Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sopan Santun : Nilai Sopan Santun, Indikator Nilai Kesopanan, Cara Menanamkan Nilai Kesopanan, Faktor-faktor Mempengaruhi

 


Sopan Santun

Sikap sopan santun merupakan sikap yang menjadi sorotan dalam kehidupan sehari-hari. Sikap sopan santun merupakan sikap terpuji yang akan menunjukkan perilaku yang lain jika sikap sopan santun selalu diterapkan. Sopan santun ialah suatu tingkah laku yang amat populer dan nilai yang natural. Sopan santun yang dimaksud adalah suatu sikap atau tingkah laku individu yang menghormati serta ramah terhadap orang yang sedang berinteraksi dengannya.

 

Menurut Oetomo (2012: hlm 20) sopan adalah sikap hormat dan beradab dalam perilaku, santun dalam tutur kata, budi bahasa dan kelakuan baik sesuai dengan adat istiadat dan budaya setempat yang harus kita lakukan.

 

Perilaku sopan mencerminkan perilaku diri sendiri, karena sopan memiliki arti hormat, takzim dan tertib menurut adat, maka dari itu wajib kita lakukan seteipa bertemu orang lain sebagai wujud kita dalam menghargai orang lain. Orang yang tidak sopan biasanya dijauhi orang lain. Kita sesama manusia memepunyai keinginan untuk dihargai, itulah alasan mengapa kita harus senantiassa sopan terhadap orang lain.

 

Sedangkan menurut Mustari (2014: hlm. 129) menyatakan bahwa:

Santun adalah sifat yang halus dan baik hati dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya kesemua orang. Kesantunan bisa mengorbankan diri sendiri demi masyarakat atau orang lain. Demikian karena orang-orang itu sudah mempunyai suatu aturan solid, yang setiap kita hanya kebagian untuk ikut saja. Itulah inti bersifat santun, yaitu perilaku interpersona sesuai tata norma dan adat istiadat setempat.

 

Menurut Antoro (2010, hlm. 3) Sopan santun adalah sebagai perilaku individu yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, tidak sombong dan berakhlak mulia. Perwujudan dari sikap sopan santun ini adalah perilaku yang menghormati orang lain melalui komunikasi yang menggunakan bahasa yang tidak meremehkan atau merendahkan orang lain.

 

Sopan santun secara umum adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan dalam kelompok sosial. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan akan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, dan  waktu.  Menurut kamus bahasa Indonesia, sopan berarti hormat dengan tak lazim secara tertib menurut adab yang baik. Sedangkan santun adalah halus dan baik (budi bahasanya, tingkah  lakunya). Jika kedua kalimat itu digabungkan, maka sopan santun adalah pengetahuan yang berhubungan dengan penghormatan melalui sikap, perbuatan atau tingkah laku.

 

Zaitul Azma (2010, hlm. 1) mengungkapkan bahwa, “kesopanan adalah amalan tingkah laku yang mematuhi peraturan-peraturan sosial yang terdapat dalam sebuah masyarakat serta kesopanan merupakan bagian dari karakter”. Seperti yang diungkapkan oleh Daryanto (2013, hlm. 3), ada enam pilar karakter atau enam aturan dasar dalam kehidupan yaitu “kejujuran (trustworthiness), rasa hormat (respect), tanggungjawab (responsibility), keadilan (fairness), kepedulian (caring), dan warga negara yang baik (good citizenship)”.

 

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, penulis menyimpulkan bahwa sopan santun adalah sifat lemah lembut yang dimiliki oleh setiap orang yang dapat dilihat dari sudut pandang bahasa maupun tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Sopan santun merupakan istilah bahasa jawa yang dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, dan berakhlak mulia. Sopan santun bisa dianggap sebagai norma tidak tertulis yang mengatur bagaimana seharusnya kita bersikap atau berperilaku.

 

Nilai kesopanan perlu ditanamkan sejak dini kepada generasi muda agar mereka terbiasa memiliki akhlak yang baik tentang tata cara menghormati orang yang lebih tua maupun bersikap kepada orang yang lebih tua.

 

Indikator Nilai Kesopanan

Beberapa contoh-contoh dari norma kesopanan atau yang sering disebut dengan indikator nilai sopan santun menurut wahyudi dan I made Arsana (2014: hlm. 295), diantaranya yaitu:

1.      Menghormati orang yang lebih tua.

2.      Menerima segala sesuatu selalu dengan menggunakan tangan kanan.

3.      Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan sombong.

4.      Tidak meludah disembarang tempat.

5.      Memberi salam setiap berjumpa dengan guru.

6.      Menghargai pendapat orang lain.

 

Sejalan dengan pendapat Inrawati Paramata ( 2015, hlm. 4) Indikator nilai kesopanan dapat dilihat dari sikap:  

1.      Mengucapkan terima kasih jika diberi sesuatu baik dari orang tua maupun orang lain sekaligus mengajarkan menghargai jerih payah orang lain;

2.      Mengucapkan maaf jika bersalah untuk mengajarkan sportivitas dan berani mengakui kesalahan;

3.      Mengucapkan tolong ketika meminta diambilkan sesuatu, dengan begitu anak belajar untuk menghargai pertolongan atau bantuan orang lain;

4.      Menyapa, memberikan salam atau mengucapkan permisi jika bertemu orang lain;

5.      Mengajarkan pula perilaku ramah dan agar mudah bersosialisasi; Mengajarkan bagaimana berbudi bahasa yang baik misalnya tidak berteriak-teriak ataupun tidak memotong pembicaraan orang lain.

