Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pendekatan Concrete Pictorial Abstract (CPA)



Pendekatan Concrete Pictorial Abstract (CPA) beserta Contoh dan Penerapannya Lengkap
Pengertian Pendekatan Concrete Pictorial Abstract (CPA)

Pendekatan concrete pictorial abstract merupakan pendekatan pembelajaran yang didasari teori Bruner mengenai representasi enactive, iconic, symbolic. Pendekatan pembelajaran ini pertama kali diterapkan di Singapura. Hoong, Kin, dan Pien (2015, hlm. 1) menyatakan bahwa “pendekatan concrete-pictorial-abstract (CPA), berdasarkan konsepsi Bruner tentang mode representasi enactive, iconic, symbolic, adalah instruksional heuristik yang terkenal dan dianjurkan oleh Kementerian Pendidikan Singapura sejak awal 1980”. Witzell (dalam Putri, 2015, hlm 114) mengemukakan bahwa “pendekatan CPA terdiri dari tiga langkah khusus: 1) belajar dengan manipulasi objek konkret 2) belajar dengan representasi bergambar dan 3) menyelesaikan masalah dengan cara notasi abstrak"

Ilustrasi Teori Bruner dengan Tahap Pendekatan CPA
Pendekatan CPA merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang menggunakan tahapan hirarkis yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk merekonstruksi pengetahuannya sendiri. Pendekatan CPA memberikan kerangka kerja yang secara konseptual membantu siswa untuk membentuk hubungan yang bermakna antara kemampuan dalam tingkat konkret, representasi dan abstrak. Hal tersebut selaras dengan pendapat Nurdin (2011, hlm. 2) yang menyatakan seyogianya pembelajaran memperhatikan tahapan kemampuan peserta didik dalam menyerap materi ajar. Pemahaman siswa dimulai dimulai dari pengalaman visual, dan kinestetik untuk membangun pemahaman, siswa memperluas pemahaman mereka melalui representasi bergambar dari benda konkret dan pindah ke tingkat pemahamaan secara abstrak.

Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan CPA
Gujarati (2013, hlm.2) menyatakan bahwa, pendekatan CPA menumbuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang matematika sehingga siswa mendapatkan pengetahuan konseptual yang lebih besar daripada hanya pengetahuan prosedural. Siswa mengalami matematika dalam berbagai bentuk dari objek nyata, bergambar dan akhirnya ke simbol. Benard (2012) memaparkan kelebihan pendekatan CPA, diantaranya dapat memberikan siswa cara terstruktur untuk mempelajari konsep-konsep matematika, siswa dapat membangun hubungan yang lebih baik ketika bergerak melalui tingkat pemahaman dari konkret ke abstrak, membuat pembelajaran dapat diakses oleh semua siswa (termasuk mereka yang memiliki kesulitan belajar matematika), diajarkan secara eksplisit menggunakan multi-pendekatan sensorik, dapat digunakan di seluruh tingkat kelas, dari awal sekolah dasar sampai sekolah menengah, membantu siswa mempelajari konsep baru dan dapat digunakan dalam kelompok kecil atau seluruh kelas.

Adapun kekurangannya adalah penggunaan benda-benda manipulatif mempunyai dampak negatif bagi siswa, ketika siswa lebih menggapnya hanya sebagai kegiatan bermain. Ketika siswa sudah beranggapan demikian, siswa menjadi lebih terfokus untuk bermain dan benda-benda konkret yang semula digunakan sebagai media pembelajaran berubah menjadi hanya sebatas mainan saja. Kekurangan lainnya adalah, siswa terkadang mampu memahami suatu konsep dengan benda konkret, namun ketika berpindah ke tahap selanjutnya siswa kesulitan merepresentasikan benda konkret dalam bentuk gambar dan notasi angka. Selain itu, tidak semua materi matematika dapat disampaikan menggunakan pendekatan CPA. Perlu adanya kreativitas dan inovasi dari guru untuk membuat sendiri benda-benda konkret yang nantinya dapat digunakan untuk mengimplementasikan pendekatan CPA dalam proses pembelajaran.

Tahapan Pendekatan Pembelajaran CPA
Menurut  Hinton, Strozier, dan Flores (2014) pendekatan CPA mengajarkan siswa melalui tiga tahap belajar, yaitu:

Tahap Konkret
Tahap konkret merupakan tahapan dengan menggunakan objek konkret menjadi suatu model permasalahan. Pada tahap ini setiap konsep matematika dimodelkan dengan benda konkret. Guru mulai memberikan instruksi melalui pemodelan setiap konsep matematika dengan benda konkret (misalnya, fraction discs, strip kertas). Tahap konkret memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan menunjukkan penguasaan memanipulasi benda-benda konkret yang ada di lingkungannya atau melakukan aktivitas langsung yang berkaitan dengan konsep matematika.

Piktorial
Tahap piktorial yaitu tahapan “melihat” dengan menggunakan representasi menjadi suatu model. Pada tahap ini konsep matematika dimodelkan pada tingkat piktorial (semi konkret) yang melibatkan gambar yang mewakili objek konkret yang digunakan sebelumnya. Guru mengubah model konkrit menjadi tingkat representasi (semi-konkret), yang mungkin melibatkan gambar-gambar lingkaran, persegi, persegi panjang dan lainnya. Siswa belajar untuk memecahkan masalah dengan menggambar.
Gambar merepresentasikan objek konkret yang menjadi sumber informasi pengumpulan data oleh siswa. Hal ini tepat bagi siswa untuk mulai menggambar solusi dari masalah yang akan diselesaikan.

