Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Motif dan Motivasi Peserta Didik

 


MOTIF DAN MOTIVASI PESERTA DIDIK

 

A. Konsep Motif dan Motivasi

1. Pengertian Motif dan Motivasi

a. Pengertian Motif

Motif memiliki peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan atau perilaku manusia, dapat diartikan sebagai dasar dari perilaku manusia itu sendiri. Dengan kata lain motif merupakan kondisi tertentu seseorang yang membuat mereka bertindak untuk tujuan tertentu. Semua tindakan manusia pada hakikatnya memiliki motif. Juga, tindakan refleks yang terjadi secara otomatis memiliki tujuan tertentu meskipun tujuan itu tidak disadari oleh manusia. Motif manusia dapat terjadi secara sadar atau tidak sadar.

 

Oleh karena itu, untuk mengerti dan memahami perilaku manusia, hal pertama yang harus kita lakukan adalah memahami apa dan bagaimana motifnya bukan perilakunya. Motif manusia adalah hasrat, keinginan, serta kekuatan pendorong lainnya yang datang dari dalam diri untuk melakukan suatu tindakan.

 

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian motif. Menurut Sherif dan Sherif (dalam Budisantoso, 2019) menyatakan bahwa motif sebagai suatu istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah pada berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal, seperti kebutuhan yang berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan keinginan, aspirasi, dan selera sosial, yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut. Diperjelas oleh Giddens (dalam Budisantoso, 2019) bahwa motif sebagai impuls atau dorongan yang memberi energi pada tindakan manusia sepanjang lintasan kognitif atau perilaku kearah pemuasan kebutuhan.

 

b. Pengertian Motivasi

Pengertian motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Dengan kata lain, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan adanya dorongan yang berasal dari dirinya untuk mencapai suatu tujuan. Menurut E.

 

Kusmana Fachrudin (dalam Manzilatusifa, 2007) motivasi dibedakan atas dua golongan yaitu :

1. Motivasi asli, yaitu motivasi untuk berbuat sesuatu atau dorongan untuk melakukan sesuatu yang muncul secara kodrati pada diri manusia.

2. Motivasi buatan, yaitu motivasi yang masuk pada diri seseorang baik usaha yang disengaja maupun secara kebetulan.

 

Dalam pembelajaran dorongan dan respon usaha disebabkan oleh keinginan untuk mencapai prestasi dalam hidupnya. Hal ini membuat suatu individu memiliki keinginan, berusaha, bercita-cita, serta memiliki dorongan untuk mencapai hasil belajar yang tinggi. Hasil belajar tersebut mencerminkan kemampuan individu dalam menguasai mata pelajaran yang diajarkan serta dengan hasil belajar yang tinggi merupakan simbol keberhasilan akademik siswa.

 

Dengan demikian, dapat menunjukkan seberapa besar tingkat kemahiran siswa dalam mata pelajaran terprogram dan begitu pula sebaliknya. Motivasi tentu menjadi faktor penting yang bisa mempengaruhi dalam pembelajaran, sebab motivasi merupakan salah satu penentu utama hasil belajar siswa. Dalam hal ini, menjadikan perilaku di tempat kerja atau sekolah lebih kreatif, inovatif dan bertujuan. Menurut Muhammad (2017) menyatakan bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, akan selalu berusaha untuk lebih baik dan ingin selalu dipandang sebagai siswa yang berhasil dalam lingkungannya. Sedangkan siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar akan tidak menunjukkan kesungguhan dalam belajar, sehingga hasil belajar yang diperoleh tidak memuaskan. Semakin tinggi motivasi belajar peserta didik makin tinggi pula hasil belajar yang diperolehnya, dan begitu pula sebaliknya.

 

Motivasi dan belajar adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Motivasi sangat dibutuhkan untuk menunjang belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran. Belajar berdasarkan motivasi yang kuat akan memberikan hasil belajar yang terbaik. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa belajar adalah proses memperoleh seseorang mengenai keterampilan, kemampuan,
dan sikap. Dengan belajar juga dapat membawa perubahan, perubahan tersebut bukan mengarah pada segi pertumbuhan jasmani dan trauma fisik melainkan perubahan perilaku yang relatif permanen dan berpotensi sebagai hasil dari upaya belajar.

