Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hambatan dan Kelemahan STEM


Hambatan untuk keberhasilan penerapan pendidikan STEM
Pelaksanaan pendidikan STEM di sekolah-sekolah di seluruh dunia adalah untuk mempersiapkan tenaga kerja masa depan dengan latar belakang sains  dan matematika yang kuat untuk meningkatkan pengembangan keterampilan lintas disiplin Sains, Teknologi, Enjinir, dan Matematika. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut pendidikan STEM harus mengatasi hambatan-hambatan yang dimulai dari tingkat SD, SMP dan SMA dengan dengan memperbaiki masalah-masalah  yang merupakan akar permasalahan dan pengumpan potensial di perguruan tinggi dan universitas. Banyak negara termasuk Amerika Serikat sangat membutuhkan tenaga kerja dengan persiapan yang memadai dalam sains dan matematika untuk membantu mengatasi ekonomi negara yang berantakan, hambatan terhadap keberhasilan penerapan STEM harus diidentifikasi dan diatasi. Berikut ini kemungkinan beberapa hambatan dalam implementasi STEM ((Ejiwale, 2013).
 1. Persiapan mengajar yang buruk dan kurangnya keterdiaan guru STEM yang berkualitas
Kualitas persiapan guru sangat penting untuk membantu siswa mencapai standar akademis yang lebih tinggi. Banyak penelitian yang menunjukkan adanya  hubungan antara persiapan guru yang buruk dalam matematika dan sains dengan prestasi siswa (Rule & Hallagan, 2006; Hibpshman, 2007 dalam Ejiwale, 2013). 
Guru yang akan didedikasikan untuk mengajar STEM  harus dilengkapi dengan pengetahuan konten (content knowledge) yang mendalam tentang  STEM dan keterampilan pedagogis yang tinggi untuk mengajar siswa agar dapat membantu siswa mencapai pemahaman mendalam tentangSTEM untuk pemanfaatan selanjutnya dalam kehidupan dan karier mereka. Kurikulum untuk persiapan guru STEM harus menekankan kedua hal tersebut. Selain itu, guru harus termotivasi untuk selalu berpartisipasi dalam pengembangan profesionalnya membantu mereka mencapai pengetahuan konten STEM yang mendalam dan penguasaan pedagogi STEM.

2. Kurangnya investasi dalam pengembangan profesional guru
Kurangnya investasi dalam pengembangan profesional guru agar memiliki basis pengetahuan yang kuat telah dikaitkan dengan kinerja siswa yang buruk. Oleh karena itu mentoring kerja guru baru oleh guru yang sudah berpengalaman sangat dibutuhkan. Dengan adanya mentoring, guru baru akan memperoleh peluang untuk berkolaborasi dengan rekan kerja yang suda ahli dan mendapatkan bantuan dalam mengelola tugas. Hal  ini akan memungkinkan mereka melaksanakan proses pembelajaran dengan efektif.

3. Persiapan dan Inspirasi Siswa  yang Buruk 
Laporan STEM 2011 dari Departemen Perdagangan menunjukkan bahwa peluang kerja di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) semakin meningkat di Amerika. Laporan ini menyatakan bahwa siswa yang belajar  STEM mendapatkan peluang rata-rata 26% lebih banyak daripada siswa non-STEM.  Namun walaupun demikian , diketahui bahwa para siswa memiliki persiapan dan inspirasi yang buruk untuk mengejar program STEM. Menurut studi STEM yang dirilis oleh Microsoft dan Harris Interactive, hanya 20% mahasiswa yang belajar di bidang sains, teknologi, enjinering atau matematika mengatakan bahwa mereka merasa bahwa pendidikan mereka sebelum kuliah mempersiapkan mereka dengan “sangat baik” untuk bidang-bidang STEM. 

4. Kurangnya koneksi dengan individu pembelajar lain dalam berbagai macam cara
Untuk meningkatkan kinerja siswa dalam program STEM, mereka secara individu harus terhubung dengan berbagai cara untuk meningkatkan pembelajaran di bidang STEM (Darling-Harmond, 1994 dalam Ejiwale, 2013). Penelitian terbaru dalam pembelajaran berbasis proyek menunjukkan bahwa proyek dapat meningkatkan minat siswa pada STEM karena mereka melibatkan siswa dalam memecahkan masalah otentik, bekerja dengan orang lain, dan membangun solusi nyata.

5. Kurangnya dukungan sistem sekolah
Studi yang diterbitkan oleh Aliansi Pendidikan di Brown University menyatakan bahwa untuk pertumbuhan sistem sekolah, diperlukan struktur dan pemikiran baru  tentang cara melakukan bisnis pendidikan (Unger dkk., 2008 dalam Ejiwale, 2013). Penting untuk memastikan bahwa Kepala Sekolah memiliki pengetahuan tentang pendidikan STEM sehingga mampu menumbuhkan pengalaman belajar dan pengalaman STEM yang  kaya di sekolah mereka. 

