Kuriklum Inklusif dalam Program Pembelajaran bagi PBDK
Mengapa
pengembangan kurikulum dalam bentuk akomodasi kurikulum merupakan program
pembelajaran bagi PDBK sebagai sebuah kebutuhan ?
Pengertian
Inklusif
Dalam
permendiknas No 70 tahun 2009 menyebutkan bahwa, pendidikan inklusif adalah
system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua
peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau
bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Suyanto &
Mudjito, 2012 : 5).
Pendidikan
inklusif adalah sebuah konsep atau pendekatan pendidikan yang berusaha
menjangkau semua individu tanpa kecuali atau dengan kata lain pendidikan
inklusif adalah : “Sistem pendidikan yang terbuka bagi semua individu serta
mengakomodasi semua kebutuhan sesuai dengan kondisi masing-masing individu”.
Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menghargai perbedaan anak dan
memberikan layanan kepada setiap anak sesuai dengan kebutuhannya. Pendidikan
inklusif adalah pendidikan yang tidak diskriminatif. Pendidikan yang
memberiakan layanan terhadap semua anak tanpa memandang kondisi fisik, mental,
intelektual, sosial, emosi, ekonomi, jenis kelamin, suku, bidaya, tempat
tinggal, bahasa dan sebagainya. Semua anak belajar bersama, baik di
kelas/sekolah formal maupun nonformal yang berada di tempat tinggalnya yang
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing (Kustawan,
D., 2012 : 8).
Pengertian Anak
Berkubutuhan Khusus
Anak Berkebutuhan
khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus sementara atau permanen
sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens ( Moh. Takdir.
Ilahi, 2013: 138).
Sedangkan Heward
dalam Mudjito, Dkk (2014 : 25), Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan
karakteristik yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan
pada ketidakmamuan mental, emosi, dan atau fisik. Yang termasuk ke dalam ABK
antara lain : tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,
kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak bebrakat, anak dengan gangguan
kesehatan
Karakterstik dan
hambatan yang dimiliki oleh ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus
yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka. Selama ini, pendidikan
bagi anak berkelainan disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu
Sekolah Berkelainan (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa, dan Pendidikan Terpadu.
SLB sebagai lembaga pendidikan tertua menampung anak dengan jenis kelaianan
yang sama sehingga terdapat SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB
Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. Sementara pendidikan terpadu
adalah sekolah biasa yang menampung anak berkelainan, dengan kurikulum, guru,
sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama. Namun kenyataannya
selama ini bahwa baru menampung anak tunanetra, itu pun perkembangannya kurang
menggembirakan karena banyak sekolah umum yang keberatan menerima anak
berkelainan ( Ilahi, 20103 : 18).
Salend, (2005;6),
dalam Mariam John Meynert, (2014 : 1) pendidikan inklusif
adalah pendidikan yan menghargai hak-hak anak untuk ikut serta sepenuhnya dalam
kegiatan kurikulum umum di sekolah umum dan menghargai sosial
mereka, dan hak-hak pendidikan mereka.
Di negara India
menurut Alur (2002), dalam Ankur Madan and Neerja Sharma, (2013 : 4)
"inklusi bertujuan untuk dapat meminimalkan keberadaan dan mendorong
partisipasi semua siswa dalam budaya yang lebih luas dalam dukungan untuk semua
anak di sekolah-sekolah biasa". Mittler (2006) menunjukkan bahwa inklusi
didasarkan pada sistem nilai yang mengakui keragaman.
Pengertian
Kurikulum
Kurikulum
diartikan sebagai seperangkat rencana atau pengaturan pelaksanaan pembelajaran
dan atau pendidik -an yang didalamnya mencakup pengaturan tentang tujuan,
isi/materi, proses dan evaluasi.Tujuan berarti apa yang akan dicapai, materi
berarti apa yang akan dipelajari. Proses berarti apa yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan dan evaluasi berarti apa yang harus dilakukan untuk mengetahui
keberhasilan pencapaian tujuan.
Kurikulum bisa
bersifat makro, artinya pengaturan tetang tujuan, isi/materi, proses dan
evaluasi dalam skala nasional, tetapi juga bisa bersifat mikro yaitu pengatur
-an tentang hal tersebut dalam konteks pembelajaran di kelas.
