Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tugas Otentik dalam Pembelajaran



Tugas Otentik dalam Pembelajaran

Pengertian Task (Tugas Kinerja)

Secara sederhana task dapat diartikan sebagai tugas kinerja. Task dapat didefinisikan sebagai perangkat tugas yang mengarahkan peserta didik untuk menunjukan kinerja tertentu yang akan dinilai. Suskie (dalam Wulan, 2018, hlm. 29) menyatakan task dengan istilah assignment. Baik task maupun assignment, pada konteks asesmen kinerja mengandung makna yang sama. Menurut Guskey dan Marzano (dalam Wulan, 2018, hlm. 29) task dapat disusun mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks. Sejalan dengan itu, Stigins dan Chapuis (dalam Wulan, 2018, hlm. 30) menyebutkan bahwa kompleksitas task sangat bergantung pada seberapa kompleks kinerja yang perlu ditunjukkan peserta didik. Berdasarkan pendapat tersebut maka suatu tugas itu bermacam-macam mulai dari yang sederhana sampai yang lebih rumit atau kompleks, tergantung pada kinerja yang perlu dilakukan oleh peserta didik.

 

Pada konteks pembelajaran, kriteria utama dalam menyusun task adalah kesesuaiannya dengan tujuan penilaian. Tetapi tujuan penilaian yang dirumuskan tersebut harus sesuai sepenuhnya dengan Kompetensi Dasar (KD) yang akan diukur (Moskal dan Mines dalam Wulan, 2018, hlm. 30). Kesesuaian antara Kompetensi Dasar, tujuan, task, dan rubrik merupakan syarat utama dalam suatu asesmen kinerja yang efektif. Tujuan serta task yang dipilih harus menjadi sampel yang baik untuk kinerja penting yang perlu diukur dalam KD. Jika tujuan yang dirumuskan kurang atau tidak sesuai dengan KD, maka asesmen kinerja yang dilakukan tidak dapat mengukur capaian kurikulum.

Task perlu secara representatif menampilkan kinerja yang akan dinilai pada rubrik. Task yang baik juga harus menyediakan pengalaman belajar yang bernilai bagi peserta didik (Moskal dan Mines dalam Wulan, 2018, hlm. 30). Berdasarkan hal tersebut, maka seorang guru harus benar-benar memahami tujuan dan kedudukan asesmen sebelum task direncanakan. Sehingga pembelajaran yang dilakukan dapat bernilai bagi peserta didik.

 

Kedudukan Task dalam Asesmen Kinerja

\Kedudukan task dalam asesmen kinerja sangat bergantung pada misi dan kedudukan asesmen yang akan dilakukan. Apabila merujuk pada Western and Nothern Canadian Protocol for Collaboration in Education (dalam Wulan, 2018, hlm. 30), asesmen secara umum memiliki tiga misi utama yaitu:

1)   Sebagai assessment of learning (menilai capaian pembelajaran)

2)   Sebagai assessment for learning (untuk perbaikan pembelajaran)

3)   Sebagai assessment as learning (sebagai sarana belajar)

 

Berdasarkan pandangan para ahli tentang assessment of/for/as learning, fungsi dan posisi task pada setiap misi assessmen tersebut dapat dianalisis. Berdasarkan hasil analisis tersebut, fungsi dan posisi task (tugas kinerja) pada ketiga misi asesmen memiliki perbedaan yang mendasar.

 

Pada konteks asseement of learning, task digunakan untuk memandu peserta didik menunjukkan kinerja yang akan dinilai. Fokus utama asesmen disini adalah capaian belajar peserta didik. Dengan demikian task menjadi sarana untuk menunjukkan kompetensi atau capaian belajar. Task dalam hal ini tidak berkedudukan sebagai alat belajar, karena proses belajar peserta didik sudah terjadi.

 

Pada konteks assessment as learning, task lebih ditujukan sebagai sarana belajar. Pengerjaan task dimaksudkan untuk memberi pengalaman belajar kepada peserta didik. Peserta didik dapat menguasai kompetensi tertentu setelah mengerjakan task tersebut. Task digunakan untuk melatih kemampuan belajar dan membentuk peserta didik sebagai individu pembelajar. Salah satu contoh dari asesmen kinerja sebagai assessment as learning adalah asesmen praktikum sehari-hari dan asesmen proyek. Worksheet atau Lembar Kerja (LK) merupakan contoh task yang dipakai sebagai sarana belajar peserta didik.

 

Pada konteks assessment for learning, task memiliki kedudukan yang lebih dekat dengan assessment as learning. Fokus utama assessment for learning adalah refleksi belajar peserta didik dan umpan balik perbaikan belajar. Dengan demikian task memiliki dua kedudukan yaitu untuk mengembangkan kompetensi dan untuk peserta didik belajar. Peserta didik akan meningkatkan kualitas pengerjaan tasknya berdasarkan umpan balik yang diberikan. Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan oleh Stiggins dan Chappuis (dalam Wulan, 2018, hlm. 31) yaitu umpan balik diberikan untuk memperbaiki cara belajar peserta didik.

