Karangan Narasi : Pengertian Karangan Narasi, Jenis Karangan Narasi, Struktur Narasi
Karangan Narasi
Pengertian Karangan Narasi
Menurut Suparno dan Yunus (2010, hlm. 11) “karangan narasi adalah ragam
wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa.” Sasarannya adalah
memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase,
langkah, urutan, atau rangkaian terjadinya sesuatu hal. Bentuk karangan ini
dapat kita temukan misalnya pada karya prosa atau drama, biografi atau
autobiografi, laporan peristiwa, serta resep atau cara membuat dan melakukan
suatu hal.
Sejalan dengan hal tersebut, Keraf (2007, hlm. 135) menyatakan bahwa
“narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian
atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami
sendiri peristiwa itu.” Dengan kata lain, narasi merupakan bentuk wacana yang
berusaha menggambarkan sebuah peristiwa yang terjadi.
Karangan narasi sulit dibedakan dari karangan deskripsi karena harus ada
unsur lain yang diperhitungkan, yaitu unsur waktu dan tokoh. Dengan demikian
pengertian karangan narasi itu mencakup dua unsur dasar. Unsur yang terpenting
dalam sebuah narasi adalah unsur perbuatan atau tindakan yang terjadi dalam
suatu rangkaian waktu. Peristiwa yang telah terjadi tidak lain daripada
tindak-tanduk yang dilakukan oleh orang-orang atau tokoh-tokoh dalam suatu
rangkaian waktu. Karangan deskripsi menggambarkan suatu objek secara statis,
maka narasi mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian
waktu.
Jenis Karangan Narasi
Narasi memiliki dua jalur penceritaan, yakni dengan cara imajinasi
(sugestif) dan berdasarkan pengamatan atau wawancara (ekspositoris). Keraf
(2007, hlm. 136) membedakan narasi menurut tujuan atau sasarannya menjadi dua,
yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif.
1.
Narasi ekspositoris
bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui apa yang
dikisahkan. Sasaran utama narasi ini adalah rasio, yaitu berupa perluasan
pengetahuan para pembaca sesudah membaca kisah tersebut (Keraf, 2007, hlm.
136). Lebih lanjut lagi Keraf (2007, hlm. 137) menyatakan bahwa “narasi ekpositoris
mempersoalkan tahap-tahap kejadian, rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para
pembaca atau pendengar.”
2. Narasi sugestif menurut
Keraf (2007, hlm. 138) “merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan
sekian macam sehingga merangsang daya khayal para pembaca.” Lebih lanjut narasi
sugestif bertujuan untuk memberi makna atas peristiwa atau kejadian sebagai
suatu pengalaman. Narasi sugestif selalu melibatkan daya khayal (imajinasi).
(Keraf, 2007, hlm. 138)
Perbedaan Pokok Antara Narasi Ekspositoris dan Narasi Sugestif
No Narasi Ekspositoris Narasi Sugestif
1 Memperluas pengetahuan Menyampaikan suatu makna
atau suatu amanat yang tersirat
2 Menyampaikan informasi
mengenai suatu kejadian. Menimbulkan daya
khayal.
3 Didasarkan pada
penalaran untuk mencapai kesepakatan rasional. Penalaran
hanya berfungsi
sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran
dilanggar.
4 Bahasanya lebih condong
ke bahasa informatif dengan titik berat pada penggunaan kata-kata denotatif. Bahasanya lebih condong ke
bahasa figuratif dan menitikberatkan penggunaan kata-kata konotatif.
(Keraf, 2007, hlm. 138)
Struktur Narasi
Struktur sebuah narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang
membentuknya. Komponen-komponen tersebut adalah a) tindak-tanduk atau
perbuatan, b) penokohan, c) latar, d) sudut pandang e) alur. (Keraf, 2007, hlm.
145)
1. Tindak Tanduk Perbuatan
Dalam bukunya yang berjudul argumentasi dan narasi, Keraf (2007, hlm.
156) menyatakan bahwa “tindak tanduk atau perbuatan adalah segala tingkah laku
yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam narasi.” Selain itu Keraf (2007, hlm.
156) menyatakan bahwa:
Ciri utama yang membedakan deskripsi dari sebuah narasi adalah aksi atau
tindak-tanduk. Tanpa rangkaian tindak-tanduk, maka narasi itu akan berubah
menjadi sebuah deskripsi, karena semuanya dilihat dalam keadaan yang statis.
Rangkaian perbuatan atau tindakan menjadi landasan utama untuk menciptakan
sifat dinamis sebuah narasi.
