Struktur Intrinsik Prosa
Struktur Intrinsik Prosa
Dalam kajian ini, jenis prosa yang dimaksud adalah
jenis prosa lama yakni dongeng. Dongeng merupakan sebuah karya sastra yang
termasuk kedalam jenis cerita fiksi anak. Sebuah karya sastra mengandung unsur
pembangun baik dari dalam maupun dari luar cerita itu sendiri. Keterkaitan yang
erat anatar unsur tersebut dinamakan struktur penmbangun karya sastra.
Unsur-unsur pembangun dalam ceria fiksi anak menurut Nugiyantoro (2013)
diantaranya:
Unsur Intrinsik adalah unsur-unsur cerita fiksi yang
secara langsung berada di dalam, menjadi bagian, dan ikut membentuk eksisitensi
cerita yang bersangkutan, sedangkan unsur ekstrinsik di pihak lain adalah unsur
yang berada di luar teks fiksi yang bersangkutan, tetapi mempunyai pengaruh
terhadap bangun cerita yang dikisahkan, langsung atau tidak langsung. (hlm.221)
Pembahasan unsur cerita fiksi anak berikut lebih
berfokuskan terhadap unsur-unsur intrinsik. Hal ini karena relevan dengan
penelitian ini yang akan menganalisis salah salah satu unsur intrinsik yakni
amanat dalam dongeng Nusantara.
Menurut Nugiyantoro (2013, hlm. 222) yang termasuk
dalam “kategori unsur intrinsik misalnya adalah tokoh, alur, tema, latar,
moral, stile dan nada”. Unsur-unsur intrinsik tersebut akan dideskripsikan di
bawah ini.
1)
Tokoh. Tokoh cerita dimaksudkan sebagai pelaku yang memerankan alur dari
cerita. Dalam cerita fiksi anak tokoh cerita tidak harus berwujud manusia,
seperti anak atau orang dewasa lengkap dengan nama dan karakteristiknya,
melainkan juga dapat berupa binatang atau suatu objek yang lain yang biasanya
merupakan bentuk personifikasi manusia.
2)Tokoh sangat berperan penting dalam penyampaian sebuah amanat dalam
dongeng. Ada sejumlah cara penghadiran tokoh, namun secara garis besar dapat di
kelompokan ke dalam dua macam, yaitu teknik uraian atau narasi pengarang (telling) dan teknik ragaan (showing). Teknik yang pertama menunjukan
pada pengertian bahwa pemunculan karakter tokoh itu secara langsung diceritakan
oleh pengarang, sedang teknik yang kedua menunjuk pada pengertian tokoh
dibiarkan tampil sendiri untuk memperlihatkan karakter jatidirinya seiring dengan perkembangan alur.
3)
Alur. Alur cerita kaitannya dengan sebuah cerita, alur berhubungan
dengan berbagai hal seperti peristiwa,
konflik yang terjadi, dan akhirnya mencapai klimaks, serta bagaimana kisah itu
diselesaikan. Sangat penting memperhatikan dari alur sebuah cerita, tokoh dan
alur saling beriringan. Alur mengatur berbagai peristiwa dan tokoh itu tampil
dalam urutan yang enak dan menarik.
4)
Latar. Latar (setting) dapat
dipahami sebagai landas tumpu berlangsungnya berbagai peristiwa dan kisah yang
diceritakan dalam cerita fiksi. Sebuah cerita fiksi yang hadir dengan
menampilkan tokoh dan alur memerlukan kejelasan tempat di mana cerita itu
terjadi, kapan waktu itu kejadiannya, dan latar belakang kehidupan social-budaya
masyrakat tempat para tokoh berinteraksi dengan sesama.
5)
Tema. Tema merupakan dasar pengembangan sebuah cerita. Gagasan yang
ingin disampaikan tema dijabarkan dan atau dikonkretkan lewat unsur-unsur
intrinsik yang lain terutama tokoh, alur, dan latar. “Tema ialah persoalan yang
menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat
menonjol dan menjadi persoalan. Tema minor ialah tema yang tidak menonjol”
(Sumasari, 2014, hlm.72).
