pengetahuan konseptual
klasifikasi dan kategori mencakup pengetahuan tentang kategori, kelas, bagian, atau
susunan yang berlaku dalam suatu bidang ilmu tertentu. Pengetahuan ini menjadi
hal yang paling mendasar/fondasi dalam pembelajaran peserta didik khususnya
sekolah dasar. Karena apabila peserta didik tidak mengetahuai konsep klasifikasi
dan kategori ini maka akan menghambat proses pembelajaran ke depannya.
b. Prinsip dan Generalisasi
Prinsip dan generalisasi
mencakup abstraksi hasil observasi ke level yang lebih tinggi, yaitu prinsip
atau generalisasi. Prinsip dan generalisasi merupakan abstraksi dari sejumlah fakta,
kejadian, dan saling keterkaitan antara konsep dengan sejumlah fakta. Prinsip
dan generalisasi cenderung sulit untuk dipahami siswa apabila siswa belum
sepenuhnya menguasai fenomena-fenomena yang merupakan bentuk yang “teramati”
dari suatu prinsip atau generalisasi. Misalnya, fenomena longsor dan banjir
memiliki keterkaitan dengan pengelolaan lingkungan, sikap masyarakat secara
kolektif menanggapi sampah dan penebangan pohon, dan sejenisnya. Dalam
menentukan prinsip dan menyusun generalisasi, siswa memerlukan pemahaman
terhadap fenomena serta mengidentifikasi fakta-fakta yang berhubungan dengan
fenomena tersebut.
c. Teori, Model, dan Struktur
Pengetahuan tentang teori,
model dan stuktur mencakup pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi yang
saling keterkaitan antara keduanya sehingga menghasilkan kejelasan terhadap
suatu fenomena yang kompleks. Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur merupakan
jenis pengetahuan yang sangat abstrak dan rumit. Materi pembelajaran dalam bentuk
ini memerlukan tahap perkembangan kognitif operasional formal, dimana siswa SD belum
memasuki tahap ini, sehingga belum banyak diterapkan dalam pembelajaran IPS SD.
3. Prosedural
Prosedural merupakan
pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu baik yang rutin dikerjakan
maupun sesuatu hal yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi
langkah-langkah atau tahapan untuk melakukan atau mengerjakan suatu hal
tertentu.
a. Pengetahuan tentang
keterampilan khusus yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu dan
pengetahuan tentang algoritme (suatu urutan dari beberapa langkah yang logis
guna menyelesaikan masalah). Misalnya, materi jual-beli. Siswa diharapkan mampu
melakukan jual-beli dengan mengetahui langkah-langkah atau prosedurnya.
b. Pengetahuan tentang teknik
dan metode yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu. Pengetahuan ini
mencakup pengetahuan yang pada umumnya merupakan hasil konsensus (sebuah
kesepakatan setelah adanya perdebatan), perjanjian dan aturan yang berlaku
dalam disiplin ilmu tertentu. Misalnya materi tentang musyawarah. Materi ini diaplikasikan
ketika kegiatan pemilihan ketua kelas, dimana sebelumnya pasti akan ada musyawarah
antarsiswa tentang siapa yang pantas menjadi ketua kelas. Namun pada akhirnya
tetap semuanya harus menyepakati dan menghargai siswa yang terpilih menjadi
ketua kelas berdasarkan hasil mufakat.
c. Pengetahuan tentang
kriteria untuk menentukan kapan dan dimana suatu prosedur tepat untuk digunakan.
Pengetahuan ini mencakup tentang pengetahuan kapan suatu teknik, strategi atau
metode harus digunakan. Misalnya, materi energi, khususnya penggunaan energi
listrik. Siswa perlu menyadari kapan mereka harus menyalakan lampu/alat elektronik
dan kapan mereka harus mematikannya.
4. Metakognitif
Metakognitif merupakan pengetahuan
yang mencakup tentang kognisi secara umum dan pengetahuan diri sendiri. Melalui
pengetahuan ini dan seiring perkembangannya, siswa diharapkan semakin sadar
akan pikirannya dan semakin banyak mengetahui tentang kognisi.
a. Pengetahuan Strategi
Pengetahuan strategi mencakup
pengetahuan tentang strategi umum untuk belajar, berpikir dan memecahkan
masalah. Pengetahuan ini tidak diajarkan, tetapi diaplikasikan, sehingga siswa
menyadari sendiri bahwa ada beberapa strategi belajar yang efektif mereka gunakan
sendiri dan ada yang perlu melibatkan teman atau guru.