Komponen
kriukulum
Dalam Sari
Rudiyati, (tahun tidak tercantum), dikatakan bahwa tujuan adalah seperangkat
kemampuan atau kompetensi yang akan dicapai setelah para siswa menyelesaikan
program pendidikan dalam kurun waktu tertentu. Tujuan pendidikan atau
pembelajaran secara umum terbagi ke dalam tiga jenis kemampuan, yakni kemampuan
yang berupa: (1) kognitif, (2) Afektif dan (3) Psikomo -tor. Jika ditinjau dari
tingkatan atau lingkupmya, tujuan dapat dibedakan pendidikan dapat
diklasifikasikan ke dalam 4 tingkatan atau lingkup, yaitu : (1) tujuan
pendidikan nasional; (2) Tujuan pendidikan lembaga/institusional; (3) Tujuan
kurikuler; dan (4) Tujuan pembelajaran.
Tujuan pendidikan
yang paling penting untuk dicermati dan dipahami oleh guru adalah tujuan
pendidikan pada tingkat institusi (tujuan lembaga/ institusional) dan tujuan
pembelajaaran (tujuan instruksional). Jika dikaitkan dengan kurikulum terkini
yang berlaku di Indonesia saat adalah Kuriulum 2013, maka yang dimaksud dengan
tujuan pendidikan atau pembelajaran kurang lebih sama dengan apa yang termaktub
dalam kompetensi inti, kompetensi dasar dan indikator.
Dengan demikian
ada empat jenis kompetensi (dalam kurikulum) yang harus dicermati oleh guru
kaitannya dengan tujuan pembelajaran dalam setting inklusif, yaitu : Standar
kompetensi lulusan (SKL); Kompetensi Inti (KI); Kompetensi Dasar (KD dan
Indikator keberhasilan.
Komponen isi (materi)
Materi adalah isi atau konten yang harus dipelajari oleh siswa supaya bisa
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Materi pembelajaran bisa berupa
informasi, konsep, teori, dan lain-lain. Matei pembelajaran harus relevan atau
mendukung terhadap pencapain kompetensi dasar dan standar kompetensi. Rumusan
materi tidak tersedia dalam kuriku-lum, tetapi harus dibuat atau dikembangkan
sendiri oleh sekolah/guru, yang biasanya mengacu kepada buku sumber yang
relevan.
Komponen proses
Proses adalah kegiatan atau aktivitas yang akan dijalani oleh siswa supaya
bisa menguasai materi yang diajarkan dan bisa mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Proses memiliki pengertian yang sama dengan
kegiatan belajar mengajar (KBM) atau pengalaman belajar, yakni serangkaian
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh siswa bersama guru baik di dalam
maupun di luar kelas.
Proses
pembelajaran biasanya terkait dengan penggunaan metode mengajar, penggunaan
media pembelajaran, pengalokasian waktu, pemanfaatan sumber. Pengelolaan kelas,
dan lain-lain.
Komponen evaluasi
Evaluasi adalah proses yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
pencapaian tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Kegiatan evaluasi
bertujuan untuk mengetahui apakah para siswa telah berhasil mencapai atau
menguasai kompetensi-kompetensi yang menjadi tujuan pembelajaran. Evaluasi juga
bertujuan untuk mengetahui apakah proses pembelajaran telah berjalan secara
efektif atau optimal. Isu yang paling penting terkait dengan evaluasi adalah
teknik atau cara yang digunakan dalam evaluasi untuk mengetahui keberhasilan
pembelajaran.
Pengertian
Pembelajaran Adaptif
Irham Hosni,
(2003) dalam artikel, E. S. Munir, (2008), menuliskan bahwa
pembelajaran adaptif merupakan pembelajaran biasa yang dimodifikasi dan
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dipelajari, dilaksanakan dan memenuhi
kebutuhan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Dengan demikian
pembelajaran adaptif bagi ABK hakekatnya adalah Pendidikan Luar Biasa (PLB).
Sebab didalam pembelajaran adaptif bagi ABK yang dirancang adalah pengelolaan
kelas, program dan layanannya.
