Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hakikat Sastra Anak dan Genre: Dongeng


Hakikat Sastra Anak dan Genre: Dongeng
Pada dasarnya sastra ada untuk memberikan berbagai gambaran tentang kehidupan di sekitar manusia dituangkan dalam karya berupa teks yang disajikan secara khas dengan unsur-unsur keindahan di dalamnya dan mampu menimbulkan kepuasan tersendiri terhadap pembaca. Menurut Horace (dalam Rokhmansyah, 2014, hlm. 7) “karya sastra berfungsin dulce et utile. Dulce berarti “indah” dan utile berarti “berguna”, artinya karya sastra dapat memberikan rasa keindahan dan sekaligus kegunaan untuk para penikmatnya”.  Kemudian sejalan dengan pendapat Nugiyantoro (2013, hlm 3.)  bahwa “dalam bahasa sastra terkandung unsur dan tujuan keindahan serta bahasa sastra lebih bernuansa keindahan daripada kepraktisan dan karakteristik tersebut juga berlaku dalam sastra anak”.

Sastra anak tidak berbeda jauh dengan sastra dewasa. Sastra anak sendiri bertujuan untuk memberikan wawasan kepada anak tentang kehidupan yang dikemas penuh dengan imajinasi yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Menurut Nugiyantoro (2004) menyebutkan bahwa:

Sastra anak adalah sastra yang berbicara tentang apa saja yang menyangkut masalah kehidupan ini sehingga mampu memberikan informasi dan pemahaman yang lebih baik tentang kehidupan itu sendiri kepada anak.(hlm 107)

Sastra anak merupakan karya sastra yang dapat dipahami anak dan akrab dengan anak-anak yang berusia 3-12 tahun (Puryanto, 2008, hlm.2). Sama halnya dengan sastra dewasa (adult literature), sastra anak memiliki genre atau tipe kesasastraan salah satunya genre sastra tradisional. Nugiyantoro, (2004) mengemukakan bahwa:

 Istilah "tradisional" dalam kesastraan (tradisional literature atau folk literature) menunjukan bahwa bentuk itu berasal dari cerita yang telah mentradisi, tidak diketahui kapan mulainya dan siapa penciptanya, dan dikisahkan secara turun-temurun secara lisan. Yang termauk genre sastra ini adalah febel, dongeng rakyat, mitologi, legenda, dan epos. (hlm. 114)

Pada dasarnya dongeng  hadir berawal dari cerita-cerita orang tua kepada anaknya. Pada masa lampau “…dongeng diceritakan oleh, misalnya orang tua kepada anaknya, secara lisan dan turun-temurun…” (Nugiyantoro, 2013, hlm. 23) sehingga dongeng yang ada sekarang bervariasi walaupun secara umum dalam konteks yang sama.

Selaian untuk apresiasi sebuah karya sastra, dongeng dalam pembelajaran di SD secara umum dijadikan metode pembelajaran informasi dalam menanamkan nilai-nilai yang diyakini baik dan berharga oleh keluarga, masyarakat, dan bangsa.

Untuk itu dalam pemilihan dongeng untuk digunakan di sekolah dasar bisa dilihat berdasarkan amanat dalam dongeng yang disesuaikan dengan kebutuhan. Dongeng biasanya disajikan dalam bentuk cerita. Sebuah cerita di dalamnya tidak terlepas dari unsur yang membangun. Unsur pembangun cerita ada unsur dari laur yaitu ekstrinsik dan unsur dari dalam yaitu intrinsik.