Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Asesmen untuk Tugas Otentik



Asesmen untuk Tugas Otentik

Pengertian Asesmen Otentik

Penilaian dalam Kurikulum 2013 menganut prinsip penilaian yang berkelanjutan dan komperhensif guna mendukung upaya memandirikan siswa untuk belajar, bekerja sama dan menilai diri sendiri (Wijayanti, 2014, hlm. 103). Penilaian merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Samatowa (2016, hlm. 159) mengemukakan bahwa

 

Performance assessment atau disebut pula dengan asesmen kinerja yaitu yang menghendaki siswa untuk mendemonstrasikan kemampuan baik pengertian maupun keterampilan dalam bentuk kinerja yang nyata yang ditunjukkan dalam bentuk satu tugas atau seperangkat tugas. Pendekatan penilaian itu disebut penilaian yang sebenarnya atau penilaian otentik (authentic assesment).

 

Authentic assessment adalah satu asesmen hasil belajar yang menuntut siswa dapat menunjukan hasil belajar berupa kemampuan dalam kehidupan nyata, bukan sesuatu yang dibuat-buat atau hanya diperoleh di dalam kelas, tetapi tidak dikenal dalam dunia nyata kehidupan sehari-hari (Samatowa, 2016, hlm. 160). Selain itu Doran, R. (dalam Hamdu, 2016 hlm. 42) menjelaskan bahwa “Autentik adalah suatu istilah asesmen yang menunjuk pada situasi “dunia nyata” atau konteks, yang secara umum membutuhkan suatu pendekatan yang bervariasi untuk pemecahan masalah dan masalah apa yang memungkinkan adanya lebih dari satu solusi untuk pemecahan masalah”. Asesmen ini juga sering memberikan siswa kesempatan untuk menghasilkan beragam solusi terhadap permasalahan. Jadi asesmen yang digunakan tidak sebatas pada lingkup pemahaman terhadap konsep saja, namun asesmen yang diharapkan adalah penilaian/asesmen yang nyata atau sebenarnya. Bahkan lebih jauh lagi seperti yang diungkapkan oleh Johnson, Elaine B (dalam Hamdu, 2016, hlm. 42) bahwa penilaian autentik mengajak para siswa untuk menggunakan pengetahuan akademik dalam konteks dunia nyata untuk tujuan yang bermakna.

 

Asesmen autentik lebih menekankan siswa dapat mendemonstrasikan keterampilan dan pengetahuannya untuk menjawab sejumlah pertanyaan. Untuk dapat mendemonstrasikan keterampilan dan pengetahuannya maka dirancang tugas yang perlu diselesaikan selama pembelajaran. Tugas ini harus sejalan dengan aktivitas riil atau masalah nyata siswa. Jawaban dari tugas tersebut memungkinkan ada lebih dari satu benar jawaban atau mengoreksi jawaban dari tugas untuk lebih meyakinkan. Contoh bentuk tugas dari asesmen otentik antara lain percobaan IPA, proyek penelitian, presentasi, memberi pelajaran, memecahkan permasalahan hidup yang nyata, dan portofolio (Mueller. J dalam Hamdu, 2016, hlm. 42).

 

Penilaian otentik dikembangkan karena penilaian tradisional yang selama ini digunakan mengabaikan konteks dunia nyata dan kurang menggambarkan kemampuan siswa secara holistik (Santrock dalam Majid, 2014, hlm. 236). Oleh karena itu, menurut Pokey dan Siders (dalam Majid, 2014, hlm. 236), penilaian otentik diartikan sebagai upaya mengevaluasi pengetahuan atau keahlian siswa dalam konteks dunia riil atau kehidupan nyata. Dalam penilaian ini siswa dirancang untuk menerapkan informasi dan keterampilan baru dalam situasi nyata untuk tujuan tertentu. Dengan demikian, penilaian ini merupakan sarana bagi sekolah untuk merealisasikan segala kemauan, kemampuan, dan kreativitas siswa.

 

Karakteristik Penilaian Otentik

Beberapa karakteristik penilaian autentik menurut Sani (dalam Ermawati, 2017 hlm. 94) diantaranya antara lain :

1)       Berpusat pada peserta didik

2)       Merupakan bagian terintegrasi dari pembelajaran

3)       Bersifat kontekstual dan bergantung pada konten pembelajaran

4)       Merefleksikan kompleksitas pembelajaran

5)       Menggunakan metode/prosedur yang bervariasi

6)       Menginformasikan cara pembelajaran atau program pengembangan yang seharusnya dilakukan

7)       Bersifat kualitatif

 

Dalam kenyataan dilapangan, penilaian otentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunakan standar tes berbasis  norma, pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan, atau membuat jawaban singkat. Tentu saja pola penilaian tersebut tidak dinafikan dalam proses pembelajaran, karena memang lazim digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik. Asesmen otentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama dengan siswa, dalam asesmen autentik sering kali pelibatan siswa sangat penting. Asusmsinya peserta didk dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan dinilai.

 

Siswa diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada asesmen autentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh di luar sekolah. Asesmen autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan siswa, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan siswa berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, siswa bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.

