Bullying Berkelompok
Pengertian
Bullying Berkelompok
Pengertian
Bullying
Kata Bullying jika
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti merundung. Dalam KBBI merundung
mengandung makna mengganggu; mengusik
terus menerus; menyusahkan. “Bullying
adalah sebuah situasi terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang
dilakukan oleh seseorang/kelompok. ” (Nusantara, 2008, hlm.2). Arofa dkk.
(2018, hlm.74) mengatakan “Perilaku bullying
merupakan penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan
atau mengintimidasi orang lain”.
Levianti (dalam Sujarwi, 2017, hlm 19) berpendapat bahwa
“perilaku bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti, hasrat
ini diperlihatkan kedalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini
dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok orang yang lebih kuat,
tidak tanggung jawab, biasanya berulang ulang, dan dilakukan dengan perasaan
senang. Bullying adalah kekerasan berulang-ulang dilakukan oleh satu atau lebih
kepada seseorang target yang lebih lemah dalam kekuatan.
Dari di atas dapat penulis pahami bahwa perilaku bullying merupakan tindakan yang
dilakukan seseorang atau kelompok untuk melakukan penyalahgunaan kekuatan
terhadap orang atau kelompok lain secara berulang dalam bentuk fisik atau
psikis/ mental.
Menurut Prasetyo (dalam Sufriani,2017, hlm.1) mengatakan “Bullying
merupakan perilaku agresif yang
dilakukan oleh seseorang atau kelompok
terhadap orang-orang atau kelompok lain yang dilakukan secara
berulang-ulang dengan cara menyakiti secara fisik maupun mental”. Dalam hal ini
terdapat penekanan karakteristik pada ranah pengulangan dan objek sasaran. Jika
kita ingin membedakan antara kekerasan biasa dengan bullying, jika di dalam kekerasan biasa penyalahgunaan kekuasaan
dilakukan secara insidental dan tidak berjenjang. Sedangkan di dalam bullying, kekerasan/ penyalahgunaan
kekuasaan dilakukan terus menerus selama pelaku menginginkan kesenangan yang
didapatnya. Para pelaku biasanya akan berhenti ketika sudah terjadi klimaks
bagi korban yang menangis atau merasa kesakitan jika dilakukan secara fisik.
Maka dapat kita pahami bahwa bullying
ternyata menjadi kebutuhan biologis dan psikis bagi pelaku. Namun yang
disayangkan, adanya korban yang menjadi sasaran negatif.
Levianti (dalam Sujarwo 2017, hlm 19) mengatakan:
“bullying adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok yang memiliki kuasa, bertujuan untuk menyakiti orang lain baik secara
fisik atau psikis, dilakukan tanpa alasan yang jelas, terjadi berulang ulang,
merupakan tindakan agresif, manipulatif yang dilakukan secara sengaja secara
sadar oleh seseorang atau kelompok kepada orang lain.
Dari pendapat Levianti tersebut kita bisa pahami bahwa ada
perlakuan yang bersifat manipulatif. Levianti berpendapat ketika seseorang
melakukan tindak bullying, maka
seseungguhnya ia sedang mencari perhatian dari orang lain. Jika ditaring benang
merah, seorang pelaku bullying itu
hanya akan melakukan perlakuan tersebut ketika terdapa orang lain di sekitarnya
selain dia dan korban, karena tujuannya untuk memenipulatif keadaan.
Definisi terkait bullying juga diungkapkan Les Parsons (dalam
Ismiatun, 2014,hlm14) dalam bukunya, bullying yaitu sebuah tindakan berulang
terhadap seseorang atau beberapa orang yang takut akan kekuasaan pelaku
bullying, terjadi ketidakseimbangan kekuasaan. Bullying secara sengaja
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik, emosional, dan sosial. Jika
dari definisi Les Parsons di atas, bullying
akan terjadi bila ada ketidakseimbangan antara pelaku dan korban. Misal,
korban tubuhnya keci, sedangkan pelaku tubuhnya tinggi dan besar. Atau terjadi
ketika jumlah korbannya satu, dengan kondisi pelaku lebih dari satu orang.
Beberapa kasus bullying itu sangat keras karena ketika bullying
itu terjadi secara bertahap yang mengakibatkan kerugian/kerusakan fisik secara
serius yang diteruskan dengan perlakuan kejam secara verbal dan pengucilan
dalam jangka waktu lama dan menyeluruh.
Dari berbagai definisi dan pengertian di aras, setidaknya ada tiga
syarat yang menjadikan sebuah perilaku dipandang sebagai perilaku bullying. Pertama, adanya perbedaan
kekuatan antara pelaku bullying dan
korban bullying. Perbedaan kekuatan
tersebut dapat berbentuk perbedaan kekuatan, kekuasaan, atau usia antara pelaku
dan korban. Kedua, dilakuan secara berulang terhadap korban yang sama. Ketiga,
adanya agresi/penindasan baik dalam bentuk fisik, verbal/ucapan atau mental
sehingga korban merasa tersakiti.
Pengertian
Berkelompok
Dalam KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) Kelompok adalah kumpulan
manusia yang merupakan kesatuan identitas dengan adat istiadat dan sistem norma
yang mengatur pola-pola interaksi antar manusia itu. Secara sederhana kelompok
merupakan kumpulan orang yang memiliki pandangan sama terhadap sesuatu.
Imbuhan ber- pada kalimat bahasa Indonesia mempunyai fungsi
sebagai pembentuk kata kerja dan juga kata sifat. Jadi, jika kelompok
diberi imbuhan ber- mengandung makna terbentuknya kumpulan orang-orang yang
memiliki persepsi sama terhadap sesuatu.
Levianti (dalam Sujarwo, 2017: 19) mendefinisikan “...perilaku
school bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan oleh
seseorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa/siswi lain
yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut”. Artinya bullying secara berkelompok memang
sering disinggung dalam berbagai penelitian, namun belum ada yang meneliti
secara khusus.
Bullying berkelompok sebenarnya bukan sebuah istilah baku, tapi merupakan
frasa nomina yang dibuat untuk menggambarkan perilaku bullying yang dilakukan secara berkelompok atau pelakunya lebih
dari satu orang.
Jadi, jika kita satukan kata bullying
dengan kata kelompok mengandung makna suatu kegiatan penyalahgunaan
kekuatan/kekuasaan yang dilakukan lebih dari satu orang pelaku. Dengan syarat
dilakukan secara terus dan terjadi ketidak seimbangan antara korban dengan
pelaku.
Memiliki beberapa persamaan adalah salah satu kriteria dalam
pembentukan kelompok sebaya. Terbukti dari hasil penafsiran angket penelitian
tentang karakteristik teman sebaya yang memiliki rata-rata jawaban sebesar 3,27
dan termasuk dalam kategori sering. Hasil tersebut memberikan kesimpulan bahwa
sebagian besar responden selalu berkelompok dengan siswa lain yang memiliki
persamaan usia, minat, dan keinginan. Sebagian besar responden menyatakan
sering berkelompok dengan siswa yang berasal dari tingkatan kelas yang sama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam berkelompok responden
mempertimbangkan persamaan usia, persamaan keinginan, persamaan minat serta
tujuan yang sama (Septiuni dkk.2014, hlm.2).