2. Penokohan
Penokohan erat kaitannya dengan karakter. Dalam bukunya yang berjudul
Argumentasi dan Narasi, Keraf (2007, hlm. 164) menyatakan bahwa
“karakter-karakter adalah tokoh-tokoh dalam sebuah narasi dan karakterisasi
adalah cara seorang penulis kisah menggambarkan tokoh-tokohnya.” Sehubungan dengan karakter dan karakterisasi,
lebih lanjut Keraf (2007, hlm. 164) mengemukakan hal berikut.
Perwatakan dalam pengisahan dapat diperoleh dengan usaha memberi
gambaran mengenai tindak-tanduk dan ucapan-ucapan para tokohnya (pendukung
karakter), sejalan tidaknya kata dan perbuatan. Motivasi para tokoh itu dapat
dipercaya atau tidak diukur melalui tindak-tanduk, ucapan, kebiasaan, dan
sebagainya. Dalam bertindak mereka harus memberikan reaksi-reaksi kepada
lingkungan yang dimasukinya, apakah nilai reaksi itu wajar atau semu, berbicara
atau bertindak sesuai dengan karakter dominan atau menyimpang dari karakter
yang dominan tadi.
3. Latar (Setting)
Latar merupakan tempat dan atau waktu terjadinya perbuatan tokoh atau
peristiwa yang dialami tokoh (Suparno, 2010, hlm. 42). Sehubungan dengan latar,
Keraf (2007, hlm. 148) mengemukakan
Tempat atau pentas disebut latar atau setting. Latar dapat digambarkan
secara hidup-hidup dan terperinci, dapat pula digambarkan secara sketsa, sesuai
dengan fungsi dan perannya pada tindak-tanduk yang berlangsung. Ia dapat
menjadi unsur yang penting dalam kaitannya dengan tindak-tanduk yang terjadi,
atau hanya berperan sebagai unsur tambahan saja. Pada bagian tertentu mungkin
saja peranan latar kurang sekali bisa dibandingkan dengan latar bagian lain.
Demikian juga latar yang menjadi tempat atau pentas itu bisa berbentuk suatu suasana
pada suatu kurun waktu tertentu.
Latar atau setting meliputi tempat, waktu, dan suasana yang melatar
belakangi terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita. Latar mempunyai fungsi
memperjelas atau menghidupkan peristiwa dalam cerita. Cerita yang baik harus
memiliki setting yang menyatu dengan tema, watak pelaku, dan alur.
4. Sudut Pandang (Point of View)
Sudut pandang (point of view) dalam narasi menjawab pertanyaan siapakah
yang menceritakan kisah ini. Apapun sudut pandang yang dipilih pengarang akan
menentukan sekali gaya dan corak cerita (Suparno, 2010, hlm. 44). Sehubungan
dengan sudut pandang, Keraf (2007, hlm. 191) mengemukakan pendapatnya sebagai
berikut
Sudut pandang dalam sebuah narasi mempersoalkan bagaimana pertalian
antara seorang yang mengisahkan narasi itu dengan tindak tanduk yang
berlangsung dalam kisah itu. Orang yang membawakan pengisahan itu dapat
bertindak sebagai pengamat (observer) saja, atau peserta (participant) terhadap
seluruh tindak-tanduk yang dikisahkan. Tujuan dari teknik sudut pandangan yang
terakhir ini adalah sebagai suatu pedoman atau panduan bagi pembaca mengenai
perbuatan atau tindak-tanduk karakter dalam suatu pengisahan.
Sudut pandangan dalam narasi menyatakan bagaimana fungsi seorang
pengisah (narator) dalam sebuah narasi, apakah mengambil bagian langsung dalam
seluruh rangkaian kejadian (sebagai participant), atau sebagai pengamat
(observer) terhadap obyek seluruh aksi atau tindak-tanduk dalam narasi.
5. Alur
Menurut Keraf (2007, hlm. 147) dalam bukunya yang berjudul Argumentasi
dan Narasi menyatakan
Alur atau plot lebih baik dibatasi sebagai sebuah interrelasi fungsional
antara unsur-unsur narasi yang timbul dari tindak tanduk, karakter, suasana
hati (pikiran) dan sudut pandang, serta ditandai klimaks-klimaks dalam
rangkaian tindak-tanduk itu, yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam
keseluruhan narasi.
Keraf (2007, hlm. 147-148)
menambahkan bahwa “alur merupakan rangkaian pola tindak-tanduk yang
berusaha memecahkan konflik yang terdapat dalam narasi, yang berusaha
memulihkan situasi narasi ke dalam suatu situasi yang seimbang dan harmonis.”
