Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sudut Pandang dalam Cerita Lengkap


Sudut Pandang
Sudut Pandang dalam Cerita Lengkap
Sudut pandang merupakan salah satu unsur intrinsik dalam karya sastra. Menurut Nurgiyantoro (2013, hlm. 30) unsur intrinsik merupakan “… unsur-unsur yang membangun karya sastra…”. Unsur intrinsik dapat dijumpai jika orang membaca karya sastra. Sudut pandang menurut Aminuddin (2013, hlm. 90) adalah “…cara pengarang menampilkan para tokoh dalam ceritanya…”. Sedangkan menurut Wahyuni (2016, hlm. 8) sudut pandang merupakan “…tempat pengarang dalam memandang ceritanya…”. Zahra (2012, hlm. 22) menjelaskan bahwa sudut pandang ialah “…siapa yang berkisah dan bagaimana kisah tersebut dikisahkan…”. Ritauddinz (2011, hlm. 16) berpendapat bahwa sudut pandang merupakan “…cara yang digunakan pengarang dalam menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa lainnya untuk membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi…”. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa sudut pandang merupakan cara pengarang dalam menyajikan ceritanya.

Sudut pandang berpengaruh terhadap penyajian cerita karena berkaitan dengan psikologis pembaca. Pembaca butuh persepsi yang jelas mengenai sudut pandang karena pemahaman pembaca dalam sebuah cerita dipengaruhi oleh kejelasan sudut pandangnya. Selain itu, sudut pandang dalam cerita juga berpengaruh terhadap kebebasan dan keterbatasan, ketajaman, ketelitian, dan keobjektifan terhadap apa yang diceritakan. Penggunaan sudut pandang dalam cerita merupakan pilihan, kesukaan, atau kebiasaan pengarang dalam menyampaikan ceritanya. Apakah pengarang ingin menceritakan sesuatu yang lebih bersifat aksi, atau sesuatu yang lebih bersifat menyelami lubuk hati seorang tokoh?. Sudut pandang cerita secara garis besar dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu sudut pandang persona pertama (first-person), gaya “aku” dan sudut pandang persona ketiga (third-person), gaya “dia”. 

Sudut Pandang Persona Pertama
Sudut pandang persona pertama menyajikan cerita dengan tokoh “aku” sebagai seseorang yang menyampaikan cerita. Nurgiyantoro (2013, hlm. 352) menjelaskan “…pencerita dalam sudut pandang persona pertama merupakan seseorang yang terlibat dalam cerita…”. Tokoh “aku” merupakan tokoh yang berkisah, mengisahkan apa yang dialami dan disikapi, baik yang terjadi dalam batin maupun yang secara nyata dilakukan secara verbal dan nonverbal. Tokoh “aku” mempunyai nama, namun karena ia sedang mengisahkan pengalamannya sendiri maka nama tersebut jarang disebut.

Penyebutan nama tokoh “aku” berasal dari tokoh lain. Tokoh-tokoh lain yang ada di dalam cerita menjadi penting dan dipentingkan apabila ada kaitannya dengan tokoh “aku”. Sudut pandang persona pertama bersifat terbatas karena pencerita tidak bisa menceritakan apa yang dialami dan dirasakan oleh tokoh lain. Selain itu, cerita tidak dapat meloncat begitu saja dari tokoh satu ke tokoh lain tanpa terikat langsung dengan tokoh “aku”. Sejalan dengan itu, Nurgiyantoro (2013, hlm. 342) berpendapat “..jika pengarang ingin menggambarkan berbagai peristiwa tindakan, dapat diindera, dan batin manusia yang paling dalam dan rahasia dalam sebuah cerita, maka akan lebih sesuai jika menggunakan sudut pandang persona pertama…”. Karena sudut pandang persona pertama bersifat terbatas maka dalam sudut pandang persona pertama ini pencerita tidak bisa menggambarkan batin tokoh lain yang ada dalam cerita selain tokoh “aku”. 

Sudut Pandang Persona Ketiga
Sudut pandang persona ketiga menyajikan cerita dengan menampilkan nama-nama tokoh atau kata gantinya (ia; dia; mereka). Nurgiyantoro (2013, hlm. 347) menjelaskan “…pencerita dalam sudut pandang persona ketiga merupakan seseorang yang tidak terlibat dalam cerita (berada di luar cerita)…”. Tokoh “dia” merupakan tokoh yang sedang dikisahkan oleh pengarang cerita, mengisahkan apa yang dialami dan disikapi, baik yang terjadi dalam batin maupun yang secara nyata dilakukan secara verbal dan nonverbal. Dalam dialog antar tokoh terdapat penyebutan “aku” karena tokoh-tokoh “dia” oleh pengarang cerita sedang dibiarkan untuk mengungkapkan diri sendiri.

Sudut pandang persona ketiga bersifat terbatas dan tidak terbatas tergantung bagaimana cerita yang akan dikisahkannya tersebut. Sejalan dengan itu, Nurgiyantoro (2013, hlm. 342) berpendapat “..jika pengarang ingin menggambarkan berbagai peristiwa tindakan, dapat diindera namun juga batin, dan beberapa tokoh sekaligus dalam sebuah cerita maka akan lebih sesuai jika menggunakan sudut pandang persona ketiga…”. Karena sudut pandang persona ketiga bersifat terbatas dan tidak terbatas maka dalam sudut pandang persona ketiga ini pencerita bisa menggambarkan batin tokoh lain (banyak tokoh) yang ada dalam cerita.