Pembelajarann Peserta Didik (Teori-Teori Belajar Dan Pembelajaran Efektif)
PEMBELAJARANN
PESERTA DIDIK (TEORI-TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN EFEKTIF)
A.
Teori Belajar
Teori adalah
seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep,
prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya.
Teori
belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian
kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode
pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
1. Teori Belajar
Behavioristik
Behavioristik
adalah sebuah aliran dalam pemahaman tingkah laku manusia yang dikembangkan
oleh beberapa ahli seperti John B. Watson, Ivan P. Pavlov, dan B.F. Skinner.
(Nahar, 2016). Teori belajar behavioristik dikenal juga dengan teori belajar
perilaku, karena analisis yang dilakukan pada perilaku yang tampak, dapat
diukur, dilukiskan dan diramalkan. Behaviorisme hanya ingin mengetahui
bagaimana perilaku individu yang belajar dikendalikan oleh faktor- faktor lingkungan,
artinya lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Teori ini memandang
individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungannya
(Schunk, 1986). Behavioristik memandang bahwa belajar merupakan
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antar stimulus dan
respon (Robert, 2014). Teori belajar behavioristik merupakan teori belajar
memahami tingkah laku manusia yang menggunakan pendekatanobjektif, mekanistik,
dan materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diriseseorang dapat
dilakukan melaluiupaya pengkondisian. (Desmita, 2009).
Dengan kata lain,
mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan melalui pengujian dan
pengamatan atas tingkah laku yang terlihat, bukan dengan mengamati kegiatan
bagian-bagian dalam tubuh. Teori ini mengutamakan pengamatan, sebab pengamatan
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut. Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi di antara stimulus
dan respon dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati
dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh
sebab itu, apa saja yang diberikan guru merupakan stimulus, dan apa saja yang
dihasilkan peserta didik merupakan respon, semuanya harus dapat diamati dan
dapat diukur. Behavioristik mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan
suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut. teori belajar ini sering disebut S-R (Stimulus – Respon) psikologis
artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan
penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah
laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan
stimulusnya. (Ormrod dalam Wahyuni & Ariyani, 2020) mengemukakan bahwa ada
lima asumsi dasar mengenai belajar menurut pandangan behaviorisme yakni :
1) Sebagian besar
prilaku orang diperoleh dari pengalaman karena rangsangan dari lingkungan
2) Belajar
merupakan hubungan berbagai peristiwa yang dapat diamati yakni hubungan antara
stimulus dan respon
3) Belajar
memerlukan suatu perubahan perilaku
4) Belajar paling
mungkin terjadi ketika stimulus dan respon muncul pada waktu berdekatan
Oleh karena itu,
penekanan pendekatan Behvioristik ini adalah perubahan tingkah laku setelah
terjadi proses belajar dalam diri siswa. Pelopor-pelopor pendekatan behaviorisme
pada dasarnya berpegang pada keyakinan bahwa banyak perilaku manusia merupkan
hasil suatu proses belajar dan karena itu perilaku tersebut dapat diubah dengan
belajar juga.
2. Teori Belajar
Kognitif
Kognitif adalah suatu proses
berfikir yang dilihat dengan kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai
dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa serta kemampuan
mempertimbangkan segala sesuatu yang diamati sekitar. Kognitif berhubungan
dengan intelegensi. Kognitif lebih bersifat pasif atau statis sedangkan intelegensi
lebih bersifat aktif. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar
tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Jika teori belajar
behavioristik mempelajari proses belajar sebagai hubungan stimulus-respon, teori
belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai
model perseptual. Teori belajar kognitif memandang bahwa tingkah laku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan
dengan tujuan belajarnya. Menurut teori kognitif, ilmu pengetahuan dibangun
dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan
dengan lingkungan. Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari
suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut.
Memisahmisahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi
komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah- pisah,
akan kehilangan makna.
Teori ini berpandangan bahwa
belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi,
pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar
merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima
dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk
di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalamanpengalaman
sebelumnya. Berikut pandangan para ahli mengenai teori kognitif.
