Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen : Cinta Bersemi di Barcelona

 


CINTA BERSEMI DI BARCELONA

 

Namaku Anya Geraldine Husein, aku berumur 19 tahun asal Jakarta. Hobiku adalah bercerita, membaca buku, dan menonton film. Aku anak bungsu dari keluarga Husein, ayahku asli Banjarmasin dan ibuku asli Barcelona. Aku memiliki satu kakak laki – laki yang masih menyelesaikan kuliahnya di Universitas Hankuk, Korea Selatan. Tahun ini aku baru saja menyelesaikan sekolahku di SMA 1 Harapan. Dan aku berencana untuk melanjutkan pendidikanku di Universitas Barcelona, dengan mengambil jurusan sastra Spanyol. Aku sangat tertarik dengan kampung halaman ibuku ini. Aku juga sudah sedikit lancar dalam berbahasa Spanyol, pastinya karena ibuku yang mengajarkanku.

 

Tepat tanggal 10 Februari 2019, aku terbang dari bandar udara Soekarto Hatta ke bandara Internasional Barcelona. Aku hanya dijemput oleh kakekku, karena nenekku sudah meninggal sejak 3 tahun lalu akibat kecelakaan mobil. Selama di Barcelona, aku akan tinggal di rumah kakekku karena ia hanya sendirian disini. Lagi pula, kampusku tidak terlalu jauh dari rumah kakek mungking dalam 15 menit dengan sepeda pun sampai. Kuliahku dimulai 2 minggu lagi, aku sangat bersemangat dan tidak sabar menunggu hari itu tiba.

 

Sesampainya di rumah kakek, ternyata kakek sudah menyiapkan satu kamar tidur yang sudah didesign sangat cantik khusus untukku. Aku langsung memeluk kakek karena merasa sangat bahagia dan bergegas membereskan semua barang bawaanku dari Indonesia. Setelah selesai beres – beres, aku dan kakek merasa lapar dan berniat untuk membeli beberapa roti di dekat rumah. Aku cepat – cepat pergi ke toko roti dengan menggunakan sepeda yang dulu sering nenek gunakan agar tidak pulang terlalu gelap.

 

Saat sampai di toko, aku pun langsung mengambil tujuh buah roti yang nampak enak, tiga roti coklat dan empat roti keju. Ketika hendak membayar, ternyata seorang kasir laki – laki dengan senyum semanis roti coklatku tersebut berasal dari Indonesia juga. Kami pun larut dalam perbincangan yang cukup menarik bagiku, apalagi senyumannya. Saat aku sampai di rumah, kakek dan aku langsung melahap habis roti tersebut, namun ketika aku hendak merapikan sampah bungkus roti ternyata terselip kartu nama laki – laki tadi. Di situ tertulis namanya yaitu Ardit, manajer delicosa panaderia lengkap dengan nomor teleponnya. Ternyata dia itu manajer toko roti.

 

Dua minggu telah berlalu, tibalah hari yang ku tunggu – tunggu itu. Aku bangun saat keadaan masih gelap sehingga aku tidak perlu terburu – buru untuk bersiap pergi ke kampus. Pagi ini aku menyiapkan roti panggang selai coklat kesukaan kakek. Setelah itu aku langsung berangkat ke kampus dengan mengayuh sepedaku. Namun ternyata aku datang lebih awal lima menit. Aku pun memutuskan untuk berkeliling terlebih dahulu di sekitaran kampusku. Dari kejauhan aku melihat ada seorang laki – laki yang sangat tampan dengan rahangnya yang cukup tajam, mengenakan jeans hitam dan kemeja hijau dengan kaos polos warna putih sebagai dalamannya. Dia sedang mengobrol dengan beberapa perempuan yang sepertinya membicarakan tentang materi kuliah. Aku rasa dia asisten dosen di kampus ini.

 

Setelah mencari – cari dan menyakan pada beberapa orang, aku menemukan ruanganku dan segera masuk karena jam sudah menunjukkan pukul 10.30, waktunya materi kuliahku dimulai. Ternyata perkiraanku benar, laki – laki yang tampan tadi adalah asisten dosen, buktinya sekarang dia ada di ruanganku mewakili dosenku yang berhalangan untuk hadir. Dia langsung memperkenalkan dirinya dengan jelas, singkat dan tak lupa senyuman yang khas pada wajah tampannya. Setelah itu kelas pun berjalan seperti biasanya.

 

Jadwal mata kuliahku untuk hari ini hanya satu, maka dari itu aku langsung pergi ke toko roti dekat rumahku untuk sekedar ngemil beberapa roti dengan susu coklat dingin. Tapi ternyata disana ada asdosku yang tampan tadi, ia sedang membaca novel dengan segelas kopi americano. Tanpa ku sangka ia menyapaku dan mengajakku untuk duduk bersamanya. Tentu saja dengan senang hati aku langsung duduk satu meja dengannya. Ternyata dia itu sangat santai dan pembicaraan kami sangat nyambung satu sama lain, kami juga banyak kesamaan lho. Seperti dia sangat suka pada culture di negara Spanyol ini, menyukai bunga lili, bintang kami juga sama yaitu Gemini dan dia juga menyukai film bergenre komedi. Sebernarnya dia berasal dari Kanada, namun dia memiliki keluarga di Indonesia yaitu di kota Bandung. Itulah alasannya mengapa namanya Geraldi Anggana dan kami bisa mengobrol senyaman ini.

