Lingkungan Pendidikan
LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Latar Belakang
Pendidikan merupakan sebuah gambaran
sejauhmana dan bagaimana kita melangkah dan apa yang telah dilakukan. Lebih
dalam lagi, pendidikan menyangkut perasaan, hati nurani, pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai yang dianut. John Dewey dalam Ruswandi, dkk (2009)
mengemukakan bahwa “education is the process without end”. Pernyataan tersebut
sejalan dengan pernyataan UNESCO, “life long education”. Sesuai sabda Nabi
Muhammad SAW: “Tuntutlah ilmu itu mulai dari buaian sampai liang kubur”.
Identifikasi faktor-faktor yang mungkin
mempengaruhi kepuasan siswa dan motivasi siswa akan memberikan informasi yang
diperlukan organisasi pendidikan untuk mengembangkan dan menerapkan strategi
yang bertujuan untuk mencapai keunggulan kompetitif. Partisipasi tidak langsung
siswa dalam pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai salah satu kegiatan
jaminan kualitas yang paling penting yang terkait dengan peningkatan sekolah
tinggi; itu terkait erat dengan mengukur kepuasan siswa dalam pendidikan,
kepuasan siswa dan motivasi siswa menjadi hasil interaksi siswa dengan
lingkungan pendidikan dalam bentuk persepsi siswa tentang layanan pendidikan (Stukalina,
2012).
Rumusan Masalah
Makalah yang berjudul “Lingkungan Pendidikan”
mengangkat beberapa rumusan masalah, di antaranya:
1.2.1. Apa yang dimaksud lingkungan
pendidikan?
1.2.2. Apa saja faktor penentu terhadap
kualitas lingkungan pendidikan?
1.2.3. Apa fungsi pendidikan terhadap
lingkungan pendidikan?
1.2.4. Apa saja karakteristik pendidikan yang
ada dalam lingkungan pendidikan?
Tujuan
Makalah yang berjudul “Lingkungan Pendidikan”
mengangkat beberapa memilikibeberapa tujuan, di antaranya:
1.3.1. Mengetahui lingkungsn pendidikan.
1.3.2. Mengetahui faktor lingkungan
pendidikan.
1.3.3. Mengetahui fungsi pendidikan terhadap
lingkungan pendidikan.
1.3.4. Mengetahui karakteristik lingkungan
pendidikan.
PEMBAHASAN
2.1. Lingkungan Pendidikan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di
luar individu. Lingkungan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu; lingkungan
alam dan lingkungan sosial. Dalam lingkungannya, anak memperoleh berbagai
pengalaman, sehingga lingkungan sekitar dimana anak hidup akan turut
mempengaruhi perkembangan pribadinya. Menurut (Ginanjar, 2013) Lingkungan
merupakan salah satu elemen penting dalam proses pelaksanaan pendidikan. Tentu
saja, lingkungan pendidikan yang kondusif, aman, nyaman akan sangat mendukung terselenggaranya
tujuan pendidikan yang diharapkan oleh semua pihak, baik oleh orang tua,
guru/pendidik, masyarakat dan bahkan oleh pemerintah sebagai pemangku kebijakan
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
Sedangkan lingkungan pendidikan merupakan
lingkungan suatu tempat dengan situasi dan kondisi sosial budaya yang ada, yang
di mana di sana berlangsungnya pergaulan pendidikan. Pergaulan pendidikan
berlangsung disuatu lingkungan, lingkungan tempat anak hidup dan dapat menjadi
lingkungan pendidikan bagi anak yang bersangkutan. Adapun menurut (Syariudin
& Kurniasih, 2016) lingkungan pendidikan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu;
1) Keluarga, 2) Sekolah, dan 3) Masyarakat.
Pengemban tanggung jawab pendidikan dalam
kehidupan anak tidak cukup di dalam lingkungan keluarganya saja, meliankan
perlu juga dididik di dalam lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan
pemerintah. Namun seklaipun begitu, tenaggung jawab kodrati mengenai pendidikan
anak berada pada orang tuanya. Tanggung jawab orang tua atas pendidikan anaknya
tidaklah berakhir karena orang tua menyekolahkan anaknya. Orang tua tetap harus
mengemban tanggung jawab tersebut. Hanya saja dalam hal ini, karena
keterbatasan kemampuan orang tua untuk melaksanakan jenis pendidikan tertentu
bagi anaknya, maka ia mewakilkan sebagian tanggung jawabnya itu kepada sekolah atau
kepada para guru.
Sebaliknya, apabila kita melihatnya dari pihak
sekolah atau pihak para guru, sebagai anggota masyarakat, sebagai anggota
profesi dan/atau sebagai aparat pemerintah, maka para guru bertanggung jawab
juga atas pendidikan anak-anak didiknya dan sekaligus bertanggungjawab pula
atas mandat untuk mewakili tanggung jawab pendidikan dari para orang tua anak didik
yang bersangkutan.
