Bullying : Definisi, Kategori, Faktor Penyebab, Bentuk-Bentuk, Efek atau Dampak dan Cara Mengatasi Bullying
Definisi Bullying
Kata bullying
berasal dari kata bull dari
bahasa Inggris yang berarti banteng yang senang merunduk kesana kemari.
Sedangkan secara etimologi dalam bahasa Indonesia bully berarti penggertak, atau orang yang menggangu orang lemah.
Dapat diartikan bahwa Bullying merupakan
suatu tindakan penindasan yang terjadi secara berulang dari kelompok yang lebih
kuat kepada kelompok yang lebih lemah dan berdampak menyakiti korban baik
secara verbal, fisik, maupun emosional, hal ini selaras dengan pendapat Rigby
(2013) menjelaskan bahwa “perilaku bullying
merupakan penindasan berulang baik secara fisik maupun psikologis yang
dilakukan oleh kelompok kuat pada
kelompok yang lebih lemah”.
Pengkategorian dalam Bullying
Pihak-pihak
yang terlibat dalam bullying dapat
dibagi menjadi 4 (dalam http://repository.usu.ac.id) dalam buku Why Children Bully:
1) Bullies (pelaku bullying) yaitu
murid yang secara fisik dan emosional melukai murid lain secara berulang-ulang.
Menurut Astuti (2008) pelaku bullying
biasanya agresif baik secara verbal maupun fisikal, ingin popular, sering
membuat onar, mencari-cari kesalahan orang lain, pendendam, iri hati, hidup
berkelompok dan menguasai kehidupan sosial di sekolahnya. Selain itu pelaku
bullying juga menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah atau di
sekitarnya, merupakan tokoh popular di sekolahnya, gerak geriknya sering kali
dapat ditandai dengan sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata
kasar, dan menyepelekan/ melecehkan.
2) Victim (korban bullying)
yaitu murid yang sering menjadi target dari perilaku agresif, tindakan yang
menyakitkan dan hanya memperlihatkan sedikit pertahanan melawan penyerangnya.
Coloroso (2007) menyatakan “karakteristik korban bullying biasanya merupakan anak baru
di suatu lingkungan, anak termuda di sekolah, tidak terlindungi, anak yang
pernah mengalami trauma atau pernah disakiti sebelumnya menghindari teman
sebaya untuk menghindari kesakitan yang lebih parah, dan merasa sulit untuk
meminta pertolongan”. Selain itu juga anak penurut, anak yang merasa cemas,
kurang percaya diri, pemalu, pendiam. Atau dilihat
dari latarbelakang ekonomi keluarganya anak yang miskin atau kaya, anak yang
ras atau etnisnya dipandang inferior, bahkan anak yang cerdas, berbakat, atau
memiliki kelebihan atau dari segi fisik anak yang gemuk atau kurus, anak yang
pendek atau tinggi, anak kidal dan anak lainnya yang memiliki kelemahan serta
berbeda dari anak lainnya.
3) Bully-victim yaitu pihak yang terlibat dalam perilaku agresif,
tetapi juga menjadi korban perilaku agresif. Bully victim menunjukkan level
agresivitas verbal dan fisik yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak lain.
Bully victim juga dilaporkan mengalami peningkatan simptom depresi, merasa
sepi, dan cenderung merasa sedih dan moody daripada murid lain serta memiliki
emosi yang buruk dan kesulitan belajar.
4) Netral (Bystander/saksi/penonton)
yaitu pihak yang tidak terlibat dalam perilaku agresif atau bullying namun
hanya melihat atau menonton.Para penonton ini yang paling tahu terjadinya bullying diantara siswa.
Dalam penelitian ini mengambil
sampel penelitian dilihat dari ke empat kategori di atas yakni pelaku bullying, korban, bully-victim dan pihak netral/penonton/saksi (bystanders)
Faktor Penyebab Bullying
Perilaku bullying tidak luput dari faktor penyebabnya, yakni faktor
internal dalam dirinya yaitu harga diri dan kepribadian. Liow, S & Andrian (dalam Lestari & Yusmansyah, 2018)
mengatakan bahwa “semakin tinggi harga diri, maka semakin rendah perilaku Bullying”. Ariesto (2009) juga menambahkan 5 faktor
penyebab terjadinya bullying antara
lain: Keluarga, Sekolah, Faktor Kelompok Sebaya, Kondisi Lingkungan Sosial,
Tayangan televisi dan media cetak.