Abstrak
Tahapan abstrak merupakan tahapan “penyimbolan” dengan menggunakan lambang matematika yang abstrak. Pada tahap ini, konsep matematika dimodelkan menggunakan angka, notasi dan simbol matematik. Dengan data yang diperoleh pada tahap konkret kemudian merepresentasikan dalam gambar (piktorial), siswa dapat menuliskan pecahan dalam bentuk notasi matemaika.

Ketiga tahapan pembelajaran yang dipaparkan merupakan kesatuan yang utuh yang pelaksanaannya saling mendukung satu sama lain.  Adapun langkah-langkah penerapan pendekatan CPA menurut Benard (2012) adalah sebagai berikut:
1.      Ajarkan konsep matematika menggunakan benda yang dapat dimanipulatif.
2.      Berikan banyak kesempatan bagi siswa untuk mempraktekkan konsep menggunakan berbagai manipulatif.
3.      Pastikan para siswa memahami konsep di tingkat konkret sebelum pindah ke tingkat representasi.
4.      Memperkenalkan gambar untuk merepresentasikan objek (tingkat representasi).
5.      Sediakan banyak waktu bagi siswa untuk berlatih konsep menggunakan gambar yang digambar.
6.      Periksa pemahaman siswa. Jangan pindah ke abstrak jika siswa belum menguasai tingkat representasi.
7.      Ajarkan siswa konsep matematika hanya menggunakan angka dan simbol (tingkat abstrak).
8.      Sediakan banyak kesempatan bagi siswa untuk berlatih hanya menggunakan angka dan simbol.
9.      Periksa pemahaman siswa.
10.  Setelah konsep ini dikuasai pada tingkat abstrak, secara berkala membawa kembali konsep bagi siswa untuk berlatih dan menjaga keterampilan mereka tetap segar.

Hal yang harus dingat bahwa memodelkan konsep dan menyediakan banyak kesempatan untuk berlatih adalah hal yang sangat penting di ketiga level tersebut. Juga, jangan terburu-buru melewati level. Siswa membutuhkan waktu untuk membuat koneksi dan membangun apa yang sudah mereka ketahui. Beri mereka waktu untuk memproses informasi sebelum pindah ke tingkat berikutnya.

Pendekatan Concrete Pictorial Abstract (CPA) dalam Desain  Didaktis Konsep Pecahan untuk Kelas III Sekolah Dasar
Pendekatan concrete pictorial abstract (CPA) merupakan pendekatan pembelajaran yang terdiri dari tiga langkah, yakni tahap belajar dengan memanipulasi benda konkret, belajar dengan representasi dalam bentuk gambar dan belajar dengan menggunakan notasi dan lambang bilangan. Pendekatan CPA dapat membantu siswa memahami suatu konsep, karena sesuai dengan tahap berpikir siswa yang masih berpikir konkret. .Ketika proses pembelajaran matematika sekolah dasar tentang konsep pecahan, kebanyakan guru langsung menuliskan notasi pecahan secara langsung, tanpa meyampaikan makna dari pecahan tersebut. Interaksi guru dan siswa pun hanya sebatas penyampai dan penerima pesan tanpa adanya suatu antisipasi untuk mengatasi kesulitan belajar siswa (learning obstacle). Maka, supaya siswa memahami makna dan konsep operasi pembagian bilangan pecahan, perlu disusun suatu desain didaktiks untuk mengajarkan bahan ajar konsep pecahan. Desain didaktis konsep pecahan yang akan disusun berdasarkan pada sebuah pendekatan yang sesuai dengan tahap berpikir siswa, yakni pendekatan CPA. Desain didaktis ini disusun untuk mengurangi learning obstacle yang dialami siswa pada konsep pecahan. Penyusunan desain didaktis terdiri dari tiga tahapan, yaitu analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran, pada saat pembelajaran dan setelah pembelajaran.

Ketika tahap analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran, peneliti memfokuskan pada pengembangan desain didaktis berupa rancangan situasi didaktis yang akan dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Situasi didaktis yang akan dilakukan pertama adalah memanipulasi benda konkret, yang dilanjutkan dengan pemodelan dalam bentuk bangun datar, setelah itu barulah mulai menuliskan pecahan dalam bentuk lambang bilangan. Hal ini disesuaikan dengan tahapan pada pendekatan CPA yang dimulai dari tahap konkret menuju tahap yang lebih abstrak. Setiap situasi didaktis yang direncanakan dilengkapi dengan prediksi respon siswa beserta antisipasi didaktis pedagogis atas respon tersebut. Antisipasi didaktis pedagogis dapat berupa tindakan penguatan atas respon siswa yang tepat atau dapat berupa bimbingan atas respon siswa yang tidak tepat. Penguatan dilakukan guru dengan memberikan pertanyaan untuk menggali rasional siswa dibalik respon yang diberikannya. Adapun upaya bimbingan lebih ditekankan pada siswa yang mengalami learning obstacle dengan cara pemberian penjelasan konsep kepada siswa dalam kelompok kecil maupun secara individual.

Selain itu, ketika berada pada tahap analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran, peneliti juga  melakukan rekontestualisasi, repesonalisasi dan prediksi respon siswa beserta antisipasi didaktis pedagogisnya. Sementara pada saat pembelajaran, hakekatnya merupakan analisis metapedadidaktik yakni analisis terhadap situasi didaktis, respons siswa, serta analisis interaksi yang berdampak terhadap terjadinya perubahan situasi didaktis maupun pedagogis. Setelah pembelajaran, peneliti melakukan refleksi yang menggambarkan pikiran tentang apa yang terjadi pada saat proses pembelajaran serta kaitannya dengan apa yang dipikirkan sebelum pembelajaran berlangsung. Tahap ini juga dapat disebut analisis retrosfektif. Pada tahap ini peneliti akan melakukan evaluasi terhadap desain didaktis yang telah diujicobakan.