1) Jean Piaget
Menurut Piaget, perkembangan
kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan
atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya
umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin
meningkat pula kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan
mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya
perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget tidak
melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara
kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang
berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Menurut Piaget, proses
belajar terdiri dari 3 tahap, yakni asimilasi,
akomodasi dan equilibrasi (penyeimbangan). Asimilasi adalah proses pengintegrasian
informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Akomodasi adalah proses
penyesuaian struktur kognitif ke dalam siatuasi yang baru. Sedangkan equilibrasi
adalah penyesuaian kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
2) Jerome Bruner
Beliau adalah seorang pengikut
setia teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif. Ia
menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:
a. Perkembangan intelektual
ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi rangsangan.
b. Peningkatan pengetahuan
tergantung pada perkembangan system penyimpanan informasi secara realis.
c. Perkembangan intelektual
meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang
lain memalui kata-kata atau lambang tentang apa yang akan dilakukan. Hal ini
berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.
d. Interaksi secara sistematis
antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan
kognitifnya.
e. Bahasa adalah kunci
perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia.
Untuk memhami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk
mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.
f. Perkembangan kognitif
ditandai dnegan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara
simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang
berurutan dalam berbagai situasi.
Bruner mengembangkan toerinya
yang disebut free discovery learning. Teori ini menjelaskan bahwa proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, toeri,
definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang yang menggambarkan
(mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Peserta didik dibimbig secara
induktif untuk mengetahui kebenaran umum.
Hakekat belajar menurut teori
kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaian dengan
penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan
pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan.
Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran,
tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik.
Kebebasan dan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar amat
diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi peserta didik. Sedangkan
kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip- prinsip sebagai berikut:
a. Peserta didik bukan sebagai
orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya
b. Anak usia para sekolah dan
awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan
benda-benda konkrit.
c. Keterlibatan peserta didik
secara aktif dalam belajar amat
d. dipentingkan, karena hanya
dengan mengaktifkan peserta didik maka proses asimilasi dan akomodasi
pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
e. Untuk menarik minat dan
meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru
dengan setruktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
f. Pemahaman dan retensi akan
meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika
tertentu, dari sederhana ke kompleks.
3. Teori Konstruktivistik
Teori belajar konstruktivistik
memahami belajar sebagai proses pembentukan (kontruksi) pengetahuan oleh
peserta didik itu sendiri. karena pembentukan pengetahuan adalah peserta didik
itu sendiri, peserta didik harus aktif selama kegiatan pembelajaran, aktif
berpikir, menyusun kosep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang
dipelajari, tetapi yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah
niat belajar peserta didik itu sendiri. Sementara peranan guru dalam belajar konstruktivistik
adalah membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh peserta didik
berjalan lancar. Guru tidak mentransfer pengetahuan yang telah dimilikinya,
melainkan membantu peserta didik untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan
dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang peserta didik
dalam belajar. Ciri-ciri belajar konstruktivisme yang dikemukakan oleh Driver
dan Oldhan (1994) adalah sebagai berikut:
a. Orientasi, yaitu peserta
didik diberik kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu
topik dengan memberi kesempatan melakukan observasi.
b. Elitasi, yaitu peserta
didik mengungkapkan idenya denegan jalan berdiskusi, menulis, membuat poster,
dan lain-lain.
c. Restrukturisasi ide, yaitu
klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun idebaru, mengevaluasi ide
baru.
d. Penggunaan ide baru dalam
setiap situasi, yaitu ide atau pengetahuan yang telah terbentuk perlu
diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.
e. Review, yaitu dalam
mengapliasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan menambahkan
atau mengubah Paradigma konstruktivistik memandang peserta didik sebagai
pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kamampuan
awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru.
Oleh
sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai
dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan
pembimbingan. Peranan kunci guru dalam interaksi pedidikan adalah pengendalian
yang meliputi;
a. Menumbuhkan kemandirian
dengan menyediakan kesempatan untuk megambil keputusan dan bertindak.
b. Menumbuhkan kemampuan
mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan peserta didik.
c. Menyediakan sistem dukungan
yang memberikan kemudahan belajar agar peserta didik mempunyai peluang optimal
untuk berlatih.
Pandangan konstruktivistik
mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai
pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta
aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman. Hal ini memunculkan
pemikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar konstruktivistik. Pandangan
konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang.
Manusia mengkonstruksi dan menginterpretasikannya berdasarkan pengalamannya.