Selain itu, karena anak pun hidup dan bergaul
di dalam masyarakat dan di dalam suatu negara, maka setiap anggota masyarakat
yang telah dewasa serta pihak pemerintah juga seharusnya bertanggung jawab atas
pendidikan anak-anak sebagai warga masyarakat atau warga negaranya. Sehubungan
dengan itu, kerjasama diantara pihak pihak yang bertanggungjawab atas
pendidikan itu hendaknya berlangsung secara sinergi.
Menurut (Arisanti, 2016) Lingkungan pendidikan
adalah segala sesuatu yang ada dan terjadi disekeliling proses pendidikan itu
berlangsung yang terdiri dari manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan
benda-benda mati. Keempat kelompok benda-benda lingkungan pendidikan itu ikut
berperan dalam rangka usaha setiap siswa/mahasiswa mengembangkan dirinya.
(Pidarta, 2004).
Lingkungan pendidikan selalu mengalami
perubahanperubahan. Perubahan tersebut terjadi karena perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut
akan mempengaruhi dinamisasi dan mobilisasi individu dan masyarakat yang
sekaligus akan berpengaruh terhadap perilaku individu dan masyarakat itu
sendiri. Secara garis besarnya lingkungan pendidikan tersebut dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
2.2. Keluarga
2.2.1. Pengertian Keluarga
Kelurga merupakan unit terkecil yang bersifat
universal. Dalam arti sempit keluarga adalah unit sosial yang terdiri dari
ayah, ibu dan anak. Sedangkan dalam arti luas adalah unit sosial berasarkan
hubungan keturunan. Orang tua sebagai pengamban tanggung jawab pendidikan anak.
Orang yang berperan sebagai pendidik bagi anak di dalam keluarga utamanya
adalah ayah dan ibu. Dalam hal ini, orang tua adalah pengemban tanggung jawab
pendidikan bagi anak-anaknya.
Secara kodrati orang tua bertanggung jawab
atas pendidikannnya, dan atas kasih sayangnya orang tua mendidik anak. Selain
orang tuanya, saudara serumah seperti kakak-kakaknya juga turut mempengaruhi
atau ikut membantu mengajari anak dalam pendidikan, bahkan dari keluarga luas seperti
kakek, nenek, paman, dan bibi atau bahkan pembantu sekalipun
juga sangat dianjurkan untuk membantu mendidik
anak agar memeiliki wawasan yang luas. Pendidikan merupakan suatu hal yang
penting dan menjadi suatu kebutuhan pokok. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan Nasional
memiliki tujuan untuk mencerdaskan anak bangsa.
Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan
menjadi suatu tanggung jawab semua pihak, termasuk peran lingkungan pendidikan
yang akan mempengaruhi proses pembelajaran. Peran lingkungan pendidikan yang terdekat
sekaligus yang menjadi suport system adalah Orang Tua. Orang tua mrupakan
lingkungan pendidikan yang pertama dan utama, disebut sebagai pendidikan
pertama karena sebelum menegenal pendidikan yang lain, orang tua adalah
pendidikan yang pertama dan tentunya sangat berperan penting untuk mempengaruhi
proses pembelajaran. Jika hubungan anak dan orang tua nya berjalan dengan
harmonis, maka prestasi yang didapatkan juga akan baik, dan sebaliknya jika
hubungan anak dengan orang tua tidak berjalan dengan baik, maka prestasi yang didapatkannya
juga tidak baik.
Pelaksanaan pendidikan dalam keluarga
berlangsung tidak dengan cara yang artificila melainkan bersifat wajar. Sejak
anak dilahirkan, anak mendapatkan pengaruh dan pendidikan dari dan dalam
keluarganya.
Pendidikan yang dilakukan di dalam keluarga
sejak masih dini akan menjadi dasar bagi pendidikan dan kehidupannya di masa
yang akan datang. Hal in sesuai dengan yang dikemukakan oleh M.I. Soelaeman
(1985) bahwa pengalaman dan perlakuan yang
didapat anak dari lingkungan semasa kecildari keluarganya menggariskan semacam
pola hidup bagi kehidupan selanjutnya. Pengalaman yang diterima anak
semasa kecil akan menentukan sikap hidupnya
dikemudian hari, sehubungan dengan itu keluarga merupakan peletak dasar
pendidikan anak.
Peranan orang tua di rumah sangat mempengaruhi
tingkah laku disiplin anak meliputi perhatian dan kasih sayang orang tua,
keutuhan orang tua, kehaarmonisan, dan sifat keteladanan atau contoh dari orang
tua. Secara langsung atau tidak langsung hal ini dapat dapat berpengaruh terhadap
prilaku dalam perkembangan anak didik, termasuk prestasi belajar anak didik.
pendidikan yang dibangun oleh kedua orang tua, menjadi fundamen atau dasar dari
pendidikan anak selanjutnya, hasilnya pendidikan yang diperoleh anak dari kedua
orang tuanya dapat menentukan pendidikan anaknya akan diarahkan kemana, baik di
sekolah maupun di masyarakat. Anak perlu dorongan dan pengertian dari orang tua
dalam belajar. Ketika anak yang mengalami lemah semangat, orang tua wajib
memberikan pengertian dan dorongan untuk menghadapi msalah disekolah.