 

Menurut Slameto (dalam Muhammad, 2017) menjelaskan bahwa dalam kegiatan belajar, usaha belajar yang mengantar kepada perubahan tingkah laku adalah, dalam hal menerima pelajaran secara tuntas, menyelesaikan tugas-tugas pelajaran dan mempelajari buku-buku yang menunjang, mengingat-ingat apa yang sudah dipelajari dan menghubungkan informasi belajar yang baru diperoleh terhadap struktur kognitif yang sudah ada dalam ingatannya serta menghubungkan apa yang sudah diketahuinya dengan pekerjaan di lapangan

 

2. Teori-teori Motivasi

a. Teori Hierarki Maslow

Teori Hierarki Malow diperkenalkan oleh Abraham Maslow dalam makalahnya yang berjudul “A theory of human motivation”. Ia dianggap sebagai bapak psikologi, humanistik psikologi yang menggabungkan aspek - aspek psikologi behavioral dan psikoanalitik. Penganut behaviorisme meyakini bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh faktor lingkunga
eksternal, sedangkan Psikologi psikoanalitik didasarkan pada gagasan bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh kekuatan bawah sadar internal (Mendari, 2010).

 

Abraham Maslow (1943) mengemukakan bahwa pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkan hal tersebut dalam lima tingkatan kebutuhan dalam bentuk piramid yang dikenal dengan sebutan Hierarki Kebutuhan Maslow. Yuliana (2018) menyatakan bahwa teori kebutuhan menyebutkan bahwa tingkah laku individu berguna untuk memenuhi kebutuhannya. Teori ini mempunyai empat prinsip landasan, yakni: (1) manusia adalah binatang yang berkeinginan, (2) kebutuhan manusia tampak terorganisir dalam kebutuhan yang bertingkat-tingkat, (3) bila salah satu kebutuhan terpenuhi, kebutuhan lain akan muncul, dan (4) kebutuhan yang telah terpenuhi tidak mempunyai pengaruh, dan kebutuhan lain yang lebih tinggi menjadi dominan.

 

Keseluruhan teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow berintikan pendapat yang mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan pada lima hierarki kebutuhan yang dapat dilihat pada gambar berikut. Abraham Maslow (1943) menjelaskan kelima tingkatan kebutuhan tersebut sebagai berikut :

1) Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)

Kebutuhan fisiologikal merupakan sekumpulan kebutuhan dasar yang mendesak pemenuhannya atau disebut sebagai kebutuhan pokok karena berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup manusia. Kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan akan makanan, minuman, air, oksigen, istirahat, tempat berteduh, keseimbangan temperatur, seks dan kebutuhan akan stimulasi sensoris. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan mendasar bukan saja karena setiap orang membutuhkannya secara terus menerus sejak lahir sampai meninggal dunia, melainkan karena tanpa pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut manusia tidak dapat dikatakan sebagai manusia normal. Kebutuhan fisiologis ini bersifat universal, berarti tidak mengenal batas geografis, asal-usul, tingkat pendidikan, status sosial, pekerjaan, umur, jenis kelamin dan faktor-faktor lainnya yang menunjukkan keberadaan seseorang.

 

2) Kebutuhan Rasa Aman (Safety Needs)

Kebutuhan rasa aman ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian dan keteraturan dari lingkungannya. kebutuhan akan rasa aman dari kekerasan baik fisik maupun psikis seperti lingkungan yang aman bebas polusi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja serta bebas dari ancaman. Indikasi lain dari kebutuhan akan rasa aman pada anak- anak adalah ketergantungan. Menurut Maslow, anak akan memperoleh rasa aman yang cukup apabila ia berada dalam ikatan keluarganya dan sebaliknya. Dalam proses belajar mengajar diperlukan rasa aman pada diri anak sehingga merasa betah selama pelajaran berlangsung dan termotivasi untuk mengikuti dengan sungguh-sungguh. Hal ini dapat ditingkatkan bila guru selalu memberikan penghargaan dan umpan balik terhadap tugas-tugas siswa.

 

3) Kebutuhan Cinta (Love Needs)

Abraham Maslow (1943) menyatakan bahwa “If both the physiological and the safety needs are fairly well gratified, then there will emerge the love and affection and belongingness needs”. Jika kebutuhan fisiologis dan keamanan terpenuhi dengan baik, maka akan muncul kebutuhan cinta dan kasih sayang dan rasa memiliki. Kebutuhan ini terdiri dari kebutuhan akan kasih sayang dan memiliki. Manusia adalah makhluk sosial dan sebagai insan
sosial mempunyai berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan pengakuan akan keberadaan seseorang dan penghargaan atas harkat dan martabatnya.