1)
Keluarga
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah : orang
tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang
penuh stress, agresi, dan permusuhan.
2)
Sekolah
Pihak sekolah
sering mengabaikan keberadaan bullying
ini. Akibatnya, anak-anak sebagai pelaku bullying
akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi
terhadap anak lain. Bullying
berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah sering memberikan masukan
negatif pada siswanya, misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga
tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota
sekolah.
3)
Faktor Kelompok Sebaya.
Anak-anak
ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar rumah, kadang
kala terdorong untuk melakukan bullying.
Beberapa anak melakukan Bullying hanya
untuk membuktikan kepada teman sebayanya agar diterima dalam kemompok tersebut,
walaupun sebenarnya mereka tidak nyaman melakukan hal tersebut. Ada empat
penyebab bullying berdasar penelitian
Jan (2015), yaitu kepenuhan kekuatan, agresi, kelemahan fisik, dan kecemburuan.
4)
Kondisi lingkungan sosial
Salah satu faktor lingkungan sosial
yang menyebabkan tindakan bullying
adalah kemiskinan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan berbuat apa saja
demi memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran jika di lingkungan
sekolah sering terjadi pemalakan antar siswa.
5)
Tayangan televisi dan
media cetak
Televisi dan media cetak membentuk
pola perilaku bullying dari segi
tayangan yang mereka tampilkan.
Menurut Astuti (2008) bullying dapat disebabkan
oleh perbedaan kelas (senioritas), ekonomi, agama, gender, etnisitas atau
rasisme. Bullying juga dapat disebabkan oleh keluarga yang tidak rukun,
situasi sekolah yang tidak harmonis, dan karakter individu atau kelompok
seperti adanya dendam atau iri hati, adanya semangat untuk menguasai korban
dengan kekuatan fisik, dan untuk meningkatkan popularitas pelaku di kalangan teman
sepermainannya.
Menurut hasil penelitian Verlinden, Hersen dan Thomas (2000).Terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan anak melakukan tindakan bullying yaitu:
faktor individu (biologi dan temperamen), faktor keluarga, teman sebaya,
sekolah dan media..
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sufriani dan Purnamasari (2017) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
tindakan bullying pada anak usia sekolah di Sekolah Dasar Kecamatan
Syiah Kuala Banda Aceh berada pada kategori tinggi untuk faktor individu yaitu
sebanyak 66,0%, faktor keluarga sebanyak 51,1% dan faktor media sebanyak 56,4%.
Sedangkan faktor teman sebaya dan faktor sekolah berada pada kategori rendah
masing-masing sebanyak 56,4% dan 59,6%.
Diperkuat dengan hasil penelitian Suhariyanti (2017),
menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk-bentuk bullying yaitu
(a) kurangnya pengawasan guru dalam proses pembelajaran Penjas, sehingga
memberikan ruang bagi pelaku bullying melakukan aksinya terhadap korban,
hal ini ditunjukan ketika guru penjas sedang melakukan tugas lain di luar jam
mengajar, misalnya rapat, pembelajaran dibiarkan tetap berlangsung tanpa adanya
pengawasan guru yang lain (guru piket) (b) adanya iklim negatif dalam proses pembelajaran
Penjas yaitu dengan memberikan masukan negatif berupa pemberian hukuman yang
dilakukan kepada siswa yang sebenarnya mempunyai tujuan yang baik yaitu untuk
mendisiplinkan siswa-siswinya, namun hal itu mengakibatkan siswa meniru
berbagai hal yang ia lihat sehari-hari, sehingga menjadi panutan dalam
berperilaku kepada siswa yang lain.
Penyebab terjadinya bullying
menurut hasil penelitian Lestari,dkk (2018) adalah karakter orang tua yang
kasar, pengawasan guru yang rendah, cara masyarakat menyelesaikan masalah,
tanyangan video atau televisi, serta ikut-ikutan teman. Faktor paling dominan
adalah karakter orang tua yang kasar dan cara masyarkat menyelesaikan masalah. Selain
itu, peneliti menemukan bahwa yang menyebabkan perilaku bullying yaitu karakter anak yang kasar atau temperamen serta
kebiasaan masyarakat. Menurut hasil observasinya, sekolah yang rentan
terjadinya bullying adalah sekolah yang minim pengawasan dari guru
terlebih untuk siswa yang mendiami kelas yang berada di belakang atau jauh dari
pengawasan guru. Anak-anak banyak menghabiskan waktu di sekolah sehingga
perilaku bullying yang terjadi pun bisa disebabkan oleh kondisi sekolah.