Jadi pembelajaran
adaptif pada intinya adalah modifikasi aktivitias, metode, alat, atau
lingkungan pembelajaran yang bertujuan untuk menyediakan peluang kepada anak
dengan kebutuhan khusus mengikuti program pembelajaran dengan tepat, efektif
serta mencapai kepuasan. Prinsip utama dalam modifikasi aktivitas adalah
pe-nyesuaian aktivitas pembelaja-ran yang disesuaikan dengan potensi siswa
dalam melakukan aktivitias tersebut.
Pengembangan
Kurikulum Adaptif di sekolah Inklusi
Sari Rudiyati, (…), menuliskan bagaimana pengembangan kurikulum adaptif
untuk siswa berkebutuhan pendidikaan khusus yang mengikuti pendidikan di
sekolah inklusif? Ada empat model kemungkinan pengembangan kurikulum adaptif
bagi siswa yang berkebutuhan pendidikan khusus yang mengikuti pendidikan di
sekolah inklusif, yakni: (1) Model duplikasi; (2) Model modifikasi; (3) Model
subtitusi, dan (4) model omisi.
Model Duplikasi
Duplikasi artinya salinan yang serupa benar dengan aslinya. Menyalin
berarti membuat sesuatu menjadi sama atau serupa. Dalam kaitannya dengan model
kuriukulum, duplikasi berarti mengembangkan dan atau memberlakukan kurikulum
untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus secara sama atau serupa dengan
kurikulum yang digunakan untuk siswa pada umumnya (reguler). Jadi model
duplikasi adalah cara dalam pengembangan kurikulum, dimana siswa-siswa
berkebutuhan pendidikan khusus menggunakan kurikulum yang sama seperti yang
dipakai oleh anak-anak pada umumnya. Model duplikasi dapat
diterapkan pada empat kmponen utama kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses dan
evaluasi.
a. Duplikasi
Tujuan
Duplikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang diberlakukan
kepada anak-anak pada umumnya/reguler juga diberlakukan kepada siswa
berkebutuhan pendidikan khusus. Dengan demikian standar komptensi lulusan (SKL)
yang diberlakukan untuk siswa reguler juga diberlakukan untuk siswa
berkebutuhan pendidikan khusus, Demikian juga Kompetensi inti (KI), kompetensi
dasar (KD) dan juga indikator keberhasilannya
b. Duplikasi Isi
atau materi
Duplikasi isi/materi berarti materi-materi pembelajaran yang diberlakukan
kepada siswa pada umumnya/reguler juga diberlakukan sama kepada siswa-siswa
berkebutuhan pendidikan khusus. Siswa berkebutuhan pendidikan khusus memperoleh
informasi, konsep, teori, materi, pokok bahasan atau sub-sub pokok bahasan yang
sama seperti yang disajikan kepada siswa-siswa pada umumnya/ reguler.
c. Duplikasi
proses
Duplikasi proses berarti siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani
kegiatan atau pengalaman belajar mengajar yang sama seperti yang diberlakukan
kepada siswa-siswa pada umumnya/reguler. Duplikasi proses bisa berarti kesamaan
dalam metode mengajar, lingkung -an/setting belajar, waktu belajar penggunaan
media belajar dan atau sumber belajar.
d. Duplikasi
Evaluasi
Duplikasi evaluasi berarti siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani
evaluasi atau penilaian yang sama seperti yang diberlakukan kepada siswa-siswa
pada umumnya/reguler. Duplikasi evaluasi bisa berarti kesamaan dalam soal-soal
ujian, kesamaan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau kesamaan dalam
tempat atau lingkungan dimana evaluasi dilaksanakan.
Model Modifikasi
Modifikasi berarti merubah atau menyesuaikan. Dalam kaitan dengan model
kurikulum untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus, maka model modifikasi
bararti cara pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang diberlakukan bagi
siswa-siswa reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan
kemampuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus.