 

4) Kebutuhan Penghargaan (Esteem Need)

Maslow mengemukakan bahwa setelah memenuhi kebutuhan Fisiologis, Keamanan dan Sosial, orang tersebut berharap diakui oleh orang lain, memiliki reputasi dan percaya diri serta dihargai oleh setiap orang. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, ketidaktergantungan, dan kebebasan. Penghargaan dari orang lain meliputi nama baik, prestise, gengsi, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta apresiasi. Maslow menegaskan bahwa rasa harga diri yang sehat lebih didasarkan pada prestasi ketimbang prestise, status atau keturunan. Dengan kata lain, rasa harga diri individu yang sehat adalah hasil usaha individu yang bersangkutan. Dan merupakan bahaya psikologis apabila seorang lebih mengandalkan rasa harga dirinya pada opini orang lain daripada kemampuan dan prestasi pada dirinya sendiri.

 

5) Kebutuhan Aktualisasi Diri (Need for Self Actualization)

Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri merupakan hierarki kebutuhan dasar manusia yang paling tinggi dalam Maslow. Aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai perkembangan dari individu yang paling tinggi, mengembangkan semua potensi yang ia miliki dan menjadi apa saja menurut kemampuannya. Sedangkan menurut Mendari (2010) Kebutuhan aktualisasi diri adalah suatu kebutuhan untuk mengoptimalkan potensi diri, suatu keinginan untuk menjadi apa yang dirasakan oleh individu karena mempunyai potensi mencapainya. Contoh, seseorang yang berbakat musik menciptakan komposisi musik, seseorang yang berbakat melukis menciptakan karya lukisannya, seseorang yang berpotensi menyanyi akan mengembangkan bakatnya.

 

b. Teori Herzberg

Prihartanta (2015) menyatakan bahawa teori motivasi Herzberg dikenal juga dengan teori dua faktor. Dalam teori ini terdapat dua jenis faktor yang dapat mendorong seseorang untuk mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor tersebut yakni faktor hygiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik).

 

1) Faktor Hyginie

Faktor hygiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, di dalamnya termasuk hubungan antar manusia, imbalam, kondisi lingkungan, dan lain-lain. Dalam ketidakpuasan bekerja, faktor ini berkaitan dengan gaji, keamanan bekerja, kebijakan perusahaan, dan lain-lain.

 

2) Faktor Motivator

Faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, di dalamnya termasuk pencapaian, pengakuan, prestasi, tanggung jawab, dan lain-lain.

 

c. Teori McCellanad

Teori McCelland dikenal juga sebagai teori kebutuhan berprestasi. Andjarwati (2015) berpandangan bahwa Teori McCellanad ini merupakan kebutuhan pencapaian didasarkan pada Teori Aktualisasi diri Maslow. Teori ini dikemukakan oleh Mc Clelland (dalam Prihantanta, 2015) yang menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, diantaranya sebagai berikut.

1) Need for achievement, yakni kebutuhan akan prestasi.

2) Need for affiliation, yakni kebutuhan akan hubungan sosial (hampir sama dengan social need-nya Maslow), kebutuhan untuk Bersama-sama dengan orang lain, mempunyai hubungan afeksi yang hangat dengan orang lain, atau selalu bergabung dengan kelompok.

3) Need for power, yakni kebutuhan untuk mengatur atau memberikan pengaruh terhadap orang lain.

 

3. Jenis-jenis Motivasi

Jenis motivasi dibedakan menjadi dua jenis, yakni:

a. Motivasi Internal

Motivasi internal adalah motivasi yang memberikan kesenangan atau kepuasan karena melakukan suatu perilaku yang tidak mengharapkan imbalan. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh dua alasan, yaitu alasan untuk mendapatkan stimulasi kognitif dan untuk mendapatkan rasa telah berprestasi, merasa kompeten dan merasa bisa menguasai lingkungan.

Individu dengan motivasi intrinsik akan menjadi aktif dan tidak memerlukan rangsangan dari luar dalam bertindak. Karena dalam setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang rajin bertanya dalam diskusi. Hal tersebut dilakukan karena ingin mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang berguna dalam perkuliahannya, tidak ada tujuan lain. Perilakunya murni untuk mendapatkan informasi penting yang dibutuhkan dalam kuliah, bukan karena ingin pujian atau imbalan lain.