 

Di tengah obrolan kami, ada laki – laki masuk ke dalam toko dengan wangi parfum yang sudah ku kenal, iya dia Ardit. Aku menyapanya dan mengajak ia untuk bergabung dalam obrolan aku dan Angga. Aku pun mengenalkan mereka pada satu sama lain terlebih dahulu. Dan tak disangka obrolan kami memanjang sampai pukul 18.00 sore. Kami pun memutuskan untuk mengakhiri obrolan seru kami hari ini. Sejak saat itu kami bertiga menjadi teman dekat satu sama lain, dan sering menghabiskan waktu bersama ketika jadwal kita memang sedang kosong. Seperti nonton film, piknik di taman, olahraga pagi bersama, nonton konser, ataupun hanya sekedar bertukar cerita sambari ditemani teh dan kopi hangat.

 

Dan sejak kejadian di kafe itu juga aku selalu mendapat kiriman bucket bunga lili yang sangat cantik dan indah setiap sore, namun disana hanya selalu tertuliskan “Untuk Anya yang secantik bunga lili yang ku sukai”. Aku selalu bertanya – tanya sebenarnya siapa yang mengirim bucket bunga ini, kenapa sih dia tidak beri keterangan namanya saja. Memang benar – benar payah tidak mau mengaku dan jujur, tapi ini memang hal yang sangat manis. Aku selalu menerka dan menebak siapa sebenarnya dalang dari semua ini. Namun yang ada di pikiranku hanya dia, iya Angga. Hanya dia yang ku tahu sama – sama menyukai bunga lili sepertiku. Memang dia sangat manis.

 

Waktu terus berjalan dan hari terus berganti. Aku, Angga, dan Ardit terus melewati semua itu dengan tawa, canda, senyuman, kesedihan bahkan tangisan bersama. Tapi tepat tanggal 9 Juni 2019 usiaku genap 20 tahun, aku benar – benar merasa bahagia dan kurasa ini adalah hari terbaikku. Hari itu kedua sahabatku dan kakek memberiku sebuah kejutan yang sangat manis, mereka menghiasi kamarku dengan sangat cantik yang dominan oleh bunga lili, kesukaanku. Ardit memberiku sebuah lukisan wajahku dan lilin aroma berbentuk bunga lili. Dan si manis Angga memberiku sebuah kalung bertuliskan “AGH” inisal namaku tak lupa bucket bunga lili. Di hari itu sepertinya aku sudah yakin dengan persaanku bahwa aku memang menaruh hati pada sahabatku sendiri, yaitu Geraldi Anggana.

 

Keesokan harinya, aku memutuskan untuk mengungkapkan perasaanku terlebih dulu pada Angga. Pagi hari aku sudah berdandan sangat cantik, manata rambut dengan rapi, memakai parfum paling wangi, dan berpakaian sangat menawan lengkap dengan membawakan bekal sarapan untuk Angga. Saat sudah sampai di depan pintu Apartemennya, ku tekan bel namun ia tak mau keluar, mungkin masih terlelap tidur. Saat ku buka pintunya ternyata tidak terkunci. Namun saat aku masuk tepat di depanku aku melihat Angga sedang bermesraan dengan seorang laki – laki. Aku sangat kaget, sedih, kecewa, marah, semuanya menjadi satu. Yang aku lakukan hanyalah pergi menjauh sambil menangis, aku tahu Angga mengerjarku namun aku lebih dulu naik taksi sehingga ia tak bisa mengerjarku lagi.

 

Saat ini aku bersamanya, iya dia Ardit. Ku ceritakan semuanya termasuk bucket bunga lili itu sambil terus menangis. Namun disana Ardit hanya tersenyum kaku dan memelukku agar tangisku sedikit reda. Ketika aku sudah mulai tenang, ia bercerita dengan tatapan mata yang sangat serius. Ia berkata bahwa sebenarnya yang selalu mengirim bunga lili ke rumahku adalah dia, iya Ardit. Dia berkata bahwa dia sama sepertiku yang menyukai bunga lili dan dia sudah menyukaiku sejak kami pertama bertemu, namun ia terlalu pemalu untuk mengungkapkan dan menunjukkan perasaannya padaku. Aku pun menangis lagi dan memeluknya erat sambil berkata maaf tiada henti. Tapi ia tetap tersenyum dan menenangkanku kembali. Setelah itu ia pun mengantarkanku pulang ke rumah.

 

Ternyata hari itu menjadi sebuah kenangan yang tak terlupakan dalam hubungan persahabatan kami bertiga. Kini aku sudah bertunangan dengan Ardit, ia melamarku saat aku wisuda. Iya sesabar itu dia menungguku. Dan hubungan persahabatan kami pun tetap baik – baik saja. Angga sudah menjelaskan dan menceritakan semuanya padaku dan Ardit, dan kami menerima kekurangan yang Angga miliki. Tapi itu dulu, kini Angga pun sudah berubah. Ia Sudah menikah dengan yang seseorang yang terbaik dengan pilihannya.