6)
Moral. Moral, amanat, atau messages
dapat dipahami sebagai sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca.
Kehadiran moral dalam cerita fiksi dapat dipandang sebagai semacam saran
terhadap perilaku moral tertentu yang bersifat praktis, tetapi bukan resep atau
bertingkah laku. “Moral (Bahasa Latin Moralitas)
adalah istilah manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai
positif” (Ardini, 2012, hlm.46).
7)
Sudut pandang. Sudut pandang (point
of view) dapat dipahami sebagai cara sebuah cerita dikisahkan. Secara lebih
konkret dan spesifik sudut pandang adalah “siapa yang melihat, siapa yang
berbicara”, atau “dari kacamata siapa sesuatu itu dibicarakan”.
8)
Stile dan nada. Stile disini ketika pembaca berhadapan dengan sastra,
dengan cerita fiksi, secara kasat mata yang dihadapi adalah kata-kata, larik-larik,
struktur kalimat, dan alinea-alinea. Sebagai sesuatu yang ingin diungkapkan,
cerita tenggelam di balik kata-kata itu. Berhadapan dengan sebuah bacaan cerita
fiksi akan adanya nada-nada tertentu. Misalnya, kita mersakan adanya nada
humor, bercanda, bersahabat, familiar, serius, formal, ramah, sinis, ironis,
atau yang lain.
Nilai intrinsik dari sebuah cerita
memiliki manfaat bagi anak-anak yang berguna bagi dirinya. Menurut Tarigan
(2011, hlm. 6) ada 6 nilai intrinsik sastra bagi anak-anak. Diantaranya
dijabarkan di bawah ini.
1)
Memberi kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan. Nilai seperti ini akan
tercapai apabila sastra dapat memperluas cakrawala anak-anak dengan menyajikan
pengalaman dan wawasan baru. Oleh karena itu, ank-anak perlu menemukan kegembiraan
dalam buku-buku sebelum mereka dituntut menguasai keterampilan membaca. Mereka
ingin sekali melakukan kegiatan tersebut karena mereka mengetahui bahwa pada
akhirnya akan memberi kegembiraan dan kenikmatan.
2)
Menumpuk dan mengembangkan imajinasi. Sastra dapat mengembangkan
imajinasi anak-anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam,
insan, pengalaman, atau gagasan dengan berbagai cara. Karya sastra yang baik
dapat mengungkapkan serta membangkitkan keanehan dan keinginan pra anak, sama seperti
mengenal berbagai gagasanyang belum pernah dipikirkan sebelumnya.
3)
Memberi pengalaman-pengalaman baru. Tulisan yang baik bisa saja membawa
para pembaca kedalam imajinasi yang dibuat oleh penulis. Pengalaman-pengalaman
yang ketika membaca anak merasakan dan seolah-olah memainkan peran dalam cerita
tersebut. Dengan hal ini anak akan merasakan berbagai pengalaman baru dari
sebuah karya sastra.
4)
Mengembangkan wawasan menjadi perilaku insani. Sastra dengan kekayaannya
mampu merefleksikan berbagai persoalan tentang kehidupan. Sastra dapat
memperlihatkan kepada anak betapa luasnya dunia luar dari dirinya. Betapa anak
harus memahami insan lain dalam kehidupannya, memahami dirinya sendiri. Melalui
upaya membaca maka para anak memperoleh berbagai presepsi pribadi mengenai
sastra dan kehidupan. Dengan wawasan yang dimiliki para anak menjelma
menjadi perilaku insani
yang abstrak menjadi konkret.
5)
Memperkenalkan kesemestaan pengalaman. Sastra terus-menerus mengemukakan
masalah universal mengenai makna kehidupan dan hubungan manusia dengan alam dan
orang lain.
6)
Memberi harta warisan sastra dari generasi terdahulu. Sastra merupakan
sumber utama bagi penerus warisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sastra memainkan peranan penting dalam pemahaman dan penilaian warisan budaya
manusia