 

b. Motivasi Eksternal

Motivasi eksternal menurut (Nuraini & Laksono, 2019) mengacu pada perilaku yang didorong oleh penghargaan eksternal seperti uang, ketenaran dan pujian. Motivasi eksternal berasal dari lingkungan eksternal, dari luar diri individu yang berlaku dengan imbalan imbalan tertentu, seperti pujian dari orang lain. Imbalan tersebut membuatnya memperkuat perilaku. Individu dengan motivasi eksternal akan menjadi aktif karena adanya rangsangan dari luar. Dengan kata lain, motivasi eksternal adalah dorongan yang menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu yang bersumber pada suatu kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi.

Sebagai contoh seorang karyawan baru yang rajin bertanya dalam diskusi, karena mengharapkan pujian dari atasannya. Tujuan utamanya bukan dalam memperoleh informasi, tetapi pada pujian yang didapatkan karena melakukan sesuatu. Jadi, kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya tidak secara langsung berkaitan dengan esensi dari aktivitas yang dilakukannya.

Dalam berperilaku, dorongan yang dimiliki individu tidak selalu internal dan eksternal. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi individu, baik faktor internal maupun eksternal. Akan tetapi, ada kecenderungan jenis motivasi tertentu yang menjadi kekhasan individu dalam berperilakunya.

 

B. Hubungan Motivasi dengan Pengajaran dan Pembelajaran

Belajar merupakan perubahan tingkah laku kea rah yang lebih baik, dihasilkan dari latihan dan pengalaman sehingga dapat menjadi pembeda antara manusia dengan binatang serta menjadi ciri khas manusia itu sendiri. Motivasi belajar menjadi suatu hal yang penting, karena dapat mendorong, menggerakkan dan mengarahkan kegiatan belajar siswa menjadi lebih baik. Menurut Budisantoso (2019) ada beberapa cara untuk memotivasi peserta didik, diantaranya sebagai berikut.

1. Kebermaknaan

2. Modelling

3. Komunikasi terbuka

4. Prasyarat

5. Novelty

6. Latihan/praktik yang aktif dan bermanfaat

7. Latihan terbagi

8. Kurangi secara sistematik paksaan belajar

9. Kondisi yang menyenangkan

 

C. Motivasi yang Diperlukan Peserta Didik

Motivasi dalam belajar tentu sangat penting, di awal sudah dijelaskan bahwa motivasi adalah tenaga yang menggerakan dan mengarahkan aktivitas seseorang, artinya dengan motivasi seorang siswa akan belajar dan sekolah sehingga akhirnya akan mencapai suatu keberhasilan dalam belajar. Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru.

Bagi siswa pentingnya motivasi belajar adalah sebagai berikut:

1. Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir

2. Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar yang dibandingkan dengan teman sebaya

3. Mengarahkan kegiatan belajar

4. Membesarkan semangat belajar

Bagi guru motivasi belajar juga sangat penting. Pemahaman dan pengetahuan tentang motivasi belajar pada siswa bermanfaat bagi guru, manfaat itu sebagai berikut:

1. Membangkitkan, meningkatkan dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil

2. Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di kelas yang bermacammacam

3. Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memiliki satu diantara bermacammacam peran seperti sebagai penasihat, fasilitator, instruktur dalam diskusi, dan juga penyemangat bagi peserta didik

Adapun menurut (- & -, 2019) motivasi belajar memiliki indikator yakni:

1. Tekun menghadapi tugas

2. Ulet menghadapi kesulitan yakni tidak lekas putus asa

3. Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah

4. Lebih sering bekerja mandiri

5. Dapat mempertahankan pendapatnya

 

D. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Motivasi sebagai suatu kondisi psikologis seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Mengacu pada definisi motivasi sendiri, faktor terpenting yang mempengaruhi motivasi tentu adalah kebutuhan. Dari kebutuhan itulah, siswa akan memiliki motivasi untuk memenuhinya. Hal ini senada dengan pendapat B. MacDonald dalam Kamaluddin, M. (2017) bahwa “motivation largely depends upon our needs, expectations, and incentives”. Setidaknya ada tiga faktor utama yang mendasari motivasi, yakni kebutuhan, ekspektasi atau harapan, dan dorongan.

 

Secara umum banyak yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain:

1. Cita-cita/aspirasi siswa

2. Kemampuan siswa

3. Kondisi siswa dan lingkungan

4. Unsur-unsur dinamis dalam belajar

5. Upaya guru dalam membelajarkan siswa.

 

Hal tersebut di perkuat dengan apa yang dipaparkan oleh Max Darsono dkk dalam Masni, H. (2017), mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar yakni:

 

1. Cita-cita atau aspirasi

Cita-cita atau aspirasi adalah suatu target yang ingin dicapai. Penentuan target ini tidak sama bagi semua peserta didik. Target ini diartikan sebagai tujuan yang ditetapkan dalam suatu kegiatan yang mengandung makna bagi peserta didik.