Berdasarkan penelitian Nusantara (2008)
menunjukkan bahwa hasil penelitian sebagian besar (46,8%) pelaku bullying merasa lebih baik memukul
terlebih dahulu daripada dipukul oleh orang lain, hal ini menunjukkan bahwa
tindakan bullying dilatarbelakangi kekhawatiran akan diri, cemas akan disakiti
oleh orang lain. Perilaku ini merupakan bagian dari mekanisme koping mal
adaptif pada anak (pelaku), kekhawatirannya terhadap perlakuan orang lain
terhadapnya dan keinginannya untuk menguasai lingkungan.
Berdasarkan kajian teori diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa perilaku bullying
memiliki berbagai faktor penyebab, yang datang dari faktor eksternal dan
internal siswa. Faktor eksternal siswa meliputi faktor keluarga, teman sebaya,
sekolah dan media.. sedangkan
faktor internal meliputi faktor karakter/kepribadian siswa.
Bentuk-bentuk Perilaku Bullying
Menurut Coloroso (2007), bullying dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu:
1) Bullying Fisik
Bullying fisik merupakan jenis bullying
yang paling tampak dan paling dapat diidentifikasi diantara bentuk-bentuk
penindasan lainnya. Jenis penindasan
secara fisik di antaranya adalah memukul, mencekik, menyikut, meninju,
menendang, menggigit, memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas
hingga ke posisi yang menyakitkan, serta merusak dan menghancurkan pakaian
serta barang-barang milik anak yang tertindas.
2) Bullying Verbal
Bullying verbal adalah bentuk penindasan yang paling umum digunakan, baik
oleh anak perempuan maupun anak laki-laki. Nishina & Juvonen ( dalam Jan, 2015, hlm.46) membandingkan frekuensi
relatif dari berbagai perilaku Bullying
yang dialami oleh siswa dan menyimpulkan bahwa kekerasan verbal terjadi lebih
sering daripada kekerasan visik atau tindakan langsung.
Bullying verbal mudah dilakukan dan dapat dibisikkan dihadapan orang
dewasa serta teman sebaya, tanpa terdeteksi. Bullying verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik
kejam, penghinaan, dan pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau
pelecehan seksual. Selain itu, penindasan verbal dapat berupa perampasan uang
jajan atau barang-barang, telepon yang kasar, e-mail yang mengintimidasi,
surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan, tuduhan-tuduhan yang tidak
benar, kasak-kusuk yang keji, serta gosip.
3) Bullying Relasional
Bullying relasional adalah pelemahan harga diri korban Bullying secara sistematis melalui
pengabaian, pengucilan, pengecualian, atau penghindaran. Penghindaran, suatu
tindakan penyingkiran, adalah alat penindasan yang terkuat. Anak yang
digunjingkan mungkin akan tidak mendengar gosip itu, namun tetap akan mengalami
efeknya.
Bullying relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak
seorang teman atau secara sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan.
Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti pandangan yang
agresif, lirikan mata, helaan napas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa
mengejek, dan bahasa tubuh yang kasar.
4) Cyber bullying
Jenis bullying ini adalah bentuk bullying
yang terbaru karena semakin berkembangnya teknologi, internet dan media sosial.
Pada intinya adalah korban terus menerus mendapatkan pesan negative dari pelaku
bullying baik dari sms, pesan di
internet dan media sosial lainnya.
Sedangkan Riauskina, dkk (2005,
dalam Ariesto, 2009) mengelompokkan perilaku bullying ke dalam 5 kategori,
yaitu:
a) Kontak fisik langsung (memukul,
mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci, seseorang dalam ruangan,
mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang
dimiliki orang lain);
b) Kontak verbal langsung
(mengancam, mempermalukan, merendahkan (put-down), mengganggu, member panggilan
nama (name-calling), sarkasme, mencela/mengejek, memaki, menyebarkan gosip);
c) Perilaku non verbal langsung
(melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang
merendahkan, mengejek, atau mengancam, biasanya disertai oleh bullying fisik
atau verbal) ;
d) Perilaku non verbal tidak
langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga retak,
sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng);
e) Pelecehan seksual
(kadang-kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal).