Dengan demikian, siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani kurikulum
yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan mereka. Modifikasi
dapat diberlakukan pada empat komponen utama, yaitu tujuan, materi, proses, dan
evaluasi.
a. Modifikasi
Tujuan
Modifikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang ada dalam
kurikulum umum dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi siswa berkebutuhan
pendidikan khusus. Sebagai konsekuensi dari modifikasi tujuan siswa
berkebutuhan pendidikan khusus, maka akan memiliki rumusan kompetensi sendiri
yang berbeda dengan siswa-siswa reguler, baik berkaitan dengan standar kompetensi
lulusan (SKL), kompetensi inti (SI, kompetensi dasar (KD) maupun indikator
-nya.
b. Modifikasi
Materi
Modifikasi ini berarti materi-materi pelajaran yang diberlakukan untuk
siswa reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan
siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Dengan demikian, siswa berkebutuhan
pendidikan khusus mendapatkan sajian materi yang sesuai dengan kondisi,
kebutuhan dan kemampuannya. Modifikasi materi bisa berkaitan dengan keleluasan,
kedalaman dan kesulitannya berbeda (lebih rendah) daripada materi yang
diberikan kepada siswa reguler.
c. Modifikasi
Proses
Modifikasi proses berarti ada perbedaan dalam kegiatan pembelajaran yang
dijalani oleh siswa berkebutuhan pendidikan khusus dengan yang dialami oleh siswa
pada umumnya. Metode atau strategi pembelajaran umum yang diberlakukan untuk
siswa-siswa reguler tidak diterapkan untuk siswa berkebutuhan pendidikan
khusus. Jadi, mereka memperoleh strategi pembelajaran khusus yang sesuai dengan
kondisi, kebutuhan dan kemampuannya. Modifikasi proses atau kegiatan
pembelajaran bisa berkaitan dengan penggunaan metode mengajar,
lingkungan/setting belajar, waktu belajar, media belajar serta sumber belajar.
d. Modifikasi Evaluasi
Modifikasi evaluasi, berarti ada perubahan dalam sistem penilaian hasil
belajar yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa
berkebutuhan pendidikan khusus. Dengan kata lain siswa berkebutuhan pendidikan
khusus menjalani sistem evaluasi yang berbeda dengan siswa-siswa lainnya.
Perubahan tersebut bisa berkaitan dengan perubahan dalam soal-soal ujian,
perubahan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau tempat evaluasi.
Termasuk juga bagian dari modifikasi evaluasi adalah perubahan dalam kriteria
kelulusan, sistem kenaikan kelas, bentuk rapor, ijasah . Dll.
3. Model Subtitusi
Subtitusi berarti mengganti. Dalam kaitannya dengan model kurikulum, maka
substansi berarti mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan
sesuatu yang lain. Penggantian dilakukan karena hal tersebut tidak mungkin
dilakukan oleh siswa berkebutuhan pendidikan khusus, tetapi masih bisa diganti
dengan hal lain yang sebobot dengan yang digantikan. Model substansi bisa
terjadi dalam hal tujuan pembelajaran, materi, proses maupun evaluasi.
4. Model Omisi
Omisi berarti menghapus/menghilangka. Dalam kaitan dengan model kurikulum,
omisi berarti upaya untuk menghapus/menghilangkan sesuatu, baik sebagian atau
keseluruhan dari kurikulum umum, karena hal tersebut tidak mungkin diberikaan
kepada siswa berkebutuhan pendidikan khusus.
Dengan kata lain, omisi berarti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum
tetapi tidak disampaikan atau tidak diberikan kepada siswa berkebutuhan
pendidikan khusus, karena sifatnya terlalu sulit atau mampu dilakukan oleh siswa
berkebutuhan pendidikan khusus. Bedanya dengan substitusi adalah jika dalam
substitusi ada materi pengganti yang sebobot, sedangkan dalam model omisi tidak
ada materi pengganti.
G. Model
Adaptasi
Dalam artikal. Toto Yulianto, (2012 : ..), berdasarkan grand design pendidikan
inklusi nasional yang telah disepakati di Palembang tanggal 27-30
November 2007 bahwa yang menjadi substansi implementasi pendidikan inklusi
adalah adaptasi. Adapun adaptasi itu meliputi kurikulum, pembelajaran, media
dan alat pembelajaran, bahan ajar, penilaian serta pelaporan hasil
belajar.