b. Pengetahuan tentang Tugas
Kognitif
Pengetahuan tugas kognitif
mencakup pengetahuan tentang jenis operasi kognitif yang diperlukan untuk
mengerjakan tugas tertentu serta pemilihan strategi kognitif yang sesuai dalam
situasi dan kondisi tertentu.
c. Pengetahuan tentang Diri
Sendiri
Pengetahuan tentang diri
sendiri mencakup pengetahuan tentang kelemahan dan kemampuan diri sendiri dalam
belajar. Melalui pengetahuan ini siswa diharapkan mengetahui kelebihan dan
kekurangan serta cara mengatasi kekurangan dalam belajar tersebut. Pada
pembelajaran IPS selain nilai maka dikembangkan juga keterampilan yang merupakan
keterampilan dasar yang diharapkan dicapai dan dimiliki oleh peserta didik
melalui proses dalam pembelajaran IPS. Keterampilan dasar IPS dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori. Namun secara umum dapat terbagi
atas: (1) Work-study skills, contohnya adalah membaca, membuat outline, membuat
peta dan menginterpretasikan grafik; (2) Group-process skills, contohnya adalah
berpikir kritis dan pemecahan masalah; dan (3) Social-living skills, contohnya
adalah tanggung jawab, bekerjasama dengan orang lain, hidup dan bekerja sama
dalam suatu kelompok. Keterampilan IPS merupakan dasar seseorang untuk dapat
berhubungan dengan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat
maka NCSS (Supriatna, 2010) mengemukakan bahwa terdapat beberapa keterampilan
yang seyogianya dapat dimiliki, antara lain:
a. Keterampilan Penelitian
Keterampilan penelitian
diperlukan untuk mengumpulkan dan memproses data, seperti berikut ini: (1)
Mengidentifikasi dan mengklasifikasi data; (2) Mengumpulkan dan mengorganisasi
data; (3) Menginterprestasi data; (4) Menganalisis data; (5) Mengevaluasi hasil;
(6) Menggeneralisasi hasil dan (6) Mengaplikasikan pada konteks yang lain.
b. Keterampilan Berpikir
Berpikir kritis adalah melihat
sesuatu dengan jelas, sedangkan berpikir kreatif adalah melihat sesuatu dengan
kreatif. Beberapa hal yang termasuk ke dalam keterampilan berpikir yang dapat
dikembangkan guru dalam pembelajaran, antar lain: (1) Menetapkan sebab dan akibat; (2) Mengevaluasi
fakta; (3) Memprediksi; (4) Menyarankan konsekuensi-konsekuensi
dari suatu fenomena (5) Meramalkan masa depan; dan (6) Menyarankan alternatif pemecahan
masalah; (7) Mampu memandang sesuatu dari perspektif yang berbeda.
c. Keterampilan Berpartisipasi
Sosial
Beberapa keterampilan yang
termasuk ke dalam keterampilan partisipasi sosial, antara lain: (1)
Mengidentifikasi konsekuensi dari tindakan seseorang dan dampaknya terhadap orang
lain; (2) Memperlihatkan kebaikan dan perhatian terhadap orang lain; (3)
Berbagi tugas dan membangun kerja sama dengan orang lain; (4) Memfungsikan
keanggotaan dan sebuah kelompok; (5) Mengadopsi beberapa variasi dari peran
dalam kelompok dan (6) Terbuka terhadap kritik dan saran.
d. Keterampilan Berkomunikasi
Beberapa diantaranya yang
termasuk dalam keterampilan untuk menunjang berkomunikasi adalah: (1) Pemahaman
tentang lambang dan sistem lambang, seperti warna dalam peta dan lambang
lalu-lintas jalan raya; (2) Pemahaman tentang aturan dan ketentuan yang
terkaitkan dengan sarana komunikasi; (3) Pengungkapan gagasan secara jelas dan kreatif
melalui berbagai bentuk komunikasi.
Daftar Pustaka
Artikel Pidi
Mohamad Setiadi
Anita, Woolfolk. (2007). Educational
Psychology. Boston : Pearson Educational.
Anitah, Sri, et al. (2014). Strategi
Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Baskerville, Roger A. &
Sesow, F. Wm. (1976) “In Defense of Hanna and the Expanding Communities
Approach to Social Studies”, Theory & Research in Social Education,
4:1,
20-32, DOI: 10.1080/00933104.1976.10505981. Hanna, Paul R. (1965). Design
for a Social
Studies Program Focus on the
Social Studies.
Washington : NEA, Department
of Elementary School Principals.
Supardan, Dadang. (2015). Pembelajaran
ilmu pengetahuan sosial : perspektif filosofi dan kurikulum. Jakarta: Bumi
Aksara.
Supriatna, Nana; et al.
(2010). Pendidikan IPS SD. Bandung: UPI Press.