 

2. Kemampuan

Dalam belajar dibutuhkan kemampuan. Kemampuan ini meliputi beberapa aspek psikis yang terdapat dalam diri peserta didik, misalnya kecerdasan, pengamatan, perhatian dan daya pikir analisa

 

3. Kondisi

Kondisi peserta didik meliputi kondisi fisik (kesehatan) dan kondisi psikologis misalnya emosi. Kondisi ini terkadang mengganggu aktivitas peserta didik dalam pembelajaran, misalnya saja peserta didik yang kurang sehat motivasi belajarnya akan berbeda sewaktu dia dalam keadaan sehat. Begitu pula kondisi psikis peserta didik, misalnya dia sedang mengalami patah hati atau putus dari pacarnya, hal ini akan berdampak buruk bagi peserta didik yang tidak bisa menempatkan/mengendalikan emosinya secara baik. Dia malahan banyak murung daripada mengerjakan berbagai tugas-tugas pembelajaran.

 

4. Kondisi lingkungan

Kondisi lingkungan peserta didik meliputi lingkungan keluarga, lingkungan

sekolah dan lingkungan masyarakat.

 

5. Unsur-unsur dinamis dalam belajar

Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang keberadaannya dalam proses belajar tidak stabil, kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah dan bahkan hilang sama sekali khususnya kondisi-kondisi yang sifatnya kondisional misalnya emosi peserta didik, gairah belajar, situasi belajar, situasi dalam keluarga.

 

6. Cara Guru Mengajar

Cara yang dimaksud di sini adalah bagaimana seorang dosen mempersiapkan diri sebelum mengajar, ketepatan waktu, materi yang disampaikan, keakraban dengan peserta didik, dan sejenisnya.

 

Adapun menurut Slameto dalam Emda, A. (2018) Seorang individu membutuhkan suatu dorongan atau motivasi sehingga sesuatu yang diinginkan dapat tercapai, dalam hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi belajar antaran lain:

 

1. Faktor Individual

Seperti kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.

2. Faktor Sosial

Seperti keluarga atau keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alatalat dalam belajar, dan motivasi sosial.

 

Faktor lain yang dapat mempengaruhi belajar menurut Slameto (1991:91) yaitu:

1. Faktor-faktor intern: faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan.

2. Faktor ekstern: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.

Mengacu pada beberapa pendapat tersebut dapat dipahami bahwa siswa, guru, proses dan lingkungan belajar menjadi faktor penting yang mempengaruhi motivasi siswa. Kaitannya dengan proses pembelajaran di kelas, guru sebagai fasilitator tentu memiliki peran penting untuk dapat membuat seluruh komponen tersebut bekerja dengan baik dan saling berkaitan, sehingga dapat membantu meningkatkan motivasi belajar siswa secara optimal.

 

E. Strategi Menumbuhkan Motivasi

Dalam upaya meningkatkan motivasi belajar siswa, selain siswa itu sendiri, guru memiliki peran yang sangat vital. Guru sebagai fasilitator siswa dalam kegiatan belajar di kelas harus memiliki strategi jitu agar dapat membantu siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi. Sudirman AM dalam Kamaluddin, M. (2017) menyampaikan ada beberapa cara untuk memotivasi siswa dalam belajar yakni

1. Memberikan hadiah,

2. Angka atau penilaian

3. Pujian,

4. Hasrat untuk belajar

5. Hukuman

6. Menciptakan kompetisi,

7. Memberikan kesadaran mengenai harga diri,

8. Penilaian tes atau ulangan

9. Memberikan hasil tes

10. Melakukan pembelajaran yang berkonteks sesuai minat siswa

11. Tujuan belajar yang dapat diterima siswa.

 

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru untuk membangkitkan motivasi belajar siswa sebagaimana yang dikemukakan oleh Wina Sanjaya dalam Emda, A. (2018) yaitu:

 

a. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.

Tujuan yang jelas dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar. Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, maka akan semakin kuat motivasi belajar siswa. Oleh sebab itu guru perlu menjelaskan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai sebelum proses pembelajaran dimulai.

 

b. Membangkitkan minat siswa.

