Cerita Rakyat Sebagai Bahan Ajar Matematika Dalam Pembelajaran Konsep Geometri
Cerita Rakyat Sebagai Bahan Ajar Matematika Dalam Pembelajaran
Konsep Geometri
Pemilihan
bahan ajar bertujuan untuk membantu anak-anak menjembatani pemahaman matematis
dan membangunnya menjadi pengalaman yang bermakna. Tantangan guru dalam
membingkai matematika, guru dapat merespons dengan cara pemilihan bahan ajar
yang menarik untuk siswa. Menurut model yang diajukan oleh Casey (dalam
McGrath, 2014) “...selain tema bergabung dalam cerita dan matematika, penekanan
ditempatkan pada perilaku matematis anak-anak; berbicara bertindak dan mewakili
ide matematika dalam gambar”. Mengadaptasi model Casey guna membantu guru
mengkonseptualisasikan matematika, dalam pembelajaran matematika anak-anak
dapat mendengarkan cerita, bermain dengan bahan yang berhubungan dengan cerita.
Bahan ajar
yang memuuat cerita rakyat akan mengurangi kecemasan matematis (mathematics anxiety) siswa akan
menghadapi atau saat pembelajaran berlangsung. “Kecemasan matematis atau
methophobia merupakan bentuk perasaan takut terhadap matematika atau sikap
negatif lainnya “ (Reys et al, 2009,
hlm. 20). Kecemasan matematis dapat dilihat dari hasil belajar yang buruk,
terjadi miskonsepsi karena sulitnya berkonsentrasi, rendahnya rasa percaya diri
saat melakukan kegiatan matematis, dan sebagainya. Selain itu, bahan ajar yang
memuat cerita rakyat dapat membelajrakan siswa tentang kebudayaan dan kearifan
local Bangsa Indonesia khusunya cerita rakyat Jawa Barat.
Bahan ajar
dikembangan dalam bentuk buku yang berisi cerita rakyat dan konsep matematika
khususnya materi keliling dan luas persegi panjang. Dalam pengembangannya perlu
diketahui kriteria buku bacaan anak yang cocok dikembangkan pada siswa kelas IV
Sekolah Dasar. Kriteria buku bacaan anak menurut USAID tahun 2015 (dalam Abidin, 2015, hlm. 237),adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.2 Kriteria
buku bacaan anak menurut USAID
Level |
BERKEMBANG Kelas
IV Level N-P |
Bahasa/ Kosakata |
·
Terdapat kata-kata baru dalam setiap kalimat ·
6 sampai 20 kata per baris ·
2 sampai 8 baris per halaman |
Tata Letak |
·
Kalimat lebih panjang dan lebih detail |
Prediksi Isi Teks |
·
Terkadang pola kalimatnya berirama secara teratur ·
Terdapat 2-3 pola kalimat yang berbeda ·
Kalimat lebih dari 15 kata dengan adanya frase,
preporsisi, klausa, daftar kata kerja, kata sifat dan kata keterangan. ·
Rangkaian kalimat dipisahkan oleh koma ·
Kalimat tanya jawab dalam dialog baik fiksi maupun
nonfiksi ·
Kalimat mengandung sisipan. |
Ilustrasi/ Gambar |
Umum ·
Terdapat beberapa gambar rumit ·
Sering sekali terdapat dua gambar atau lebih dalam
satu halaman ·
Mulai terdapat rangkaian teks panjang tanpa gambar
atau ilustrasi (biasanya satu atau dua lembar) Fiksi ·
Banyak teks dengan sedikit atau tanpa ilustrasi ·
Ilustrasi dicetak berwarna atau ilustrasi simbolis ·
Beberapa ilustrasi rumit dan artistic yang mendukung
pemahaman teks ·
Beberapa ilustrasi yang dapat membantu pemahaman ·
Banyak latar, kejadian, dan tokoh ditunjukan dalam
gambar (teks grafik) |
Isi dan Konsep |
·
Cerita ffantasi dengan alur yang sederhana dan
lugas, latar aksi dan karakter tersedia dalam gambar dan teks grafis. ·
Cerita realistis mempresentasikan topic ganda yang
bersifat menggambarkan, membandingkan mengontraksikan, mengurutkan, dan sebab
akibat. ·
Cerita rakyat yang berepisode ganda dalam satu
cerita ·
Fable ·
Biografi orang yang dikenal ·
Cerita rakyat ·
Teks hybrid naratif dan narasi yang bervariasi
topiknya, humoris, dan menginsfirasi anak. ·
Teks drama anak yang bersifat universal dengan
isu-isu kemanusiaan. |
Sebagimana teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget
(dalam Trianingsih, 2016, hlm. 119) bahwa “ anak Sekolah Dasar pada umumnya berada pada tahap operasional konkret untuk anak dengan rentang
usia 7 sampai 11 tahun”. Tahap operasional konkret merupakan tahap ketiga dari
tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget. Pada tahap ini, terjadi
perkembangan yang pesat pada anak Sekolah Dasar anak mulai belajar membentuk
sebuah konsep, melihat hubungan, dan memecahkan masalah pada situasi yang
melibatkan objek konkret dan situasi yang tidak asing lagi bagi dirinya. Anak
juga sudah mulai bergeser dari pemikiran egosentris ke pemikiran yang objektif (Slavin,
2009, hlm. 50-51). Pengembangan bahan
ajar matematika berbasis cerita rakyat dalam pembelajaran matematika ini dapat
dilakukan sebagai permulaan dalam pembelajaran suatu konsep matematika yang
baru. Hal ini dilakukan untuk menjembatani pemikiran siswa untuk menemukan
contoh konkrit terkait materi dan konsep matematika yang akan dipelajari. Guru
dapat membacakan cerita atau meminta siswa membaca cerita lebih dari satu kali
sampai mengenal baik cerita tersebut. Kemudian ajukan pertanyaan permasalahan
yang berkaitan materi atau konsep matematika.