Bila anak belajar hendaknya jangan diganggu
dengan tugas-tugas rumah agar kosentrasi anak tidak terpecah. (Simanullang, Wahjoedi,
& Sapto, 2017). Rumah merupakan tempat pertama sebenarnya yang dihadapi
anak. Rumah merupakan tempat pertama anak berkomunikasi dan bersosialisasi
dengan lingkungannya. Untuk itulah, orangtua diberikan kesempatan untuk menilai
anak, khususnya dalam
pembentukan moral anak. Cara mendidik yang
diterapkan orang tua kepada anak sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
belajar anaknya.
Orang tua yang tidak atau kurang perhatian
(misalnya keacuhan orang tua, tidak menyediakan peralatan sekolah), akan
menyebabkan anak kurang berhasil dalam belajar. Dalam mendidik anak hendaknya
orang tua harus memberikan kebebasan pada anak untuk belajar sesuai dengan keinginan
dan kemampuannya, tetapi juga harus memberikan arahan dan bimbingan. Orang tua
dapat menolong anak ketika mengalami kesulitan dalam belajar dengan bimbingan
tersebut. Selain itu hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah menjalin
hubungan baik dengan anak.
Dengan hal tersebut, akan terciptalah suasana
yang menyenangkandalam keluarga dan pada akhirnya akan mempengaruhi
keberhasilan anak. Bagi orang tua hendaknya lebih memperhatikan pendidikan
anaknya dengan cara memberikan dorongan kepada siswa untuk terus belajar dan melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi serta menjalin hubungan kerja sama yang baik
antara orang tua dengan sekolah dalam mendidik siswa untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa, sehingga pendidikan dapat berjalan dengan baik.
Keluarga sebagai wahana pertama dan utama
pendidikan Para sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peran penting dalam
menentukan kemajuan suatu bangsa, sehingga mereka berteori bahwa keluarga
adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat. Oleh karena itu para sosiolog
yakin, segala macam kebobrokan masyarakat merupakan akibat lemahnya institusi
keluarga. Bagi seorang anak keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi
pertumbuhan dan perkembangnnya.
Menurut resolusi Majelis Umum PBB, fungsi
utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan
mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan
fungsinya di masyarakat dengan baik, serta, memberikan kepuasan dan lingkungan
yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera”. Keluarga merupakan tempat yang
paling awal dan efektif
untuk menjalankan fungsi departemen kesehatan,
pendidikan adan kesejahteraan. Jika keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran,
semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan menguasai kemampuan-
kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagoi institusi lain untuk memperbaiki
kegagalannya. Karena kagagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan
berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang berkarakter buruk atau tidak
berkarakter. Oleh karena itu setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa
karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah.
(Subianto, 2013)
Adapun kesalahan dalam pengasuhan anak akan
berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang baik. Beberapa
kesalahan orang tua dalam mendidik anak dapat mempengaruhi kecerdasan emosi
anak, diantaranya adalah:
1) Orang tua kurang menunjukan ekspresi kasih
sayang baik secara verbal maupun fisik
2) Kurang meluangkan waktu untuk anak
3) Orang tua bersikap kasar secara verbal,
misalnya, menyindir anak, mengecilkan anak dan berkata kata kasar
4) Bersikap kasar secara fisik, misalnya
memukul, mencubit atau memberikan hukuman badan lainnya.
5) Orang tua terlalu memaksa anak untuk
menguasai kemampuan kognitif secara dini
6) Orang tua tidak menanamkan karakter yang
baik pada anak
Adapun dampak dari salah asuh diatas akan
menimbulkan anak yang mempunyai kepribadian yang bermasalah atau kecedasan
emosi yang rendah, seperti: Anak menjadi tak acuh, tidak menerima persahabatan,
rasa tidak percaya pada orang lain dll. Secara emosionil tidak responsif, berprilaku
agresif, menjadi minder, selalu berpandangan negatif, emosi tidak stabil,
emosional dan intelektual tidak seimbang dan lain sebagainya.
2.2.2. Jenis-jenis Keluarga
Menurut Kamanto Sunarto (1993;: 159-160).
