Pahlawan Tak Terlihat (Invisible Hero)
Pahlawan
Tak Terlihat (Invisible Hero)
Di
suatu kota tepatnya pada siang hari, Siang yang sangat terik sekali oleh sinar
matahari. Panas matahari terasa membakar kulit. Pak Amat memikul dagangannya
dengan lemas. Ia berjalan menyeret kaki. Peluh bercucuran membasahi dahi dan
tubuhnya. Panas sekali! Pak Amat melirik dagangannya sekilas. Masih banyak! Tak
kuat lagi kaki Pak Amat melangkah untuk menjajakan pisang di pikulannya.
Terus
melangkah dengan berat, Pak Amat melihat sebatang pohon besar yang rimbun di
pinggir jalan. “Ah..., akhirnya ada tempat untuk berteduh sejenak. Aku harus
beristirahat agar kuat berkeliling lagi menghabiskan daganganku,” katanya dalam
hati.
Pak
Amat meletakkan dagangannya di bawah pohon itu. Ia minum air yang tersisa di
botolnya, meluruskan punggungnya yang pegal, lalu membaringkan diri di samping
pikulannya. Tak lama kemudian, ia pun tertidur lelap. Pulas!
Menjelang
sore, langit mulai bersahabat. Terik matahari mulai mereda. Pak Amat terbangun
dari tidur pulasnya. Segar dan bugar tubuhnya. Keringatnya menguap, lelahnya
pun lenyap. Sambil duduk bersandar di batang pohon rimbun itu, Pak Amat
mengucap dalam hati, “Terima kasih kepada siapa pun..., wahai engkau yang
menanam pohon rindang ini. Tanpa jasamu, aku pasti lemas. Tak henti berjalan di
bawah terik matahari. Terima kasih untukmu, pahlawan tak terlihat.”
Lalu,
Pak Amat berdiri, memanggul pikulannya. Ia berjalan lagi dengan semangat. “Pisang...pisaang...!”
teriaknya keras.