Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerita Fiksi : Sepucuk Surat Menjelang Ujian




Sepucuk Surat Menjelang Ujian
Hanni Darwanti

Risma menyantap pelan menu sarapannya sambil melamun. Hari ini adalah hari pertama ujian akhir siswa kelas enam. Risma sudah siap untuk menghadapi soal-soal ujiannya. Ia sudah belajar dengan tekun selama beberapa bulan menjelang ujian akhirnya. Ia ingin mengakhiri jenjang sekolah dasarnya dengan baik. Risma seorang siswa yang cemerlang. Pekerjaan sekolahnya selalu dapat diselesaikannya dengan sangat baik.

Ia seorang siswa yang tekun dan selalu mempersiapkan dirinya dengan baik. Tetapi, pagi ini ia tampak gelisah. Di hari yang menurutnya penting karena ia akan menghadapi ujian akhirnya, ia merasa kecewa karena ayah dan ibunya tidak bersamanya. Kedua orang tuanya sedang bertugas di luar kota, sehingga tidak dapat menemaninya dan memberikan dukungan kepadanya untuk menghadapi ujiannya. Ia mulai membandingkan dirinya dengan beberapa temannya yang akan ditemani orang tuanya selama ujian akhir ini. Sedangkan orang tuanya tidak bersamanya saat ini.

Risma tahu bahwa kedua orang tuanya sangat mendukungnya selama ini, namun tetap saja ia merasa kecewa. Tiba-tiba lamunan Risma dibuyarkan oleh tepukan di bahu oleh Kak Dini, kakaknya. “Dik, ini ada titipan surat dari Ayah dan Ibu untukmu. Sebelum Ayah dan Ibu berangkat ke luar kota kemarin, mereka berpesan kepada Kakak untuk memberikan ini kepadamu saat sarapan sebelum berangkat ujian. Dibaca sekarang ya, Dik. Kakak harus berangkat lebih pagi hari ini,” kata Kak Dini sambil bergegas berangkat sekolah.

 “Surat? Mengapa Ayah dan Ibu menitipkan surat untukku?” tanya Risma dalam hati. Perlahan dibukanya lipatan surat itu. Risma menyimak setiap kata yang ditulis rapi oleh ibunya. Risma tercinta, Mudah-mudahan Risma selalu ingat bahwa ujian apa pun yang Risma hadapi tidak pernak menitikberatkan pada hasilnya. Hakikat ujian adalah mengukur daya juang kita. Seberapa besar mau bersusah payah mempersiapkan diri? Seberapa kita rela kita mengorbankan hal-hal menyenangkan demi memprioritaskan persiapannya? Seberapa besar kita melibatkan Tuhan dalam usaha kita? Para guru dapat menyiapkan materinya, Ayah dan Ibu dapat menemanimu berlatih, Tuhan menganugerahimu dengan bakat dan kecerdasan.

Namun, hanya Risma sendiri yang dapat membangun niat untuk berjuang. Hanya Risma yang mengetahui apakah usaha yang diberikan sudah maksimal. Hasil tidak pernah menjadi urusan dan porsi kita, Nak. Sesungguhnya Tuhanlah yang memegang “kunci jawaban” dari semua ujian yang ada di semesta ini. Tuhan hanya ingin tahu, apakah kamu membuat pilihan yang tepat untuk menghadapinya. Cara apa saja yang ditempuh untuk menghadapinya. Seberapa gigih usahamu, seberapa kamu memohon pertolongan-Nya untuk menghadapi ujian ini. Selamat menempuh ujian sekolah, Nak. Ini hanya salah satu ujian dari sekian banyak ujian yang kamu hadapi kelak dalam kehidupanmu.

Terima kasih atas kerja keras dan ketekunanmu untuk mempersiapkannya. Ayah dan Ibu bangga karena kamu tidak pernah mengeluh untuk mempersiapkan dan menghadapinya. Tuhan akan selalu bersamamu, demikian juga dengan Ayah dan Ibu. Salam sayang, Ayah dan Ibu Risma mengusap air mata yang mengalir di pipinya.

Ia tidak lagi merasa gundah dan gelisah. Ia kini merasa terharu dan bangga terhadap Ayah dan Ibunya. Ia kini mengerti bahwa bukan kehadiran fisik Ayah dan Ibu yang ia butuhkan, tetapi cinta dan doa dari kedua orang tuanya yang ia inginkan.

Dan ia mendapatkannya. Risma segera melipat surat dari orang tuanya itu dan memasukkannya ke dalam tasnya. Setelah menghela nafas panjang, ia segera bergegas menyelesaikan sarapannya dan bersiap berangkat ke sekolah untuk menghadapi ujian sekolah hari ini. Senyum menghiasi wajahnya. “Terima kasih, Ayah dan Ibu, untuk semua cinta dan doamu,” ujarnya di dalam hati. Dan ia pun melangkah mantap menghadapi ujiannya.