Keluarga dapat dibedakan dalam berbagai macam bentuk. Berdasarkan
keanggotaannya, keluarga dibedakan menjadi keluarga batih (nuclear family) dan
keluarga
luas (extended family). Keluarga batih adalah
keluarga terkecil yang terdiri atas ayah, ibu dan anak; sedangkan keluarga luas
adalah keluarga yang terdiri atas beberapa keluarga batih. Berdasarkan garis
keturunannya, keluarga dibedakan dalam tiga
bentuk, yaitu: keluarga patrinial (garis keturunan ditarik dari pria atau
ayah); keluarga matrilineal (garis keturunan ditarik dari wanita atau ibu), dan
keluarga bilateral (garis keturunan ditarik dari pria dan wanita atau ayah dan
ibu).
Selain itu, berdasarkan pemegang kekuasaannya,
keluarga dibedakan menjadi: keluarga patriarhat (patriarchal), yaitu dominasi
kekuasaan berada pada pihak ayah; keluarga matriarhat (matriarchal), yaitu dominasi
kekuasaan berada pada pihak ibu; dan keluarga equilitarian, yaitu ayah dan ibu
mempunyai kekuasaan yang sama.
Berdasarkan bentuk perkawinannya, keluarga
dibedakan menjadi: keluarga monogami, yaitu pernikahan antara satu orang
laki-laki dan satu orang perempuan; keluarga poligami, yaitu pernikahan antara
satu orang
laki-laki dengan lebih dari satu orang
perempuan; dan keluarga poliandri, yaitu satu orang perempuan mempunyai lebih
dari satu orang suami pada satu saat. Berdasarkan status sosial ekonominya,
keluarga dibedakan menjadi: keluarga golongan rendah, keluarga golongan
menengah, dan keluarga golongan tinggi. Selanjutnya berdasarkan keutuhannya, keluarga
dibedakan menjadi: keluarga utuh, keluarga pecah atau bercerai, dan keluarga
pecah semu, yaitu keluarga yang tidak bercerai tetapi berhubungan antara suami
dengan istri dan dengan anak-anaknya sudah tidak harmonis lagi. Selain keluarga
tidak utuh karena bercerai dan pecah semu, dikenal pula jenis keluarga tidak
utuh karena diantara kepala keluarga atau anggota keluarganya ada yang telah
meninggal dunia.
2.2.3. Fungsi Keluarga
Keluarga memiliki berbagai fungsi, antara lain
fungsi biologis, fungsi ekonomi, fungsi edukatif, fungsi religius, fungsi
sosialisasi, fungsi rekreasi, fungsi orientasi dan lain-lain. Namun demikian,
menurut ahli antropologi terdapat fungsi keluarga yang bersifat universal.
George Peter Murdock (sudardja Adiwikarta, 1988;67) mengemukakan empat fungsi keluarga
yang bersifat universal, yaitu:
1) Sebagai pranata yang membenarkan hubungan
seksual antara pria dan wanita dewasa berdasarkan pernikahan.
2) Mengembangkan keturunan.
3) Melaksanakan pendidikan.
4) Sebagai kesatuan ekonomi.
2.2.4. Fungsi Pendidikan dalam
Keluarga
Keluarga memiliki beberapa fungsi, anatara
lain fungsi biologis, fungsi ekonomi, fungsi edukatif, fungsi religius, fungsi
sosialisasi, fungsi rekreasi, fungsi orientasi dan masih banyak lagi. Adapun
Faktor internal. Faktor internal merupakan faktor atau penyebab yang berasal
dari dalam diri setiap individu tersebut, seperti aspek fisiologis dan aspek
psikologis.
1) Aspek fisiologis
Aspek fisiologis ini meliputi kondisi umum
jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menunjukkan kebugaran organorgan tubuh
dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuri pelajaran.
2) Aspek psikologis.
Banyak faktor yang masuk dalam aspek
psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas pembelajaran, berikut
faktor-faktor dari aspek psikologis seperti intelegensi, sikap, bakat, minat
dan motivasi.
Sedangkan Faktor eksternal dibagi menjadi 2
macam, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial. Namun,
berdasarkan uraian terdahulu dapat dipahami adanya dua fungsi pendidikan di
dalam keluarga, yaitu; sebagai peletak dasar pendidikan dasar anak dan sebagai persiapan
ke arah kehidupan anak dalam masyarakatnya. Selain itu ahli antropologi pun
menyebutkan fungsi keluarga yang versifat universal dianatara lain:
1. Sebagai pranata yang memebenarkan hubungan
seksual anatara pria dan wanita dewasa berdasarkan pernikahan.
2. Menegmbangkan ketirunan,
3. Melakasanaka pendidikan
4. Sebagai kesatuan ekonomi.
2.2.5. Tujuan Pendidikan dalam
Keluarga
Tujuan keluarga dalam pendidikan adalah agar
anak menjadi pribadi yang beragama, bermoral, dan menjadi anak yang bertanggung
jawab. Dengan tujuan tersebut, maka pendidikan keluarga dapat dipandang sebagai
persiapan ke arah kehidupan anak dalam masyarakat kelak. Adapaun isi pendidikan
dalam keluarga meliputi nilai moral, keterampilan, nilai agama dan budaya.
