Resume Akhlak : Aspek Moral Ajaran Islam
Akhlak : Aspek
Moral Ajaran Islam
Islam dan Persoalan Moral
Menurut Al-Quran,
ketika Allah menciptakan sesuatu hal (khalq), Ia memberikan sifat-sifat,
potensi-potensi, dan hukum-hukum tingkah laku, baik berupa perintah atau
petunjuk kepadanya, sehingga semua unsur makhluk mengikuti sebuah pola
tertentu. Karena amal yang dilakukan pada dasarnya bertentangan dengan kehendak
nafsu, untuk itu menurut al-Ghazali diperlukan adanya kesabaran. Kombinasi tiga
unsur (arkan), yaitu ilmu, amal, dan sabar, inilah yang akan dapat menghapuskan
sifat-sifat buruk dalam diri manusia.
Akhlak :
Dimensi Moral Ajaran Islam
Akhlak berasal dari kata akhlaku
(bahasa arab), bentuk jama' dari kata khulunqun, yang berarti tabi'at,
kelakuan, perangai, tingkah laku, karakter, budi pekerti, dan adat kebiasaan. Akhlak
menurut istilah berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu
keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.
Perbuatan akhlak merupakan tujuan inti
dari setiap diutusnya Rasulullah ditengah-tengah suatu umat.
Akhlak sebagai ajaran moral dalam
Islam mencakup dimensi yang sangat luas, meliputi seluruh aspek hubungan yang
terjalin pada manusia, termasuk pada dirinya sendiri dan kepada Allah sebagai
Tuhannya. Oleh karena itu, norma-norma yang Islami melingkupi:
1) Akhlak terhadap Allah
2) Akhlak terhadap Diri Sendiri
3) Akhlak terhadap Sesama Manusia
4) Akhlak terhadap Lingkungan Alam
Akhlak bersumber dari Al-Quran dan
As-Sunnah, atau perundang-undanngan dan adat istiadat masyarakat yang selaras dengan
ruh ajaran Islam.
Rasulullah Saw. dijadikan oleh Allah
Swt. sebagai model kepribadian yang sempurna dalam menampilkan nilai-nilai
moral kebutuhan dalam kehidupan. Pada dirinya ada contoh-contoh bagaimana
menereapkan nilai-nilai kebutuhan itu dalam kehidupan nyata umat manusia.
Pendidikan Akhlak Mulia
Memasuki Islam secara kâffah adalah
dengan meng-Islamkan ke-4 unsur manusia, yakni: raga, hati, roh, dan rasa.
Pandangan ini mengemukakan adanya tiga alat dalam tubuh manusia dalam
hubungannya dengan Allâh, yakni qolb yang berfungsi untuk mengetahui
Sifat-sifat Allâh, ruh yang berfungsi untuk mencintai Allâh, dan sirr (rasa)
yang berfungsi untuk melihat Allâh.
Ulama Sufi, antara lain Al-Ghazali
(1989), menjelaskan 7 macam nafsu sebagai proses taroqi (menaik) manusia menuju
Tuhan, yakni:
1) Nafsu Amarah
2) Nafsu Lawwamah
3) Nafsu Mulhimah
4) Nafsu Muthmainnah
5) Nafsu Rodhiyah
6) Nafsu Mardhiyah
7) Nafsu Kamilah
Ada
7 karakter ‘inti’ (sebagai dasar beragama) yang perlu dipersonalisasikan
melalui riyadhoh, yakni:
1) Tahap 1, Taubat.
2) Tahap 2, Zuhud.
3) Tahap 3, Qona`ah.
4) Tahap 4, Tawakkal `alallah.
5) Tahap 5, `Uzlah,
6) Tahap 6. Mulazimatu Dzikr (melanggengkan
zikir).
7) Tahap 7, Sabar.
Tasawwuf
Ada beberapa tujuan tasawwuf,
diantarnaya:
1) Tazkiyat Al-Nafs (Pensucian Jiwa)
2) Taqarrub Ila Allah (Pendekatan Diri Kepada
Allah)
3) Pembentukan Manusia yang Ikhlas
Sumber ajaran
tasawwuf yaitu Al-Quran dan Hadist.
Tasawuf mempunyai perkembangan
tersendiri dalam sejarahnya. Berasal dari gerakan zuhud yang personal,
selanjutnya berkembang menjadi gerakan tasawuf massif yang melahirkan kelompok
dan ordo-ordo tertentu.
Di dalam ilmu tasawwuf dikenal jenjang-jenjang yang harus ditempuh oleh para
salik (murid tasawwuf) untuk mencapai
ma'rifat. Jenjang-jenjang ini ada yang disebut dengan maqamat (tempat-tempat berada atau posisi-posisi), dan ada yang
disebut dengan ahwal (keadaan-keadaan
atau kondisi).
1) Maqamat didefinisikan sebagai "maqamul 'abdi bayna yadai rabbihi fima
yuqamu fihi minal ibadati wal mujahadati war riyadloti" (Posisi hamba
di sisi Tuhan-nya dalam hal melaksanakan ibadah, mujahadah, dan riyadhah).
2) Ahwal didefinisikan sebagai keadaan hati yang
diperoleh dan dirasakan selama menjalani maqam-maqam (maqamat) dalam tasawwuf.
Ahwal ini tidak diperoleh melalui upaya, baik ibadah, mujahadah, maupun
riyadhoh, tapi diperoleh sebagai efek dari pelaksanaan konsep-konsep yang
termasuk dalam maqamat.