Konstruktivistik mengarahkan perhatiannya pada bagaimana seseorang
mengkonstruksi pengetahuan dari pengalamannya, struktur mental, dan keyakinan
yang digunakan untuk menginterpretasikan obyek dan peristiwa. Pandangan
konstruktivistik mengakui bahwa pikiran adalah instrumen penting dalam menginterpretasikan
kejadian, obyek, dan pandangan terhadap dunia nyata, di mana interpretasi
tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara individual.
4. Teori Belajar Humanistik
Menurut teori humanistik,
proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan
manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih
abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan
psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat
mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori
belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya
yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar
dalam bentuknya yang paling ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar
sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar
lainnya. Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga
dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang
belajar bermakna atau “Meaningful Learning” yang juga tergolong dalam aliran
kognitif ini, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi
yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya.
Faktor motivasi dan pengalaman
emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan
keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan
baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori humanistik
berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan
manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri
orang yang belajar, secara optimal.
Pemahaman terhadap belajar
yang diidealkan menjadikan teori humanistik dapat memanfaatkan teori belajar
apapun asal tujuannya untuk memanusiakan manusia. Hal ini menjadikan teori
humanistik bersifat sangat eklektik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiap
pendirian atau pendekatan belajar tertentu, akan ada kebaikan dan ada pula
kelemahannya. Dalam arti ini eklektisisme bukanlah suatu sistem dengan
membiarkan unsur-unsur tersebut dalam keadaan sebagaimana adanya atau aslinya.
B.
Pembelajaran Efektif
Belajar adalah suatu perubahan
dalam kepribadian sebagai suatu pola baru yang berupa kecakapan sikap kebiasaan
(Ngalim Purwanto, 1996: 85). Belajar pada hakikatnya merupakan suatu usaha,
suatu proses perubahan yang terjadi pada individu sebagai hasil dari pengalaman
atau hasil dari pengalaman interaksi dengan lingkungannya (Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan, 2007:329). Belajar dalam pengertian yang lain yaitu suatu upaya
untuk menguasai sesuatu yang baru. Konsep ini mengandung dua hal: pertama;
usaha untuk menguasai, Hal ini bermakna menguasai sesuatu dalam belajar, kedua;
sesuatu yang baru dalam hasil yang diperoleh dari aktivitas belajar (Prayitno,
2009: 201). Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi (siswa dan guru), material (buku, papan tulis, kapur dan
alat belajar), fasilitas (ruang, kelas audio visual), dan proses yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2002: 56).
Efektif adalah perubahan yang
membawa pengaruh, makna dan manfaat tertentu. Pembelajaran yang efektif
ditandai dengan sifatnya yang menekankan pada pemberdayaan siswa secara aktif.
Pembelajaran menekankan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang
dikerjakan, tetapi lebih menekankan pada internalisasi, tentang apa yang
dikerjakan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan hayati
serta dipraktekkan dalam kehidupan oleh siswa (E. Mulyasa, 2003: 149).
Pembelajaran dapat efektif
apabila mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan sesuai dengan indikator
pencapaian. Untuk mengetahui bagaimana memperoleh hasil yang efektif dalam
proses pembelajaran, maka sangat penting untuk mengetahui ciri-cirinya. Adapun
Pembelajaran yang efektif dapat diketahui dengan ciri (Slameto, 1995 : 94) :
1.
Belajar secara aktif baik mental maupun fisik. Aktif secara mental
ditunjukkan dengan mengembangkan kemampuan intelektualnya, kemampuan berfikir
kritis. Dan secara fisik, misalnya menyusun intisari pelajaran, membuat peta
dan lainlain.
2.
Metode yang bervariasi, sehingga mudah menarik perhatian siswa dan kelas
menjadi hidup.
3.
Motivasi guru terhadap pembelajaran di kelas. Semakin tinggi motivasi
seorang guru akan mendorong siswa untuk giat dalam belajar.
4.
Suasana demokratis di sekolah, yakni dengan menciptakan lingkungan yang
saling menghormati, dapat mengerti kebutuhan siswa, tenggang rasa, memberi
kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, menghargai pendapat orang lain.
5.
Pelajaran di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan nyata.
6.
Interaksi belajar yang kondusif, dengan memberikan kebebasan untuk
mencari sendiri, sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar pada
pekerjaannya dan lebih percaya diri sehingga anak tidak menggantungkan pada
diri orang lain.
7.
Pemberian remedial dan diagnosa pada kesulitan belajar yang muncul,
mencari faktor penyebab dan memberikan pengajaran remedial sebagai perbaikan.