2.2.6. Faktor-faktor yang Menentukan
Kualitas Pendidikan di dalam Keluarga
Faktor yang akan menentukn kualitas hasil
pendidikan anak anatara lain, jenis keluarga, gaya kepemimpinan orang
tua,fasilitas di rumah, hubungan keluaraga dengan dengan dunia luar, kedudukan
anak, status sosial ekonomi orang tua, dan masih banyak lagi. Faktor-faktor
tersebut pada akhirnya akan memepengaruhi perkembangan pendidikian pribadi anak.
2.2.7. Karakteristik Pendidikan di
dalam Keluarga
Karakteristik pendidikan dalam keluarga
anatara lain;
1) Peserta didiknya bersifat heterogen
2) Isi pendidiknya tidak terprogram secara
formal atau tidak ada
kurikulum yang tertulis.
3) Pendidikan dalam keluarga cenderung
menekankan karakter
4) Evaluasi pendidikan tidak sistematis dan
incidental
5) Cara pelaksanaan pendidikan tidak wajar.
2.3. Sekolah
2.3.1. Pengertian Sekolah
Sekolah seiring dengan perkembangan masyarakat
dan kebudayaannya, lambat laun berdirilah suatu lingkungan pendidikan yang dinamakan
sekolah. Istilah sekolah berasal dari kata Yunani schole (Latin: schola,
Inggris: school). Pada awalnya di Yunani yang masih mengenal perbudakan, schole
berarti “bebas dari pekerjaan”. Golongan masyarakat merdeka yang bebas dari
pekerjaan mengisi waktu senggangnya untuk mengembangkan diri melalui
percakapan-percakapan, ceramah, pembacaan karya ilmiah atau filsafat. Kemudian
istilah schole berubah arti sebagai tempat dimana orang melaksanakan
kegiatan-kegiatan dalam rangka pengembangan diri tadi. Seiring dengan
perkembangan kebudayaan masyarakat, pada abad kelima sebelum masehi para kaum
Shopis di Yunani mendirikan sekolah-sekolah untuk pendidikan para pemuda dari
golongan bangsawan. Pada akhir abad kesatu sebelum masehi hal ini berkembang menjadi
pendidikan Yunani Klasik dengan isi kurikulumnya yang meliputi Trivium
(Rhetorika, Gramatika, Dialektika) dan Quadrivium (Geometri, Arithmatik,
Astronomi, dan Musik). Sekolah terus berkembang, pada abad ketujuh berdiri
sekolah-sekolah gereja dan katedral yang sampai diperluas menjadi universitas
pada abad ke tiga belas.
Pada awalnya sekolah didirikan oleh
masyarakat, tetapi selanjutnya masyarakat (lembagalembaga yang ada di
masyarakat) bersama-sama pemerintah mendirikan dan menyelenggarakannya. Sekolah
terus berkembang, sehingga muncul berbagai jenjang dan jenis sekolah dengan
keragaman kurikulumnya. Singkatnya, berlangsunglah penyelenggaraan sekolah
sebagaimana adanya dewasa ini. Uraian di atas bukanlah uraian sejarah mengenai
sekolah, uraian tersebut hanya dimaksudkan untuk memperkenalkan tentang asal mulanya
istilah sekolah.
Jika kita analisa, sekolah mewujudkan
aktivitas khas dari kelakuan berpola yang ada di masyarakat, aktivitas ini
dilakukan oleh sekelompok orang yang mempunyai struktur yang mencakup berbagai
kedudukan dan peranan, misalnya: kepala sekolah, guru, siswa, dsb. Aktivitas di
sekolah mengacu pada sistem ide, nilai, norma atau tata kelakuan tertentu menggunakan
berbagai peralatan, dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang
pendidikan. Waini Rasyidin dan M.I. Soelaeman menyatakan: “sekolah ialah suatu
kesatuan (unit) sosial atau lembaga yang kekhususan tugasnya ialah melaksanakan
proses pendidikan”. (Odang Muctar, 1991).
2.3.2. Komponen Sekolah
Sekolah memiliki struktur tertentu yang
didukung oleh berbagai unsur atau komponen. Komponen sekolah antara lain
terdiri atas: 1) tujuan pendidikan, 2) sumber daya manusia seperti
guru/pendidik, murid/siswa,
labolatorium, pustakawan, tenaga administrasi,
petugas kebersihan, dst, 3) kurikulum (isi pendidikan), 4) media pendidikan dan
teknologi pendidikan, 5) sarana, prasarana dan fasilitas, serta 6) pengelola
sekolah.
Dari berbagai komponen sekolah yang ada, terdapat
tiga komponen utama sekolah yang menjadi syarat agar sekolah dapat melaksanakan
fungsi minimumnya, yaitu: 1) peserta didik, 2) guru, 3) kurikulum. Namun demikian
dewasa ini idealnya struktur sekolah memerlukan dukunngan berbagai komponen,
tidak hanya didukung oleh tiga komponen tersebut.