 

Dari kelima indikator kesopanan tersebut harus senantiasa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Serta harus diterapkan kepada anak-anak sejak dini agar anak terbiasa untuk melakukan hal baik tersebut.

Menurut Sofyan Saori (2006, hlm.30) menjelaskan bahwa

“rasa kemanusiaan saat dilihat dari perkataan dan perbuataannya yang sesuai dengan norma, etika, maupun agama. Perkataan atau berbahasa yang sesuai dengan norma-norma tersebut disebut berbahasa santun”.

 

Berbahasa santun seharusnya sudah menjadi suatu tradisi yang dimiliki setiap individu sejak kecil. Anak perlu dibina dan di didik berbahasa santun. Sebab anak merupakan generasi penerus yang akan hidup sesuai dengan zamannya. Bila anak dibiarkan berbahasa tidak santun, maka tidak mustahil berbahasa santun yang sudah ada pun bisa hilang dan selanjutnya lahir bahasa arogan, kasar, dan kering dari nilai-nilai etika dan agama.

Sofyan Saori (2006, hlm. 6) mengemukakan beberapa fakta yang terjadi dimasyarakat yang belum paham akan berbahasa santun maka perlu djelaskan kembali tentang bagaimana seharusnya berbahasa santun tersebut, diantara antara lain :

a.      Banyak orang menggunakan lidahnya secara bebas tanpa didasari oleh pertimbangan-pertimbangan moral, nilai, maupun agama. Akibat kebebasan tanpa nilai. Maka lahirnya perselisihan dan pertentangan dari kalangan masayarakat akibat berbahasa arogan atau kasar.

b.      Menurut Dahlan (dalam Sofyan Saori, 2006, hlm. 6) mengatakan bahwa “betapa banyak orang yang tersinggung oleh kata-kata yang tajam, apalagi dengan sikap agresivitasnya. Sinyalemen tersebut terbukti dengan berbagai peristiwa akibat kata-kata yang tidak terkontrol”.

a.      Berbahasa tidak santun dapat melahirkan kesenjangan komunikasi sehingga menimbulkan situasi yang buruk dalam berbagai lingkungan. Baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

b.      Ucapan para remaja dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa yang tidak santun.

c.       Perilaku santun terlihat dari sikap siswa saat bertemu dengan guru, karyawan, dan dengan siswa sendiri seperti jabat tangan dan cium tangan.

 

Dalam hal berbahasa pasti kaitan dengan sebuah ucapan dan sebuah ucapan kaitan dengan lidah. Terkadang seseorang dalam kehidupan sehari-hari nya kurang memiliki nilai kesopanan karena ucapan yang kurang sopan atau kasar.

 

Menurut Sofyan Saori (2006, hlm. 10) mendefinisikan ucapan-ucapan yang menggambarkan kesantunan dan tidak santun antara lain :

1.      Ucapan ucapan yang menggambarkan kesantunan seperti : terima kasih, permisi, alhamdullah, insyaallah, astagfirulloh, mohon maaf disertai senyum hormat dan sebagainya. Sikap tidak santun muncul saat ada teguran, perintah, atau larangan yang tidak sesuai dengan hati nurani siswa, seperti goblok, anjing, syetan, maneh, aing.

2.      Ucapan-ucapan tidak santun menurut kaidah bahasa indonesia yaitu ucapan tidak baku dalam bahasa indonesia seperti: kata “udah” seharusnya “sudah” “enggak” seharusnya “tidak”, “entar” seharusnya “nanti”, “makasih” seharusnya “terima kasih” dan semisalnya.

Kompleksitas ucapan-ucapan diatas, mampu memberikan gambaran bahwa seseorang memiliki sikap sopan yang baik atau kurang memiliki sopan santun. Karena ucapan itu bisa menyakiti seseorang, jika ucapan seseorang ketika berkomunikasi dengan orang lain kurang baik maka orang itu akan menyimpulkan bahwa orang itu kurang memiliki sikap sopan santun.

 

Indikator sopan santun dalam penelitian ini meliputi menghormati orang yang lebih tua, menerima segala sesuatu selalu dengan menggunakan tangan kanan, tidak berkata-kata kotor, kasar dan sombong, memberi salam setiap berjumpa dengan guru. Sikap sopan santun merupakan sikap seseorang terhadap apa yang ia akan lihat dan ia rasakan dalam situasi dan kondisi apapun. Sikap santun yaitu baik, hormat, tersenyum dan taat pada semua peraturan yang ada. Sikap sopan santun yang benar yaitu lebih menonjolkan pribadi yang baik dan menghormati siapa saja. Bahkan dari tutur bicara pun orang bisa melihat kesopanan. Baik buruknya suatu perilaku juga mempengaruhi sikap sopan santun seseorang, misalnya ketika lagi dalam situasi dimana seseorang akam melewati jalan itu, jika seseorang memiliki perilaku sopan pasti akan mengucapkan kata “Permisi”. Sebenarnya sikap sopan ini sudah ditanamkan sejak kecil pada setiap diri individu, tetapi semua itu tergantung bagaimana cara mereka mengembangkannya.