 

Kriteria Task yang Otentik

Worksheet atau Lembar Kerja Siswa (LK) atau LKS (lembar kerja siswa) merupakan salah satu bentuk dari task. Worksheet atau LK merupakan salah satu bentuk task yang cukup kompleks karena banyak kegiatan peserta didik yang perlu dipandu (diarahkan) dalam LK tersebut. Meskipun LK tersebut merupakan salah satu bentuk task yang kompleks, namun sebagian LK yang ada belum memenuhi konstruksi task yang baik. Hasil penelitian Metin (dalam Wulan, 2018, hlm. 35) menemukan guru mengalami kesulitan dalam menyusun task yang baik. Hal ini antara lain disebabkan karena terlalu banyak format dan bentuk task dalam asesmen kinerja yang perlu dipilih. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa para guru tersebut belum memahami sepenuhnya tentang kaidah task yang baik.

 

Task dinyatakan baik apabila memiliki keterkaitan dengan dunia nyata atau bisa disebut dengan otentik. Wulan (2018 hlm. 35) menyebutkan bahwa secara umum task yang baik tersebut perlu memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:

1)       Task bermakna bagi peserta didik dan guru

2)       Menuntut peserta didik menganalisis informasi dan menarik kesimpulan

3)       Meminta peserta didik menunjukkan proses atau hasil kerja yang jelas

4)       Meminta peserta didik mengerjakan sesuatu yang menggambarkan pengetahuan (knowladge), sikap (attitude) dan keterampilan (skills)

5)       Disusun dengan melibatkan peserta didik

 

Task dikatakan bermakna bagi guru apabila melalui pengerjaan task tersebut, guru dapat memperoleh informasi penting tentang kemampuan peserta didik. Sedangkan task dinyatakan bermakna bagi peserta didik apabila melalui task tersebut peserta didik dapat mempelajari sesuatu yang penting bagi hidupnya. Menurut Brown dan Mevs (dalam Wulan, 2018, hlm. 35) task tidak boleh bersifat stereotypes atau hanya mengulang apa yang sudah dipelajari peserta didik. Karena pada dasarnya task seperti itu tidak memberikan pengalaman belajar baru bagi peserta didik.

 

Menurut Wyatt-Smith (dalam Wulan, 2018, hlm. 36) pengembangan task tidak hanya perlu memperhitungkan perspektif guru, namun juga perspektif peserta didik. Perspektif guru berkaitan dengan kepentingan guru terhadap task. Sedangkan perspektif peserta didik berkaitan dengan kepentingan peserta didik. Aktivitas pembelajaran sesungguhnya merupakan milik peserta didik. Jadi perlu dipertimbangkan apakah task yang akan dikerjakan dapat memotivasi belajar, tidak menimbulkan kecemasan, dan mendorong peserta didik berupaya maksimal sehingga peserta didik dapat menunjukan kinerja terbaiknya.

 

Keterlibatan peserta didik dalam pengembangan task dapat dilakukan mulai dari keterlibatan paling kecil hingga paling besar. Keterlibatan peserta didik pada porsi kecil yaitu melalui pengkomunikasian task sebelum dikerjakan melalui tanya jawab, kemudian guru selanjutnya memperbaiki redaksi kalimat atau menambahkan beberapa keterangan agar task tersebut menjadi jelas.

 

Keterlibatan peserta didik yang paling besar dalam penyusunan task adalah saat peserta didik memberi umpan balik atau usulan berkaitan dengan alat, bahan, atau langkah kegiatan yang akan mereka kerjakan, atau saat guru dan peserta didik mengkonstruksi task bersama-sama mulai dari mempelajari kompetensi yang akan dicapai, hingga merumuskan bagaimana proses pengerjaannya.

 

Terdapat pedoman untuk memeriksa kualitas task pada asesmen kinerja pembelajaran sains (IPA). Pedoman tersebut antara lain sebagai berikut:

1.   Esensial dan valid, artinya terkait standar dan tujuan kurikulum.

2.   Autentik, artinya terkait kehidupan nyata atau pada situasi yang sesungguhnya.

3.   Integratif, artinya menuntut integrasi pengetahuan, sikap, dan keterampilan berpikir siswa.

4.   Problem atau masalah menarik bagi peserta didik dan menuntut ketekunan.

5.   Mendorong peserta didik menjadi pemikir yang divergen (terbuka) dan bijaksana.

6.   Feasible, artinya aman dikerjakan peserta didik dan dapat dilakukan.

7.   Penggunaan kelompok dalam pengerjaan tugas dapat merangsang proses berpikir individu.

8.   Meskipun tugas dikerjakan kelompok, kinerja individual mudah diobservasi.

9.       Terdapat sejumlah definisi yang dibutuhkan dan petunjuk yang jelas.

10.    Bersifat open ended, artinya terbuka terhadap respon yang lebih luas dari peserta didik.

11.    Pengalaman peserta didik dalam mengerjakan task terkait dengan pembelajaran berikutnya.

12.    Peserta didik memiliki beberapa alternatif pilihan dalam menampilkan produk akhir.

13.    Petunjuk pada task bebas dari informasi yang tidak relevan atau terlalu panjang.

14.    Arahan dan petunjuk pada task bebas dari kata atau kalimat yang tidak dipahami peserta didik (Brown dan Mevs dalam Wulan, 2018, hlm. 39).

 

Pada uraian tentang kriteria task di atas, terdapat kriteria tentang pengerjaan tugas oleh kelompok untuk merangsang kemampuan individu. Artinya meskipun task dikerjakan secara kelompok, penilaian peserta didik tetap harus individual (Masole dan Howie dalam Wulan, 2018, hlm. 39). Hal ini disebabkan karena ketuntasan dalam mencapai tujuan pembelajaran adalah milik individu bukan kelompok.