6. Kurangnya kolaborasi penelitian di bidang STEM
Pendidikan STEM merupakan integrasi banyak disiplin ilmu dengan perbedaan dan persamaannya. Suatu hal yang normal jika pendekatan pembelajarannya harus dirancang melalui kolaborasi para pendidik yang terlibat. Kolaborasi penelitian melalui konsep klaster di seluruh bidang STEM untuk kurikulum yang terintegrasi akan meningkatkan konektivitas dan berbagi informasi di antara para guru dan industri. Karena itu, semua upaya harus dilakukan untuk mendorong peningkatan kegiatan kolaborasi penelitian antara pendidik dan kemitraan dengan personil industri untuk menjembatani pendekatan pembelajaran tradisional di kelas dengan pendekatan STEM.

7. Persiapan Bahan Ajar yang Kurang
Mempersiapkan bahan ajar adalah proses di mana garis besar arah belajar yang tidak jelas diubah menjadi arah belajar yang sudah jelas dalam bentuk lembar panduan, bahan ajar, instrument tes, dan petunjuk instruksional ”(Rothwell dkk., 1992, dalam Ejiwale, 2013). Semua bahan ajar baru harus memberikan pedoman yang jelas untuk semua beban kerja dan kegiatan kelas yang akan dilakukan. Ketika hasil belajar yang jelas dan spesifik diidentifikasi, guru tidak hanya  dapat memusatkan instruksi mereka pada hasil belajar tersebut, tetapi juga dapat menghubungkan penilaiannya langsung dengan hasil belajar.

8. Penyampaian konten dan metode penilaian kurang
Menurut Onuja (1987), dalam Ejiwale, (2013), metode pengajaran menentukan jumlah pengetahuan yang diperoleh peserta didik. Guru sebagai fasilitator harus memiliki pengetahuan tentang subjek dan memiliki keterampilan dasar yang diperlukan untuk mempengaruhi pengetahuan siswa (Nwanekezi dkk., 2010 dalam Ejiwale, 2013) . Ketika proses pembelajaran tidak efektif, maka siswa hanya sedikit atau sama sekali tidak mendapat pengetahuan dan pegalaman baru. Ini menyiratkan bahwa guru harus berusaha untuk memahami metode dan strategi pembelajaran yang tersedia kemudian memilih yang sesuai dengan karakteristik materi, gaya belajar dan karakteristik siswa. Alat-alat instruksional tersebut harus secara hati-hati dan dengan sengaja diadaptasi untuk mengakomodasi setiap pembelajar. Hanya dengan cara ini semua siswa akan memiliki kesempatan untuk sukses (Guild, 1998 dalam Ejiwale, 2013).
Pendidikan STEM merupakan pedekatam  interdisipliner berbasis standar. Dengan demikian, metode penilaian hasil belajar tidak hanya didasarkan pada domain kognitif tetapi juga  afektif  dan domain psikomotorik. Dengan penilaian seperti ini, keterampilan dasar pembelajar akan dikembangkan dan kemampuan serta minatnya pada subyek STEM akan dibangun.

9. Buruknya kondisi fasilitas laboratorium dan media pembelajaran
Menurut Krueger & Whitmore (2001), hasil penelitian lima tahun yang dilakukan oleh University of Wisconsin menegaskan bahwa ruang kelas adalah area terpenting di sekolah tempat siswa menghabiskan sebagian besar waktunya. waktu dan kepadatan di ruang kelas dapat membuat fasilitasi aktivitas siswa menjadi kurang efektif.  Oleh karena itu, lingkungan kelas/laboratorium harus dibuat kondusif untuk belajar. Namun banyak sekolah tidak dilengkapi dengan peralatan dan media pembelajaran yang diperlukan, oleh karena itu guru harus pandai dan harus belajar berimprovisasi.

10. Kurangnya pemberian pengalaman langsung bagi siswa
Cara lain dalam pendidikan STEM yang sukses adalah memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk bekerja di industri atau kegiatan praktikum yang dibutuhkan oleh industri masa depan. Melalui pendekatan ini, para siswa akan memahami apa yang dimaksud dengan karir bidang STEM dengan menggunakan mesin yang digunakan di laboratorium yang mirip dengan yang akan mereka gunakan di tempat kerja. Selain itu, magang dan pendidikan kooperatif yang baik akan bermanfaat. Reformasi ini akan membuat pembelajaran berpusat pada siswa.