 

Cara Menanamkan Nilai Kesopanan pada Anak

Cara mengajarkan anak sopan santun terkadang bertanya bagaimana cara mengajarkan anak sopan santun melihat sekarang banyak anak yang suka bertengkar dengan teman sebayanya, lalu bagaimana mengajarkan anak sopan santun dengan orang tuanya, saudaranya, atau bahkan gurunya sendiri. Hal ini menjadi tugas utama orang tua maupun gurunya dalam menanamkan sikap sopan santun pada anak.

 

Menurut Damayanti (2012: hlm 104-107) terdapat beberapa cara untuk dapat mengajari anak menjadi lebih sopan santun terhadap orang lain, yaitu:

1.      Beri kesempatan pada anak untuk mengungkapkan masalahnya.

2.      Tidak memaksa anak meminta maaf.

3.      Tumbuhkan empati pada anak.

4.       Berikan dorongan.

5.      Kenaikan aneka cara meminta maaf.

6.      Beri toleransi waktu.

 

Sedangkan menurut Brown Levinson dalam Prayitro (2011: hlm 32) derajat kesantunan dalam bertutur atau biasa disebut dengan sopan santun dapat dilakukan dengan delapan strategi, yaitu:

1.      Pakailah ujaran tidak langsung.

2.      Pakailah ujaran berpagar.

3.      Tunjukkan dengan pesimisme.

4.      Minimalkan paksaan

5.      Berikan penghormatan kepada mitra tutur.

6.      Mintalah maaf.

7.      Pakailah bentuk impersonal.

8.      Unjarkan tindak tutur melalui ketentuan yang bersifat umum.

 

Menurut teori Brown-Levinson tersebut adalah sebuah tuturan yang dikemukakan semakin tidak langsung, semakin berpagar, semakin menunjukkan pesimisme, semakin meminimalkan paksaan, semakin atau kecenderungan minta maaf kepada minta tutur dan sterusnya maka tuturan tersebut semakin santun.

Berdasarkan dari pendapat kedua ahli dapat disimpulkan bahwa cara menanamkan sikap sopan santun pada anak dapat dilakukan dengan cara:

1.      Memberi kesempatan pada anak untuk mengungkap masalahnya.

2.      Kenalkan cara meminta maaf yang baik pada anak.

3.      Tidak memaksakan anak untuk melakukan hal-hal yang membuatnya tertekan.

4.      Memberikan dorongan atau motivasi kepada anak.

 

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penanaman Nilai Kesopanan

Sikap sopan santun merupakan suatu sikap yang sangat perlu dimiliki oleh setiap orang. Apabila seseorang tersebut tidak memiliki sikap sopan santun, maka dia akan dijauhi oleh orang-orang disekitarannya. Akan tetapi dengan perkembangan zaman dan teknologi, sikap sopan santun semakin luntur. Hal ini yang menjadi penyebab lunturnya sikap sopan santun adalah pengaruh dari budaya barat. Banyak orang dewasa bahkan anak-anak yang mengikuti gaya trend budaya barat. Sehingga dalam hal ini perlu ditanamkan sikap sopan santun agar orang dapat berperilaku sopan dan berkata santun pada setiap orang.

 

Dalam menanamkan sikap sopan santun tersebut, tentunya sada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman sikap sopan santun. Menurut Mahfudz dalam Rusmini (2012: hlm 7) menjelaskan bahwa:

Kurangnya sopan santun pada anak disebabkan oleh beberapa hal. Sehingga dalam hal ini sangat mempengaruhi penanaman sikap sopan santun. Diantaranya yaitu:

1.      Anak-anak tidak mengerti aturan yang ada, atau ekspektasi yang diharapkan dari dirinya jauh melebihi apa yang dapat mereka cerna pada tingkatan pertumbuhan mereka saat itu.

2.      Anak-anak ingin melakukan hal-hal yang diinginkan dan kebebasannya.

3.      Anak-anak cenderung meniru perbuatan orang tua.

4.      Adanya perbedaan perlakuan disekolah dan dirumah.

5.      Kurangnya pembiasaan sopan santun yang sudah diajarkan oleh orang tua sejak dini.

 

Dengan demikian, bahwa sikap sopan santun dipengaruhi oleh beberapa faktor yang perlu diperhatikan oleh seseorang terutama orang tua yang menjadi sumber utama serta guru yang menjadi panutan. Maka dari itu, perlu adanya penanaman sikap sopan santun supaya anak-anak dapat bersikap sopan dan berkata santun pada semua orang terutama orang yang lebih tua.