Unsur Sudut Pandang
Keraf (2007, hlm. 191) dalam bukunya yang berjudul Argumentasi dan Narasi menyatakan
Sudut pandang dalam narasi menyatakan bagaimana fungsi seorang pengisah
(narator) dalam sebuah narasi, apakah ia mengambil bagian secara langsung dalam
seluruh rangkaian kejadian (yaitu sebagai participant), atau sebagai pengamat
(observer) terhadap objek dari seluruh aksi atau tindak tanduk dalam narasi.
Keraf (2007, hlm. 192) menambahkan dalam menampilkan cerita narasi,
narator akan menempatkan dirinya pada posisi yang berbeda-beda. Sudut pandang
dalam hubungan dengan narasi ini, yaitu cara seorang pengarang melihat seluruh
tindak-tanduk dalam suatu narasi, dibagi menjadi dua yaitu: 1) sudut pandang
orang pertama; dan 2) sudut pandang orang ketiga.
Sudut pandang orang pertama memiliki variasi-variasi yang akan diuraikan
dalam bagian-bagian berikut.
1. Sudut pandang Orang Pertama
Keraf (2007, hlm. 192) berpendapat bahwa “presentasi sudut pandangan
orang pertama disebut juga sudut pandangan terbatas. Sudut pandangan ini
disebut demikian karena penulis secara sadar membatasi diri pada apa yang
dilihat atau apa yang dialami sendiri sebagai pengisah atau narator.”
a. Narator – Tokoh Utama
Menurut Keraf (2007, hlm. 193) “dalam tipe narator – tokoh utama,
pengisah (narator) menceritakan perbuatan atau tindak -tanduk yang melibatkan
dirinya sendiri sebagai partisipan utama dari seluruh narasi, narator
sebenarnya mengisahkan kisahnya sendiri.”
b. Narator - Pengamat
Menurut Keraf (2007, hlm. 194) “pengisah (narator) terlibat dalam
seluruh tindakan tetapi hanya berperan sebagai pengamat (observer). Narator
tidak berusaha memengaruhi seluruh proses kejadian atau tindak-tanduk
tokoh-tokoh dalam narasi.”
c. Narator - Pengamat Langsung
Menurut Keraf (2007, hlm. 195) “dalam tipe ini pengisah (narator)
mengambil bagian langsung dalam seluruh rangkaian tindakan dan turut menentukan
hasilnya, tetapi tidak menjadi tokoh utama.”
2. Sudut Pandang Orang Ketiga
Keraf (2007, hlm. 197) dalam bukunya yang berjudul Argumentasi dan
Narasi menyebutkan bahwa “sudut pandang orang ketiga secara eksplisit
dinyatakan dengan mempergunakan kata ganti dia. Dalam tipe ini penulis
menyampaikan secara impersonal pengalaman tokoh-tokoh yang terlibat interaksi
dalam narasi.”
Tipe ini memiliki beberapa variasi sebagai berikut.
a.Sudut pandang panoramik atau serba tahu
Keraf (2007, hlm. 197) menyatakan bahwa “dalam sudut pandang panoramik,
pengarang berusaha melaporkan semua segi dari suatu peristiwa atau suatu
rangkaian tindak-tanduk. Pandangannya menyapu seluruh ruangan, melaporkan apa
saja yang menarik perhatian atau apa saja yang dianggap relevan.” Keraf (2007,
hlm. 198) menambahkan bahwa “pengarang berusaha melaporkan semua yang ada, dari
tindak-tanduk yang sangat pribadi sifatnya atau dari pikiran-pikiran yang
sangat tersembunyi, sampai kepada hal-hal yang terang dan jelas kelihatan pada
setiap karakter.”
b. Sudut pandang terarah
Dalam teknik ini Keraf (2007, hlm. 199) berpendapat bahwa “pengarang
tidak dapat menyapu seluruh medan tindak-tanduk yang ada, tetapi memusatkan
perhatiannya hanya pada satu karakter saja yang mempunyai pertalian dengan
proses atau tindak-tanduk yang dikisahkan.”
c. Titik pandang campuran
Keraf (2007, hlm. 200) menyatakan bahwa:
Titik pandang campuran merupakan sudut pandang yang mengandung dua macam
sudut pandang orang ketiga, yaitu sudut pandang panoramik atau serba tahu dan
sudut pandang terarah. Pengarang dapat mempergunakan sudut pandang panoramik
atau sudut pandang terarah sesuai dengan keperluan sesaat. Titik pandangan
panoramik atau serba tahu, disamping digunakan untuk menyajikan suatu gerak
atau tindak-tanduk yang luas, juga digunakan untuk mengisahkan sesuatu yang
menyempit.