2.3.3. Fungsi Pendidikan Sekolah
Dari sekian versi tentang fungsi pendidikan
sekolah yang penulis temukan dari berbagai litelatur yang terbatas, dapat
dikemukakan fungsifungsi sekolah sebagai berikut:
1) Fungsi transmisi (konservasi) kebudayaan
masyarakat.
2) Fungsi sosialisasi (memilih dan mengajarkan
peranan sosial).
3) Fungsi integrasi sosial.
4) Fungsi mengembangkan kepribadian anak
didik.
5) Fungsi mempersiapkan anak didik untuk suatu
pekerjaan.
6) Fungsi inovasi/mentransformasi masyarakat
dan kebudayaannya.12
2.3.4. Tujuan dan Isi Pendidikan di
Sekolah
Seperti telah diutarakan di muka, ada berbagai
jenjang dan jenis sekolah. Secara umum sekolah memiliki tujuan pendidikan
sejalan dengan fungsi-fungsi sekolah. Tetapi setiap jenjang dan jenis sekolah
tentunya memiliki kekhususan tujuan pendidikan masing-masing. Implikasinya, maka
isi pendidikan di sekolah pun akan disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah
yang bersangkutan. Adapun tujuan dan isi pendidikan masing-masing sekolah
tentunya telah dirumuskan secara tertulis (formal) di dalam kurikulumnya.
2.3.5. Sekolah Sebagai Lembaga
Pendidikan Formal
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah
merupakan kesatuan kegiatan-kegiatan menyelenggarakan pembelajaran yang dilakukan
oleh para petugas khusus dengan cara-cara yang dilakukan oleh para petugas
khusus dengan cara-cara yang terencana dan
teratur menurut tatanan nilai dan norma yang telah ditentukan untuk mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
2.3.6. Formalitas Sekolah Merembes ke
dalam Kurikulum dan Pelajaran
Formalitas sekolah erakar pada status para
individu yang menjadi komponennya, serta sistem nilai dan norma yang serba
resmi. Perlu kita sadari bahwa selanjutnya formalitas tersebut merembes ke
dalam
kurikulum dan cara-cara pembelajaran. Contoh:
belakangan disinyalir bahwa kurikulum sekolah berisi mata pelajaran-mata
pelajaran yang bersifat terpisah-pisah atau tidak terintegrasi. Dalam
praktiknya
(kurikulum actual), cara-cara pembelajaran pun
menjadi begitu formal, sehingga pembelajaran menjadi artificial (dibuat-buat),
dan membosankan. Pendidikan teredukasi menjadi hanya sebatas pengajaran atau
latihan saja.
Semua ini pada akhirnya menimbulkan hasil
pendidikan yang kurang sesuai dengan harapan masyarakat maupun individu. Misal:
pendidikan di sekolah menjadi persial/memihak hanya untuk mengembangkan aspek tertentu
saja dari kepribadian peserta didik (terlalu bersifat intelektual), kurang
mengembangkan keseluruhan aspek kepribadian peserta didik.
Pendidikan di sekolah menjadi makin jauh dari
kenyataan di dalam masyarakatnya. Hasilnya banyak lulusan sekolah yang tidak
memiliki kecakapan hidup, mereka tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi
dalam hidupnya di dalam masyarakat, menganggur, merasa asing hidup di dalam
lingkungan masyarakatnya sendiri, dsb. Jika demikian halnya, jangan-jangan
masyarakat akan setuju dengan Ivan Illich yang pernah menyerukan pembubaran
sekolah sebagaimana dikemukakan dalam keryanya yang berjudul Deshooling Society
(Ivan illich, 1972).
2.3.7. Karakteristik Pendidikan di
Sekolah
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1) Secara factual, pendidikan di sekolah lebih
menekankan kepada pengembangan kemampuan intelektual;
2) Peserta didiknya bersifat homogen;
3) Isi pendidikannya terprogram secara
formal/kurikulumnya tertulis;
4) Berjenjang dan bersinambungan;
5) Waktu pendidikan terjadwal secara ketat,
relatif lama;
6) Cara pelaksanaan pendidikan bersifat formal
dan artificial;
7) Evaluasi pendidikan dilaksanakan secara
sistematis;
8) Credentials ada dan penting.
Sekolah memang adalah lembaga pendidikan
formal, tetapi barangkali perlu disadari bahwa formalitas sekolah itu jangan
sampai mengurangi makna pendidikan dalam rangka membantu anak menuju kepada kedewasaannya.
Dengan memperhatikan hal tersebut, kiranya sekolah akan tetap dibutuhkan dan
didukung masyarakatnya.