Siswa akan terdorong untuk belajar, manakala mereka memiliki minat untuk belajar. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan minat siswa diantaranya:

1) Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa.

2) Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa.

3) Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi.

c. Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar

d. Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa

e. Berikan penilaian

f. Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa.

g. Ciptakan persaingan dan kerjasama.

 

Adapun dari berbagai hasil studi laboratories dan eksperimental telah dikembangkan berbagai saran upaya untuk meningkatkan motivasi kerja termasuk perbuatan belajar dalam buku yang ditulis Makmum, Abin Syamsuddin (2007) dipaparkan sebagai berikut.

 

1) Hindarkanlah sugesti dan kondisi dan yang negatif (kurang menunjang dan menggairahkan).

2) Ciptakan situasi kompetensi yang sehat, baik antar individu ataupun kelompok dalam kelas.

3) Adakan pacemaking (atas dasar prinsip goalgradient: makin jelas dan dekat
pada suatu tujuan/sasaran, makin kuat motif berusaha).

4) Informasikan hasil kegiatan dan berikan kesempatan kepada individu atau kelompok bersangkutan untuk mendiskusikannya.

5) Dalam hal tertentu, ganjaran dan hadiah (reward and bonus atau insentif dapat juga diberikan dalam bentuk penghargaan dengan pujian, piagam fasilitas, kesempatan, promosi, dan sebagainya). Bila dipandang mungkin dapat juga digunakan hukuman pedagogis (punishment, fenalty) Berbagai upaya perlu dilakukan guru agar proses pembelajaran berhasil. Guru harus kreatif dan inovatif dalam melakukan tugas pembelajaran


DAFTAR PUSTAKA

Andjarwati, T. (2015). Motivasi dari sudut pandang teori hirarki kebutuhan Maslow, teori dua faktor Herzberg, teori xy Mc Gregor, dan teori motivasi prestasi Mc Clelland (Doctoral dissertation, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya).

Budisantoso, E. N. Q. (2019). Resume Pengembangan Motif dan Motivasi Peserta

Didik dalam Pembelajaran. Universitas Pendidikan Indonesia. Emda, A. (2018). Kedudukan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran. Lantanida Journal, 5(2), 172-182.

Kamaluddin, M. (2017). Pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar matematika dan strategi untuk meningkatkannya. In Seminar Matematika

Dan Pendidikan Matematika (Vol. 67, pp. 455-60).

Kirom, A. (2017). Peran guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran berbasis multikultural. Jurnal Al-Murabbi, 3(1), 69-80.

Makmum, Abin Syamsuddin. PSIKOLOGI KEPENDIDIKAN. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.

Manzilatusifa, U. (2007). Pemberian motivasi guru dalam pembelajaran. Educare.

Masni, H. (2017). Strategi meningkatkan motivasi belajar mahasiswa. Jurnal Ilmiah Dikdaya, 5(1), 34-45.

Maslow, A. H. (1943). A theory of human motivation. Psychological review, 50(4), 370. Mendari, A. S. (2010). Aplikasi teori hierarki kebutuhan Maslow dalam meningkatkan motivasi belajar mahasiswa. Widya Warta: Jurnal Ilmiah Universitas Katolik Widya Mandala Madiun, 34(01), 82-91.

Muhammad, M. (2017). Pengaruh motivasi dalam pembelajaran. Lantanida
Journal, 4(2), 87-97.
Nuraini, N. L. S., & Laksono, W. C. (2019). Motivasi Internal dan Eksternal Siswa Sekolah Dasar pada Pembelajaran Matematika. Sekolah Dasar: Kajian Teori Dan Praktik Pendidikan, 28(2), 115–124. https://doi.org/10.17977/um009v28i22019p115

Pane, A., & Dasopang, M. D. (2017). Belajar dan pembelajaran. Fitrah: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Keislaman, 3(2), 333-352.

Prihartanta, W. (2015). Teori-teori motivasi. Jurnal Adabiya, 1(83), 1-11.

Qois. Budisanto. (2019). Resume Pengembangan motif dan motivasi peserta didik dalam pembelajaran.

Ramli, M. (2015). Hakikat pendidik dan peserta didik. Tarbiyah Islamiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam, 5(1).

Yuliana, A. (2018). Teori Abraham Maslow dalam Analisa Kebutuhan Pemustaka. Libraria, 6(2), 349-376. -, S., & -, P. (2019). Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa. G-Couns: Jurnal

Bimbingan Dan Konseling, 3(1), 73–82. https://doi.org/10.31316/g.couns.v3i1.89