Sedangkan menurut Sejiwa (2013: 2), menyatakan bahwa ada tiga
kategori perilaku bullying diantaranya:
1. Bullying fisik
Merupakan bentuk perilaku bullying yang
dapat dilihat secara kasat mata karena terjadi kontak langsung antara pelaku
bullying dengan korbannya. Bentuk bullying fisik antara lain: menampar,
menimpuk/memukul, menginjak kaki, menjambak, menjegal, menghukum dengan berlari
keliling lapangan, menghukum dengan cara push up.
2. Bullying verbal
Merupakan bentuk perilaku bullying yang
dapat ditangkap melalui iri pendengaran. Bentuk bullying verbal antara
lain: menjuluki, meneriaki, memaki, menghina, mempermalukan di depan umum,
menuduh, menyoraki, menebar gosip, memfitnah.
3. Bullying mental/psikologis
Merupakan bentuk perilaku bullying yang
paling berbahaya dibanding dengan bentuk bullying lainnya karena kadang
diabaikan oleh beberapa orang. Bentuk bullying mental/psikologis antara
lain: memandang sinis, memandang penuh ancaman, mendiamkan, mengucilkan,
memelototi, dan mencibir.
Menurut Nusantara (2008). Tindakan bullying
dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu bullying fisik, bullying
verbal, dan bullying mental atau psikologis. Bullying fisik
terjadi ketika seseorang secara fisik dirugikan melalui tindakan, bullying verbal
adalah bullying yang dilakukan dengan mengancam, melakukan panggilan
bernada seksual, dan menyebarkan desas desus palsu atau jahat, bullying mental/psikologi
adalah tindakan yang dilakukan dengan mengabaikan orang lain, mengisolasi dan
membuat siswa lain tidak menyukai seseorang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Siswati dan Widayanti (2009) diketahui bahwa terdapat persamaan antara
bentuk bullying yang paling sering dilakukan oleh pelaku maupun dialami
oleh korban, yaitu bullying verbal. Pada pelaku maupun korban, bentuk
ini ditemukan masing-masing sebanyak 43%. Bullying verbal merupakan bullying
langsung, yang meliputi perilaku seperti, memanggil dengan panggilan/julukan
yang buruk, mengejek, menggoda, maupun mengancam. Bentuk-bentuk perilaku verbal
seperti disebutkan, merupakan perilaku yang paling sering muncul, menurut
Siswadi dan Widayanti, perilaku tersebut dianggap sebagai perilaku biasa yang
tidak dianggap sebagai perilaku bullying. Hal ini diperkuat dengan hasil
penelitian Sejalan dengan hasil penelitian Lestari, s., & Yusmansyah. (2018) bahwa bentuk bullying
yang paling dominan adalah fisik dan verbal. Menurut Hertinjung
(2013) Bentuk bullying verbal meliputi memanggil dengan panggilan buruk,
mengejek, menggoda atau mengancam. Bentuk bullying fisik berupa mendorong,
memukul, mengambil barang, dan berkelahi.
Diperkuat dengan hasil penelitian Suhariyanti
(2017), menemukan beberapa bentuk-bentuk
bullying yang terjadi dalam Pembelajaran Penjas di Sekolah Dasar bahwa
menurut korban perilaku bullying, bullying yang sering terjadi
yaitu ada tiga yaitu bullying fisik, bullying verbal, dan bullying
psikologis. bullying fisik ini sering dilakukan oleh siswa laki-laki
kepada laki-laki maupun kepada perempuan bentuk perilakunya yaitu (memukul
kepala, lengan dan punggung, mendorong, meyubit, menjambak atau menarik jilbab,
menginjak kaki saat sepatu temannya baru, dan menjegal kaki), bullying verbal
(menjuluki, mengolok-olok, memaki, dan menghina) dan bullying psikologi
(mendiamkan, memelototi, mengancam dan adanya pengucilan.
Berdasarkan kajian teori diatas, peneliti
lebih condong pada pendapat Sedangkan menurut Sejiwa
(2013: 2), menurut Nusantara (2008), Serta menurut hasil penelitian Suhariyanti
(2017) yang menyatakan bahwa ada tiga kategori perilaku bullying diantaranya yaitu bullying fisik, bullying
mental/psikologi, dan bullying verbal.