Dalam makalah ini pembahasan adaptasi pembelajaran, media/ alat, bahan
ajar, penilaian dan hasil belajar akan dikemas dalam satu bahasan yaitu
adaptasi pembelajaran sehingga secara substansional yang amat diperlukan dalam
adaptasi pada pendidikan inklusi adalah adaptasi kurikulum dan adaptasi
pembelajaran.
1.
Adaptasi
Kurikulum
1) ABK
(anak berkebutuhan khusus) dengan kecerdasan rata-rata dapat menggunakan
kurikulum reguler.
2) ABK
dengan kecerdasan di atas rata-rata (amat cerdas/ IQ ≥ 125) dapat diikutkan
program akselerasi.
3) ABK
dengan kecerdasan di bawah rata-rata (IQ ≤ 90) dapat menggunakan mengadaptasi
kurikum reguler sesuai dengan karakteristik ABK.
4) Jenis
ABK tertentu memerlukan program kurikulum plus yaitu program kurikulum tambahan
yang bersifat rehabilitatif-kompensatif dan tidak ada di sekolah reguler.
Adapun kurikulum plus itu adalah:
· Tunanetra
orientasi dan mobilitas, Braille
· Tunarungu
bina wicara
· Tunagrahita
bina diri
· Tunadaksa bina
gerak
· Tuna
laras bina sosial/ pribadi
· Autis
à bina komunikasi dan sosial.
· Gifted
à akselerasi dan pengayaan
5) ABK
yang tidak mampu mengikuti alternatif a), b), c) di atas dapat digunakan
program pembelajaran individual (PPI) dimana kurikulum disusun atas dasar
karakteristik ABK secara individual. Adapun pola yang dapat diterapkan sebagai
b.
Adaptasi Pembelajaran
Variabel penting dalam pembelajaran, adalah: a) kondisi pembelajaran, b)
metode pembelajaran, dan c) hasil pembelajaran.
1) Kondisi
pembelajaran berkaitan dengan tujuan pembelajaran, karakteristik mata
pelajaran, kendala, dan karakteristik peserta didik. Adaptasi yang
dapat dilakuan adalah sebagai berikut:
a) mengambil
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sama dengan kurikulum baku
(reguler maupun PLB) namun menurunkan indikator (mengambil sebagian indikator).
b) Mengambil
standar kompetensi yang sama dengan kurikulum reguler dan merumuskan sendiri
standar kompetensinya.
c) Adaptasi
materi pelajaran
Tidak semua mata
pelajaran dan atau materi pelajaran membutuhkan adaptasi. Hanya mata pelajaran
dan atau meteri pelajaran yang menimbulkan kesulitan sebagai akibat langsung
dari kelainannya yang membutuhkan adaptasi. Sebagai contoh dapat disajikan
hal-hal sebagai berikut :
·
Anak tunanetra
memiliki keterbatasan dalam persepsi visual, sehingga pelajaran menggambar
dapat diadaptasi dengan pelajaran ekpresi lain berkaitan dengan nilai seni.
Kemudian materi pelajaran yang banyak membutuhkan fungsi visual diadaptasi
dengan pemanfaatan indra pendengaran, taktual, penciuman serta indra lain non
visual. Kebanyakan tunanetra kesulitan dalam pembentukan konsep global, mereka
memulai pengertian dengan diawali pembentukan konsep detail per detail baru
kemudian global.
·
Anak
tunarunguwicara memiliki keterbatasan dalam persepsi bunyi dan irama, dengan
aktivitas bina wicara mereka masih mampu berbicara secara terbatas
sekalipun mereka tidak dapat mendengar terhadap apa yang mereka sendiri
ungkapkan.Materi pelajaran sebaiknya disajikan dalam bentuk gambar-gambar, terutama
dalam pembentukan konsep yang berurutan Hindarkan kata-kata yang belum dikenal
anak, kecuali kata yang sukar tersebut sebagai upaya untuk menambah kekayaan
bahasa mereka. Pertanyaan/ soal hendaknya ringkas/ pendek tetapi cukup
representatif.