2.4. Masyarakat
2.4.1. Pengertian Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang
berintegrasi secara terorganisasi, menempati daerah tertentu, dan mengikuti
suatu cara hidup atau budaya tertentu. Masyarakat dapat dibedakan dalam
berbagai jenis. Jenis masyarakat antara lain: Masyarakat pedesaan (rural
community) dan masyarakat perkotaan (Urban community). Sekalipun secara umum masyarakat
memiliki kesamaan, namun secara khusus tiap masyarakat akan mempunyai
perbedaan-perbedaan. Perbedaan ini mungkin berkenaan dengan karakteristik
daerah tempat tinggalnya, nilai-nilai budayanya, dan sebagainya. Jenis
masyarakat dan perbedaan-perbedaan yang dimiliki suatu masyarakat, sedikit
banyak akan berpengaruh terhadap pendidikan dilingkungan masyarakat yang
bersangkutan.
2.4.2. Fungsi Pendidikan dalam
Masyarakat
Fungsi masyarakat sebagai lingkungan
pendidikan nagi anak. Anak tidak hanya bergaul di dalam keluarga dan
sekolahnya, tetapi anak bergaul pula di dalam masyarakatnya. Di dalam
lingkungan masyarakatnya, anak akan memperoleh pengalaman tentang berbagai
hal,antara lain berkenaan dengan lingkungan alamnya. Seperti flora, fauna, dsb.
Di dalam lingkungan masyarakatnya anak pun akan memperoleh pengaruh dari orang
orang yang ada di sekitarnya, baik dari teman sebaya maupun orang dewasa. Anak
juga akan memperoleh pengaruh dari hasil karya masyarkat, baik melalui koran, buku,
televisi, internet, dll. I dalam masyarakat, anak belajar tentang nilai nilai
dan peranan peranan yamg seharusnya mereka lakukan. Anak memperoleh pengalaman
bergaul dengan teman temanya di luar rumah dan di luar lingkungan sekolah.
Penyimpangan tingkah laku akan mendapat teguran agar segera di sesuaikan. Di
dalam masyarakat anak mempelajari hal hal yang baik dan bermanfaat. Selain itu,
di dalam masyarakat juga terdapat berbagai lembaga pendidikan seperti kursus
kursus, majlis taklim, pendidikan keterampilan, pendidikan kesetaraan,
bibimbingan tes, dll. Yang akan turut mendidik anak.
Uraian di atas mengambarkan bahwa masyarakat
merupakan tempat berlangsungnya pendidikan bagi anak, dan di dalam masyarakat
tersedia berbagai sumber belajar bagi anak. Tetapi sebaliknya bahwa di dalam masyarakat
pun terdapat potensi yang dapat memberikan pengaruh tidak baik pagi
perkembangan pribadi anak. Hal-hal yang potensial berdampak tidak baik bagi
perkembangan pribadi anak tersebut mungkin terdapat dalam pergaulan yang
langsung , maupun tidak langsung melalui media informasi dan telekomunikasi
seperti televisi, internet, dsb. Sehubungan dengan itu, pemerintah dan para
orang dewasa hendaknya menyadari kemungkinan pengaruh positif dan pengaruh
negatif tersebut bagi perkembangan generasi mudanya. Dalam koneks pendidikan,
pemerintah dan para orang dewasa yang ada di masyarakat idealnya bertanggung
jawab dan berperan sebagai pendidik bagi anak anak (generasi muda) yang ada di lingkungannya
masing-masing. Maksudnya, bahwa mereka hendaknya dapat dengan sengaja
menciptakan situasi lingkungan masyarakat agar memberikan pengaruh positif bagi
anak-anak dan generasi mudanya.
Pelaksanaan pendidikan didalam masyarakat di
harapkan seiring dan sejalan dengan pendidikan di dalam keluarga dan sekolah. sebagai
tripusat pendidikan, terdapat hubungan saling melengkapi antara ketiga hubungan
pendidikan tersebut. Karena itu pendidikan anak dalam lingkungan masyarakat
berfungsi sebagai pelengkap, penambah, dan mungkin juga pengembang pendidikan
di dalam keluarga dan sekolah, dan bahkan dapat berfungsi sebagai pengganti
pedidikan di sekolah.15
2.4.3. Tanggung Jawab Pendidikan di
Lingkungan Masyarakat
Tanggung jawab pendidikan di lingkungan
masyarakat. Selain menjadi tanggung jawab pemerintah, pendidikan di lingkungan
masyarakat harus menjadi tanggung jawab bersama para orang dewasa yang ada di
lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Demi terciptanya homogenitas atau
konformitas di dalam
masyarakat, pada orang dewasa hendaknya
melaksanakan pendidikan bagi anakanak (generasi muda) mereka. Pendidikan di
dalam masyarakat ini dapat dilaksanakan secara melembaga maupun tidak
melembaga.