 

Asesmen otentik meniscayakan proses belajar yang otentik pula. Menurut Ormiston (dalam Majid, 2014, hlm. 241) “belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang dilakukan oleh peserta didik dikaitkan dengan realitas diluar sekolah atau kehidupan pada umumnya”. Asesmen semacam ini cenderung berfokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual bagi peserta didik, yang memungkinkan mereka secara nyata menunjukan kompetensi atau keterampilan yang dimilikinya. Sebagai contoh, asesmen otentik antara lain keterampilan kerja, kemampuan mengaplikasikan atau menunjukkan perolehan pengetahuan tertentu, simulasi dan bermain peran, portofolio, memilih kegiatan yang strategis, serta memamerkan dan menampilkan sesuatu.

 

Menurut Ormiston (dalam Majid, 2014, hlm. 241) belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang diperlukan dalam kenyataannya di luar sekolah. Asesmen autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian yaitu:

1.     Pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja.

2.     Penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks.

3.     Analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang ada.

 

Dengan demikian, penilaian autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-cara terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui penyelesaian tugas di mana siswa telah memainkan peran aktif dan kreatif. Keterlibatan siswa dalam melaksanakan tugas sangat bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.

 

Rusman (2017, hlm. 444) mengatakan bahwa “penilaian autentik memandang penilaian dan pembelajaran merupakan dua hal yang saling berkaitan. Penilaian autentik harus mencerminkan masalah dunia nyata. Menggunakan berbagai cara dan kriteria holistic (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan dan sikap)”. Berikut contoh-contoh tugas otentik: pemecahan masalah matematika, melaksanakan percobaan, bercerita, menulis laporan, berpidato, membaca puisi, dan membuat peta perjalanan.

 

Penilaian autentik sebagai suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks dunia nyata memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah dapat mempunyai lebih dari satu macam pemecahan. Dengan kata lain, penilaian autentik memonitor dan mengukur kemampuan siswa dalam bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata.

 

Dalam suatu proses pembelajaran nyata, penilaian autentik mengukur, memonitor dan menilai semua aspek hasil belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran, maupun berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama proses pembelajaran didalam kelas maupun diluar kelas.

 

Fungsi Asesmen terhadap Pembelajaran

Asesmen memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Asesmen dapat memberikan bantuan yang sangat berarti bagi tercapainya tujuan pembelajaran. Samatowa (2016, hlm. 164) mengemukakan bahwa fungsi asesmen terhadap pembelajaran diantaranya adalah:

 

1)       Meningkatkan motivasi belajar siswa

Asesmen yang direncanakan dan dilaksanakan dengan baik akan memberi informasi yang akurat tentang proses dan hasil belajar siswa. Bila informasi itu disajikan kepada siswa dengan suatu suasana edukatif, maka siswa akan menanggapinya secara positif, sehingga informasi itu akan menimbulkan motivasi belajar. Misalnya, bila siswa tahu bahwa hasil belajar yang diperolehnya sekarang adalah sebagai akibat dari cara belajar yang tidak terjadwal dengan baik, maka untuk masa yang akan datang siswa akan berusaha untuk menjadwal belajarnya secara lebih baik guna memperoleh hasil belajar yang lebih baik lagi.

 

2)       Meningkatkan daya transferabilitas hasil belajar

Asesmen yang dilakukan dengan baik akan memberi informasi tentang keterkaitan suatu hasil belajar dengan  hasil belajar lainnya. Makin jelas keterkaitan suatu hasil belajar yang satu dengan hasil belajar lainnya, maka makin baik pulalah hasil belajar itu. Inilah yang diupayakan dengan asesmen, yaitu tak mengisolasikan suatu hasil belajar, tetapi melihat hasil belajar itu sebagaimana adanya dalam kehidupan peserta didik. Dengan kata lain, asesmen berusaha untuk membuat hasil belajar yang satu mampu ditransfer ke hasil belajar yang lain.

 

3)       Membantu siswa untuk melakukan asesmen diri sendiri (self-asesment)

Asesmen dilaksanakan dengan baik akan mengikutsertakan siswa dalam proses dan penentuan hasilnya. Dengan demikian, siswa tidak hanya menjadi objek penilaian, tetapi bersama guru menjadi subjek penilaian. Secara aktif siswa menjadi bagian dari proses asesmen. Dengan proses itu maka secara prinsip terjadi proses siswa menilai hasil belajarnya sendiri (self-asesment). Tentu saja dalam proses ini terjadi pendidikan moral yang bernilai tinggi, yaitu siswa harus terbuka dapat menilai dirinya sendiri dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan bersama.

 

4)       Membantu mengevaluasi efektivitas proses pembelajaran

Asesmen tidak hanya menilai hasil belajar siswa. Asesmen selalu berhubungan dengan proses pembelajaran itu sendiri. Karena itu maka suatu asesmen yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik akan sangat kaya dengan informasi tentang proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Misalnya, asesmen portofolio memberi informasi tentang perubahan hasil belajar dari waktu ke waktu dalam wujud contoh hasil kerja yang diarsipkan. Dokumentasi itu merupakan hasil kerja individu siswa, tetapi secara kolektif akhirnya akan memberi gambaran yang jelas kepada guru hasil dari suatu proses pembelajaran pada waktu tertentu.