·
Anak tunagrahita,
(antara lain lamban belajar) kesulitan yang amat menonjol adalah fungsi kognisi
dan bahkan bila tingkat ketunagrahitaannya berat juga fungsi aspek lain
mengalami kelainan. Sebagai contoh bila anak itu mengalami lamban belajar bila
dibanding dengan teman rata-rata lain dapat hal-hal sebagai berikut:
·
v Materi disajikan dalam bobot yang berbeda
dengan teman rata-rata lain. Sekalipun dalam satu tujuan pembelajaran yang sama
atau dengan kata lain penyederhanaan materi pelajaran sehingga sesuai dengan
tingkat kemampuan anak.
·
v Materi disajikan dengan pendekatan
konseptual, maksudnya sebelum anak dituntut untuk menguasai pengertian secara
abstrak harus didahului dengan penanaman konsep secara kongkrit dan
berulang-ulang.
·
v Adaptasi materi pelajaran hanya dilakukan
terhadap materi-materi yang menimbulkan kesulitan anak.
· Bila
dalam kelas terdapat peserta didik gifted, maka materi pembelajaran harus
dikembangkan/ diperkaya secara horisontal dengan bobot yang lebih sulit. Percepatan
(akselerasi) penyajian materi secara vertikal dimungkinkan dengan
menaikkan kelas yang lebih tinggi yang tidak perlu menunggu pada akhir tahun
pelajaran. Pendidik dalam pembelajaran terhadap anak ini hanya bertindak
sebagai fasilitator. Perlu diperhatikan bahwa usia sosial dan emosinya
sebenarnya masih sama dengan perkembangan emosi dan sosial anak rata-rata, dan
hanya perkembangan kognisinya yang lebih cepat bila dibanding dengan anak
seusianya.
· Anak
dengan variabel ketunaan yang lain misalnya tunadaksa dengan kondisi tanpa
kaki/ polio pada kedua kaki tentu tidak dibutuhkan adaptasi materi pelajaran.
d) Untuk
menghadapi berbagai kendala perlu adaptasi media, alat dan bahan ajar.
Telah banyak diciptakan alat-alat dari hasil adaptasi yang khusus
dipergunakan untuk anak dengan kebutuhan khusus. Adaptasi tersebut telah
dirasakan manfaatnya oleh mereka yang menggunakan. Komputer untuk tunanetra
yang dilengkapi dengan screen reader (komputer bicara), kalkulator
bicara, mount botten, laser can untuk membantu tunanetra berjalan dll. Alat
bantu dengar untuk anak tunarunguwicara.
Adaptasi sarana/ alat pelajaran/ alat peraga dalam hal ini adalah adaptasi
yang setiap saat dapat melakukan pendidik dalam pembelajaran di kelas. Melalui
adaptasi tersebut anak dengan kebutuhan khusus dapat melakukan/ merasakan/
mengamati seperti apa yang dilakukan oleh anak-anak lain.
Di bawah ini beberapa contoh yang mungkin dapat diterapkan dalam
pembelajaran:
1. Adapatasi
bahan ajar
· untuk
peserta didik tunanetra dapat bahan ajar diadaptasi dengan buku braille, buku
bicara, buku dgital, dll
· untuk
peserta didik tunarungu dapat disertai gambar/ visualisasi yang dapat mewakili
narasi/ teks.
2. Dalam
mempelajari bangun geometri anak tunanetra harus mempelajari benda asli/ model/
setidaknya gambar timbul, sehinga anak tunanetra dapat meraba, begitu pula
mempelajari peta suatu wilyah juga harus berupa peta timbul.
3. Anak
lamban belajar menulis harus dilihat kasus demi kasus. Mungkin tulisannya
jelek, tidak dapat membedakan antara huruf-huruf tertentu, menulisnya lamban.
4. Anak
autis perlu meja khusus yaitu meja yang tidak menjadikan anak banyak bergerak.
5. Anak
polio (kursi roda) diperlukan kursi dan meja yang dapat dijangkau (diturunkan)
dan ruang yang cukup untuk menempatkan kursi roda.