2.4.4. Pendidikan Informal dalam
Masyarakat
Pendidikan informal dalam masyarakat antara
lain dapat berlangsung melalui adat kebiasaan, pergaulan anak sebaya, upacara
adat, pergaulan di lingkungan kerja, permainan, pagelaran kesenian, bahkan
percakapan biasa sehari-hari. Apabila kita analisis, semuanya itu tentunya
mengandung muatan pengetahuan, nilai-nilai, norma-norma, sikap, keterampilan,
dst. Yang Dengan cara-cara yang wajar/informal dalam kehidupan sehari-hari (tidak
dirasakan sebagai pendidikan oleh individu) diwariskan oleh masyarakat kepada
generasi mudanya. Dalam konteks ini pendidikan merupakan warisan sosial yang
berfungsi untuk melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat.
2.4.5. Pendidikan Non-formal dalam
Masyarakat
Pendidikan non-formal di dalam masyarakat.
Definisi. Dika nonformal adalah jalur pendidikan pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (pasal 1 ayat
(12) UU RI No. 20 Tahun 2003). Fungsi. Pendidikan non-formal berfungsi mengembangkan
potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
dalam hubungannya dengan pendidikan formal pendidikan non-formal diselenggarakan
bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti, penambah, dan/atau Pelengkap pendidikan formal. Lingkup.
Pendidikan non-formal meliputi pendidikan
kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan yang di tunjuk untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik. (Satun pendidikan). Satuan pendidikan
nonformal terdiri atas lembaga kursus, pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan
belajar masyarakat, dan majlis ta'lim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Hasil pendidikan non-formal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan
formal setelah melalui proses penilain penyetaraan oleh lembaga yang di tunjuk
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada setandar Nasional
pendidikan. Contoh hasil belajar paket Adapat di setarakan dengan hasil belajar
di SD,dsb. (Karakteristik Pendidikan di Masyarakat) Lingkungan pendidikan
masyarakat seperti kursus, kelompok belajar, majlis ta'lim, bimbingan tes dll.
Tergolong jalur pendidikan nonformal.
2.4.6.Karakteristik Pendidikan pada
Lingkungan Masyarakat
Lingkungan pendidikan masyarakat memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1) Secara faktual tujuan pendidikannya lebih
menjalankan pada pengembangan keterampilan praktis.
2) Peserta didiknya bersifat heterogen
3) Isi pendidikannya ada yang terprogram
secara tertulis, ada pula yang tidak terprogram secara tertulis.
4) Dapat berjenjang dan bersinambungan dan
dapat pula tidak berjenjang dan tidak bersinambungan.
5) Waktu pendidikan terjadwal secara ketat
atau tidak terjadwal, lama pendidikannya relatif singkat.
6) Cara pelaksanaan pendidikan mungkin
bersifat artificial mungkin pula bersifat wajar.
7) Evaluasi pendidikan mungkin dilaksanakan
secara sistematis dapat pula tidak sistematis.BAB III
Simpulan
Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan
suatu tempat dengan situasi dan kondisi sosial budaya yang ada, yang di mana di
sana berlangsungnya pergaulan pendidikan. Pergaulan pendidikan berlangsung
disuatu lingkungan, lingkungan tempat anak hidup dan dapat menjadi lingkungan
pendidikan bagi
anak yang bersangkutan. Lingkungan pendidikan
dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat. Sekolah
memang lembaga pendidikan formal, tetapi barangkali perlu disadari bahwa
formalitas sekolah itu jangan sampai mengurangi makna pendidikan dalam rangka
membantu anak menuju kepada kedewasaannya. Dengan memperhatikan hal tersebut, kiranya
sekolah akan tetap dibutuhkan serta perlu dukungan keluarga dan lingkungan
masyarakatnya.
Saran
Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan,
sebaiknya pendidik atau orangorang yang terlibat dalam proses pendidikan
hendaknya memperhatikan lingkungan pendidikan. Karena dengan memperhatikan
serta memahami lingkungan pendidikan akan memudahkan dalam mencapai tujuan
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ginanjar, M. (2013). Uregensi Lingkungan
Pendidikan Sebagai Mediasi Pembentukan Karakter Peserta Didik. Edukasi Islami
Jurnal Pendidikan Islam Vol. 02, , 387-395.
Kurniawan, M. (2015). TRI PUSAT PENDIDIKAN
SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR. Jurnal Pedagogia ISSN
2089-3833 volume 4, No 1 , 45-47.
Simanullang, H., Wahjoedi, & Sapto, A.
(2017). Peran Lingkungan Keluarga Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa. In
Prosiding Seminar Nasional Mahasiswa Kerjasama Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan Kemendikbud 2016., 1-9.
Subianto, J. (2013). Peran Keluarga, Sekolah,
Dan Masyarakat Dalam Pembentukan
Karakter Berkualitas. Edukasia; Jurnal
Penelitian Pendidikan Islam volume 8, Nomor 2, 344-346.
Syariudin, T., & Kurniasih. (2016).
Pedagogik Teoritis Sistematis. Bandung: Percikan Ilmu