Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Renungan : Ia Gila?

Ia Gila?
3 hari menikmati udara di kampung, banyak sekali interaksi dengan orang orang. Seperti biasa orang orang di kampung setiap hari sibuk dengan ke kebun, ke sawah, sekolah dan bahkan ada yang berdiam diri menikmati hidup di kampung seperti saya. . .
Alhamdulillah bibir bersyukur ketika dikampung sendiri menyaksikan setiap adzan dikumandangkan masih ada yang melangkahkan kaki dan berhenti dari segala aktivitas segera menuju panggilan adzan walaupun kebanyakan yang mengisi itu adalah bapak-bapak hingga kakek kakek.
Tidak nampak pemuda mengisi shaf shaf disetiap panggilan 5 waktu. . .
Satu hal yang menjadi pusat perhatian ketika adzan d kumandangkan adalah satu sosok yang sebelumnya tidak pernah kulihat ia selalu ada d mesjid. 3 bulan yang lalu ia tidak pernah ada dalam shaf shalat, hingga hari ini aku menyaksikan setiap waktu dikumandangkan ia selalu ada, tidak pernah berjamaah secara masbuk, sunnah rawatib dan dzikir selalu ia ikuti jika kemesjid entah itu dzuhur, ashar, magrib, isya dan bahkan subuh. . .
Umurnya kisaran 40 tahun, sejak saya kecil ia mengidap gangguan sakit jiwa. Menurut kabar dari masyarakat konon dia adalah orang yang sangat pintar dalam hal agama, namun ketika ia sedang menempuh pendidikan ia gila. Kalau bahasa sunda bilang "teu katakan elmu" artinya tidak siap raga nya untuk menerima ilmu pada masanya, jadilah ia gila. Begitu kata masyarakat, ketika gila karena ia sering marah marah, berkata kotor hingga mencelakai warga dan membuat takut maka ia dikurung pada sebuah ruangan sangat kecil supaya cukup buat makan saja. Tidak usah d tanyakan MCK nya seperti apa pasti sudah tahu perlakuan terhadap orang gila yang membahayakan seperti itulah perlakuan ya di kampungku. Miris memang. . .
Lama kelamaan waktu silih berganti, ia tidak lagi membahayakan masyarakat sekitar. Ia pun d lepas tidak dikurung lagi. Sambil d obati baik secara medis maupun non medis. Walaupun orang orang tetap tidak mau berinteraksi dengannya, ia lebih memilih untuk selalu menyendiri, jarang bicara dan tidak pernah melakukan apa apa.

Orang orang menganggap ia masih gila. Karena memang sesekali penyakit nya itu selalu kambuh. 
Ada hal menarik ketika melihat perubahannya bahwa walaupun ia tidak pernah melakukan aktivitas apa apa. Tapi ia menjadi salahsatu jemaah paling rajin dalam shalat awal waktu berjamaah saat ini. Tidak pernah terlewat. Hingga suatu hari menjelang adzan dzuhur, muadzin d kampung saya sedang sakit. Terdengar suara adzan yang seadanya saja tanpa di syair kan. Membuat diri ini penasaran siapa gerangan yang telah adzan. Ketika memasuki mesjid terlihat semua jemaah sedang shalat sunnah rawatib. Tibalah Ikomah, seseorang berdiri dan mengumandangkan Ikomah. Ternyata yang telah adzan dan Ikomah adalah orang yang dianggap gila. Kyai dimesjid pun melirik nya hingga terlihat senyum dari wajahnya. Padahal memang ia secara kejiwaan tidak sihat sebaik orang normal. Tapi lihat pelajarannya, setiap hari ia hanya menunggu waktu shalat. Datang kemesjid untuk shalat lima waktu. Lalu apa kita orang yang dianggap baik kejiwaannya yang terkadang masbuk, tidak berjamaah bahkan tidak shalat merasa baik baik saja dan tidak sakit.
Ya Allah... Siapa sebenarnya yang gila..? Gila dengan dunia?? Hingga lupa Allah, lupa panggilanya?? Padahal hidup adalah menunggu waktu shalat dan menunggu waktu Wafat.
Padahal ada yang lebih bahaya daripada penyakit badan, yaitu penyakit Ruh. Ruhnya gersang, sehingga lupa dengan Allah dengan panggilanNya.
Apa jadinya jika orang yang tidak pernah menginjakan kakinya di mesjid karena terus mengejar dunia di gelari Sakit Gila?? Tentu sudah banyak yang mendapat gelar itu termasuk saya.
Astagfirullah. . .