6. Penempatan
sarana dan alat/ buku-buku mudah dijangkau untuk semua anak
d) Karakteristik
peserta didik meliputi perbedaan individual dalam hal fisik (fisik normal,
tunanetra, tunarungu, dunadaksa, warna kulit, ras, dll); emosi dan sosial (anak
soleh, anak nakal, autis, maldjusted, anak miskin, anak beresiko, dll);
intelektual (anak cerdas, rata-rata, anak bodoh, tunagrahita); kepribadian
(introvert, ekstrovert, dll); minat; bakat; dll.
2) Metode pembelajaran terdiri dari
strategi pengorganisasian, metodologi, dan pengelolaan.
Berkaitan dengan
metode pembelajaran dapat dilakukan beberapa adaptasi antara lain:
a) Adaptasi waktu pembelajaran
Akan lebih bijaksana bila dalam pemberian setiap tugas ada kaitannya dengan
jenis/ tingkat kesulitan yang dialami anak, waktu diberikan kelonggaran secara
proporsional bila dibanding dengan anak rata-rata lain. Mereka diberikan
kesempatan untuk berprestasi seperti yang lain sekalipun dalam waktu yang
berbeda. Misalnya anak tunanetra dalam mengerjakan soal-soal ujian diberikan
kelonggaran 20% dengan waktu yang digunakan oleh anak “normal”. Anak
tunarunguwicara diberikan kesempatan yang longgar dalam memahami isi bacaan/
membaca. Anak lamban belajar berhitung, bila pendidik menuntut sejumlah soal
yang sama dengan anak rata-rata lain waktu hendaknya diberikan kelonggaran yang
cukup sesuai dengan tingkat kelambanannya atau jumlah soal dikurangi.
b) Adaptasi
pengelolaan kelas
Dalam pengorganisasian kelas membutuhkan strategi yang kadang tidak pernah
dipikirkan sebelumnya. Pengaturan tempat duduk terhadap anak-anak yang
mengalami kelainan harus mendapatkan prioritas khusus, sehingga mereka seperti
halnya teman yang lain. Tanpa adaptasi pengelolaan kelas mungkin mereka akan
semakin tertinggal dengan teman yang lain.
H. Prinsip
dan Pengembangan Kurikulum Adaptif
Dalam Modul Pelatihan Pendidikan Inklsif, (…), Kurikulum umum yang
diberlakukan untuk siswa reguler perlu dirubah/dimodifikasi sesuai dengan
kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus.
Penyesuaian kurikulum dengan kemampuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus.
Penyesuaian kurikulum tidak harus sama pada masing-masing komponen, artinya jika
komponen tujuan dan materi harus dimodifikasi, mungkin demikian juga proses dan
evaluasinya.
Proses penyesuaian juga tidak harus sama untuk semua materi. Materi
tertentu perlu dimodifikasi, tetapi mungkin tidak perlu untuk materi yang lain.
Proses modifikasi juga tidak sama untuk semua mata pelajaran. Mata pelajaran
tertentu mungkin perlu banyak modifikasi tetapi tidak demikian untuk mata
pelajaran yang lain. Proses modifikasi juga tidak sama pada masing-masing jenis
kelainan. Siswa berkebutuhan pendidikan khusus yang tidak mengalami hambatan
kecerdasan, misalnya: anak tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa, mungkin sedikit
membutuhkan modifikasi kurikulum. Sedang siswa yang mengalami hambatan
kecerdasan (anak tunagrahita) membutuhkan modifikasi hampir pada pada semua
komponen pembelajaran (tujuan, isi, proses dan evaluasi).
I. Penerapan Kurikulum Adpatif
Dalam Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif, (…), ada empat kemungkinan model
kurikulum adaptif, yakni: duplikasi, modifikasi, substitusi dan omisi, dan ada
empat komponen utama kurikulum, yakni: tujuan, materi, proses dan evaluasi.
Mengembangkan kurikulum untuk siswa berke -butuhan pendidikan khusus pada
dasarnya adalah mengawinkan antara model kurikulum dengan komponen kurikulum.
Setiap satu komponen dari model kurikulum dipadukan dengan setiap komponen
kurikulum, sehingga akan terjadi 16 kemungkinan perpaduan, yaitu 4 kali 4.