Efek
atau Dampak Perilaku Bullying
Bullying menyebabkan berbagai
dampak baik bagi kehidupan sosial emosional korban maupun dalam prestasi
akademik. Dampak bagi kehidupan sosial emosional korban memiliki dampak
berkepanjangan seperti Laporan Muliani & Pereire dalam buku Why Children Bully (hlm. 9) Tahun 2008,
di pinggiran utara London, seorang anak berusia 10 tahun masuk rumahsakit
karena detak jantungnya tidak beraturan. Hal ini terjadi karena dia merasa
takut untuk masuk sekolah dalam kelas yang sama bersama teman yang
menjahilinya.
Dalam
hal prestasi belajar Skrzypiec (dalam Jan, 2015,
hlm. 46) mengelola survei dengan
melibatkan hampir 1400 siswa sekolah dasar di Australia dan memeriksa efek bullying terhadap pembelajaran dan
kesejahteraan sosial dan emosional serta kesehatan mental siswa. Analisis
menemukan bahwa satupertiga siswa yang telah ditindas dengan serius dilaporkan
mengalami kesulitan serius dalam berkonsentrasi di kelas karena bullying serta selebihnya menimbulkan
efek rasa takut/depresi. Dalam hal ini perilaku bullying menyebabkan dampak yang cukup merugikan bagi
keberlangsungan belajar siswa.
Dari paparan diatas
dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying khususnya di sekolah dasar memiliki efek atau
dampak yang cukup serius bagi fisik, kecerdasan maupun mental anak, sehingga
permasalah bullying ini perlu mendapat perhatian khusus dari berbagai
pihak terkhusus guru sebagai pendidik, namun menurut Menurut Prasetyo (2011) permasalahan bullying
di sekolah belum banyak mendapatkan perhatian, hal ini disebabkan oleh efek
bullying tidak tampak secara langsung, kecuali bullying secara
fisik, namun hal tersebut juga tidak terungkap diakibatkan korban yang takut
untuk melaporkannya karena malu atau diancam oleh pelaku bullying.
Cara
mengatasi bullying
Untuk menanggulangi perilaku bullying menurut Ehan (2005) dapat
diupayakan dengan hal berikut:
Peningkatan pengawasan pada siswa,
pemberian psikoedukasi, kampanye atau penyuluhan, brainstroming dan
diskusi, kegiatan menggunakan lembar kerja, membaca buku cerita yang
berhubungan dengan perundungan (bullying), story telling, kolase,
poster mengenai pencegahan perundungan (bullying), bermain drama,
berbagi cerita dengan orang tua dirumah, menulis puisi, menyanyikan lagu anti Bullying
dengan lirik yang sudah dirubah dari lagu populer, bermain teater boneka,
dan melakukan pelatihan atau workshop bertemakan stop Bullying.
Cara
mengatasi kasus bullying diatas terbilang sangat kompleks. Selain
daripada itu Lickona (2012, hlm. 217) menyarankan berbagai pendidikan/pembentukan
karakter yang memungkinkan dapat mengatasi perilaku intimidasi (bulllying)
rangkumannya sebagai berikut:
1.
Awali
dengan disiplin berbasis karakter
2.
Ciptakan
komunitas sekolah yang peduli
3.
Mintalah
para siswa untuk bertanggungjawab menghentikan kenakalan diantara teman sebaya
4.
Membangun
komunitas kelas
5.
Mengedepankan
pertemanan
6.
Lakukan
“pujian tanpa nama”
7.
Buatlah
anak-anak untuk mengajari teman sebaya mereka
8.
Gunakan
kekuatan ikrar
9.
Buatlah
anak-anak membuat catatan perbuatan baik
10.
Merayakan kebaikan
11.
Mintalah
teman sebaya untuk mengenali teman-teman mereka
12.
Gunakan
pertemuan kelas untuk membahas intimidasi
13.
Membangun
ikatan melalui sahabat kelas
14.
Implementasikan
kelompok penasihat
Dari
pernyataan Ehan dan Lickona tersebut, peneliti merangkum beberapa cara
mengatasi perilaku bullying yaitu Menciptakan
komunitas sekolah yang peduli, salahsatunya dengan cara peningkatan pengawasan
pada siswa, memberikan psikoedukasi, membaca buku cerita yang berhubungan
dengan perundungan (bullying), story telling, berbagi cerita
dengan orang tua dirumah, menyanyikan lagu anti Bullying dengan lirik
yang sudah dirubah dari lagu populer, bermain teater boneka, awali dengan disiplin berbasis karakter di
dalam kelas pada saat kegiatan pembelajaran.